Mohon tunggu...
Ragil Galih Saputro
Ragil Galih Saputro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, UIN Salatiga

Hallo saya Galih, seorang mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara yang tertarik pada dunia kebahasaan khusunya dalam bidang Ilmu Debat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dampak Keputusan Memiliki Anak Dalam Kondisi Ekonomi Tidak Stabil Terhadap Hak Asasi Manusia Pada Anak

16 Desember 2024   17:14 Diperbarui: 16 Desember 2024   17:13 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi Finansial Tidak Stabil Sumber: HReview Pinterset.com)

Pada kalangan masyarakat, memiliki anak sering dianggap sebagai anugerah dan bagian dari perjalanan hidup yang harus dijalani. Namun, ada kalanya keputusan untuk memiliki anak dilakukan dalam kondisi finansial yang belum stabil atau bahkan miskin. Meskipun niat orang tua mungkin baik, situasi seperti ini bisa menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap kesejahteraan anak itu sendiri. Bahkan, ada argumen yang menyatakan bahwa memiliki anak dalam keadaan seperti ini bisa dianggap sebagai "kejahatan" terhadap anak, karena bisa merenggut hak-haknya untuk hidup layak dan sejahtera. Gagasan ini tidak hanya berkaitan dengan isu ekonomi semata, tetapi juga terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang melekat pada setiap individu, termasuk anak.

Konsep kehidupan yang layak dan sejahtera bukanlah sekadar soal memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat tinggal. Lebih dari itu, hak untuk hidup layak juga mencakup akses terhadap pendidikan, kesehatan, keamanan, dan kesempatan untuk berkembang secara maksimal. Pasal 27 Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) mengatur bahwa anak berhak untuk hidup layak dan tumbuh dengan kondisi yang mendukung kesejahteraan mereka. Dalam pandangan ini, orang tua yang memutuskan untuk memiliki anak dalam situasi ekonomi yang tidak stabil tanpa mempertimbangkan masa depan anak bisa dikatakan telah melanggar hak anak tersebut untuk hidup layak. Sebagai makhluk yang belum dapat mandiri, anak sangat bergantung pada orang tua atau pengasuhnya untuk memperoleh kebutuhan hidup dasar dan untuk pengasuhan yang baik. Ketika orang tua berada dalam kondisi finansial yang serba kekurangan, anak yang lahir akan menghadapi risiko besar untuk tidak mendapatkan akses yang cukup terhadap makanan bergizi, tempat tinggal yang layak, dan pendidikan yang memadai. Padahal, semua hal tersebut adalah hak yang tidak dapat direnggut, bahkan dalam keadaan krisis sekalipun.

Anak-anak dalam situasi seperti ini sering kali terjebak dalam lingkaran kemiskinan, yang menghambat potensi mereka untuk berkembang secara maksimal. Jika orang tua tidak mampu memberikan jaminan dasar kehidupan, maka anak tersebut akan terhalang dari akses terhadap hak-haknya yang fundamental. Konsep "kejahatan" dalam konteks ini bukanlah dalam arti hukum formal, tetapi lebih kepada dampak negatif yang ditimbulkan dari keputusan untuk memiliki anak dalam kondisi yang tidak memadai secara finansial. Keputusan ini berpotensi menyebabkan anak tersebut tidak dapat menikmati kehidupan yang sejahtera, sebuah pelanggaran terhadap hak mereka untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang mendukung.

Penting untuk diingat bahwa hak-hak anak tidak dapat diganggu gugat (non-derogable rights), artinya hak-hak dasar ini tidak bisa diabaikan atau dikurangi meskipun dalam keadaan darurat atau krisis. Hal ini termasuk hak untuk hidup dengan kondisi yang layak dan bebas dari kemiskinan yang ekstrem. Dalam hal ini, orang tua yang memutuskan untuk memiliki anak tanpa pertimbangan yang matang tentang kondisi finansial mereka secara tidak langsung dapat menghalangi pemenuhan hak-hak dasar anak tersebut, dan ini bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran HAM terhadap anak. Dari sudut pandang sosial dan etika, memiliki anak dalam keadaan yang serba kekurangan juga menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab sosial dan moral orang tua terhadap anak-anak mereka. Menghadirkan seorang anak ke dunia tanpa mempersiapkan diri secara finansial bukan hanya sebuah tantangan pribadi, tetapi juga dapat mempengaruhi masyarakat secara luas.

Menghadapi kenyataan bahwa memiliki anak dalam keadaan finansial yang tidak stabil dapat menghalangi pemenuhan hak-hak anak, dibutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif untuk mencegah kondisi ini. Pertama, peningkatan akses terhadap pendidikan keluarga berencana dan layanan kesehatan reproduksi menjadi sangat penting. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap individu, terutama pasangan muda, memiliki pengetahuan dan akses yang cukup untuk merencanakan kelahiran anak dengan bijak.

Kedua, dukungan terhadap orang tua dan keluarga dengan status ekonomi yang rendah harus menjadi prioritas. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan yang mendukung kesejahteraan keluarga, seperti pemberian subsidi pendidikan, kesehatan, dan perumahan yang dapat membantu orang tua menjaga anak-anak mereka dalam kondisi yang lebih layak.

Memiliki anak adalah tanggung jawab besar, dan hal ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dapat memengaruhi masa depan anak tersebut. Dalam perspektif Hak Asasi Manusia, setiap anak berhak untuk hidup dengan kesejahteraan yang layak, yang mencakup akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan lingkungan yang aman. Oleh karena itu, memiliki anak dalam keadaan finansial yang tidak stabil dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak anak untuk hidup sejahtera. Melalui kesadaran sosial, peningkatan akses layanan keluarga berencana, dan kebijakan pemerintah yang mendukung kesejahteraan anak, kita dapat memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun