Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Orang Jawa Mati Sendiri Kalau Dipangku (Menilik Politik Rasa)*

2 Maret 2010   01:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:40 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SBY dan Soeharto, politik rasa dan papan catur jawa, hemmm.... Secaranya teka-teki Gus Dur silataruhmi ke rumah mantan Presiden Soeharto awal jaman reformasi 1998. Adalah lompatan buah kuda di papan catur menuju skak-mat Raja Cendana dg memainkan "pembukaan politik rasa wong jawa" yg sama halus dan kalemnya dg pembukaan Inggris di papan catur beneran.

Penguasa jawa tetap misterius ketika logika umum dimainkan tanpa sentuhan budaya lokal di dalamnya, sama misteriusnya dg reaksi yg muncul akibat aksi menepuk bokong dan mengelus kepala pria Arab dengan mengharap reaksi yg serupa bila itu terjadi kepada pria Jawa. Pria jawa pantang dipegang kepala dan tidak terganggu dg tepukan di bokong. Sebaliknya pria Arab merasa terhina dg tepukan di bokong, tapi asyik-asyik aja dielus-elus kepalanya oleh anak kecil.

Adalah santri intelek bernama Zastrouw Ng, mantan asisten pribadi Gus Dur jaman pergolakan reformasi, begitu cekatan menjelaskan prilaku ganjil Gus Dur dalam bukunya berjudul "Gus Dur, Siapa Sih Sampeyan?" yg diterbitkan tahun 1999. Paling tidak analisis prilaku penguasa jawa dan taktik penaklukan gaya jawa dibedah lebar-lebar. Dari buku inilah saya temukan pribahasa "Orang jawa mati sendiri kalau dipangku". Juga pemahaman politik rasa guna melakukan komunikasi efektif dg penguasa jawa.

Mungkin masih relevan. Kebetulan Presiden SBY berlatar belakang militer,  kebetulan etnis jawa. Kebetulan pernah dekat dengan mantan presiden Soeharto dan sangat respek kepada Soeharto. Kebetulan SBY memproklamirkan dirinya sebagai satria pada masa kampanye Pilpres tahun lalu. Tak sulit ditebak yg dimaksud adalah satria jawa pengabdi dan pangayom negara sebagai wakil para dewa. Kebetulan tahun lalu saya tulis artikel yg menyakini bahwa SBY mengembangkan citra dirinya sebagai Soeharto Baru (baca seri Penggelembungan Citra: Menerbangkan SBY ke Atas Awan bab 1-6).

Kembali ke Gus Dur dan politik rasa. Penguasa jawa, atau penguasa yg menepatkan dirinya selaaku raja jawa, meyakinkan dirinya sebagai satria wakil Tuhan, pantang dipersalahkan, suka berpura-pura, pantang berkata langsung apa yg diminta, kehormatan adalah segala-galanya, tidak tahan kritik, dan lebih baik hancur dan mati bareng bila dikalahkan (tiji tibeh = mati siji mati kabeh =  mati satu mati semua).

Gus Dur paham betul jika Soeharto diadili secara umum akan melawan dg kekuatan penuh untuk hancur-hancuran. Dan itu berarti perang saudara tanpa henti. Momentum Gus Dur menyambangi Soeharto setelah tragedi pembantaian sistematis para dukun, kyai dan ustad di Banyuwangi Jawa Timur oleh orang-orang terlatih bertopeng ala ninja dg menyertakan masyarakat untuk melaksanakan pembuhunan. Anehnya banyak aparat negara diduga terlibat dari level bawah sampai level pusat. Diyakini anak buah Soeharto. Di sinilah Gus Dur menjelaskan bahwa kedatangannya ke Cendana menemui Soeharto karena "Soeharto adalah orang kuat yg tidak mampu menaklukan dirinya sendiri".

Sekarang menjelang akhir sidang Pansus DPR untuk kasus bank century. Sudah jelas wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani hampir pasti didepak dari jabatan. Pemakzulan SBY di depan mata. Adalah sangat gegabah untuk menyamakan efek pemakzulan SBY dg pemakzulan Gus Dur. SBY sangat njawani dan sensitif citra serta reprisentasi kaum militer yg terdesak reformasi. Gus Dur sangat humanis, cuek dan tidak peduli popularitas.

Masalahnya bukan boleh atau tidak boleh sebuah langkah pemakzulan melalui proses pelengseran secara lahiriah-harfiah jika itu menjadi keputusan akhir. Lebih dibutuhkan langkah win-win solution dengan menyorongkan buah kuda di papan catur politik Cikeas untuk skak-mentri. Dan biarkan buah raja bernyanyi-nyanyi sendu dg baju kebesarnya hingga layar ditutup alon-alon untuk babad sebuah dinasti. Entahlah!

Belum selesai naskah ini ditulis ada SMS masuk dari Wong Tegal:  "Iya ding, tenang baelah, bantenge wis ketuwaan, kayakuweeee.... Aja nyruduk bae bokan endase benjut, dong deh! Kik kik kik kiiiiiiik ....".

*

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun