Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humor

Nikmatnya Belajar di Kuburan Cina

2 Desember 2010   19:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:05 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selepas SMP. Saya putuskan cabut dari rumah. Bukan karena kesepian. Bukan karena bentrok dengan babeh yangg serba disiplin gaya militer (kebetulan polisi lho). Bukan karena patah hati ditinggal kekasih yang dijodohkan dengan pamong praja. Bukan karena rapotku belang-belangbanyak sapuan warna merah tanda kasih sayang ibu guru yangg tidak keberatan kalo saya jadi “juara bertahan” di sekolah. Tapi karena saya nolak jadi “anak mami” atau “anak papi”, dua alasan ideologis (jiaaah…) yangg tidak pernah tega saya sampaikan kepada kedua orang tuaku sendiri.

Saya hanya ingin bebas, merdeka, memutuskan nasib sendiri dg belajar on-line dari kehidupan yg keras, berubah-ubah, berpasang-pasangan sekaligus berlawan-lawanan, terinsprirasi oleh para petualang pencari ilmu jaman dulu dulu di negeri Arab, Cina, India dan Yunani.

Dari Brebes hijrah ke Tegal, indekosbareng temen-temen segalanya berubah total taaal. Masak sendiri, nyuci sendiri, beres-beres sendiri, mutusin sendiri mana yg bener mana yg tidak bener. Dan yg paling bikin enjoy ya itu tuh… bertumpuk-tumpuk buku bacaan dari segala macem jurusan ilmu dan aliran tanpa sensor orang tua. Ibu kos yg pengertian sama jiwa muda kami. Cuma liat-liat kalo ada yg tidak beres langsung menegur, sambil senyum-senyum sambil ngemil kacang kulit yg entah kali ada satu blek abis dalam sehari.

Rumah indekosan dg 5 buah kamar masing-masing dua orang per kamar. Ruang tamu lumayan besar dg dipan panjang panjang tempat kami leha-leha. Halaman depanpun luas dihiasi pohon-pohon waru, pohon pisang, dan pohon kedondong di mana kami suka gelar tikar di bawahnya untuk rileks untuk tiduran, makan-makan, baca-baca. Juga tempat ngumbar janji yg manis-manis sama pacar yg lagi mabok kepayang mumpung belum ketauan belangnya (saya suka ketawa geli perempuan gampang diboongin ya..).

Paling seru kalo ada acara ledek-ledekan cari temen yg bisa dikeroyok, bisa dijadikan korban hari itu untuk memuaskan hasrat ngerjain free style anak muda. Pokoknya kalo si korban belum minta ampuuun pastilah “pembantaian” akan berlanjut. Sampe ke penghukuman paling liar yg bisa kami lakukan. (saya selalu ketawa cekikikan kalo inget semua itu yg tidak mungkin bisa dilakukan di rumah sendiri).

Waktu istirohat bisa nikmati keindahan alam, mencermati burung-burung yg lalu lalang dari pohon ke pohon. Mengendus aroma tanah, aroma air sungai kecil di sebelah kanan rumah, membaui daun-daun dan bunga-bunga, merasai sisik kulit pohon-pohon. Kadang kami rebutan ngejar-ngejar untuk numbruk seekor kodok yg pelototan matanya bikin empet ( duh.. kalo dipikir-pikir apa dosanya sih kodok matanya melotot…? emang ngiri ya pengin melotot juga matanya? ha ha ha).

Seratus meter dari indekosan berdiri sebidang lahan kuburan cina yg kata orang angker dan ada cerita beberapa kali musafir dan tukang becak kesasar masuk ke dalam wilayah kuburan ketika matahari sdh tenggelam saking gelapnya.

Entah dapet ilham dari mana, siang pulang sekolah saya suka bawa buku pelajaran, kitab-kitab agama, buku-buku bacaan untuk dinikmati di lahan kuburan cina. Sendirian sampe sore. Sambil bersandar di atas kuburan yg berlapis marmer hitam satu per satu bahan bacaan dilahap. Yg bikin anteng kali marmer hitam tsb terasa sejuk diduduki dan disandari. Apalagi pohon kamboja di atas kepala yg rindang daunnya menambah kesejukan yg jauh lebih nyaman daripada hawa di sekitar rumah kos yg gerahnya minta ampun meck.

Tak terasa enam tahun jaman itu saya betah ngelmu otodidak di kuburan cina, wilayahyg paling ditakuti warga sekitar. Saya sendiri heran apanya yg ditakuti? Saya nggak pernah liat hantu di situ, kadang saya ketiduran di situ dan terbangun pas azan magrib. Semua bacaan terasa jadi sahabat sejati yg selalu setia menemani setiap saat sampe saya bosen sendiri baca-baca. Semua jenis bacaan dan ilmu saya sukai. Ccuma satu katagori yg tidak saya suka yaitu ilmu klenik, nujum, dan semacamnya.

Enaknya lagi nih, kalo pas saya lagi “nyantri” otodidak di kuburan cina dijamin tidak ada temen berani ganggu. Mereka anggep saya punya ilmu atau dianggap orang "pinter".Akh saya ketawa dalam hati. Tapi dipikir-pikir ada bagusnya tuh buat nakut-nakutin temen. Maka saya reponse dugaan temen-temen itu dg pura-pura belagak kayak orang pinter: pendiem dan misterius. Gagasannya sih sederhana: memanfaatkan kebodohan teman biar saya disegani, dan ternyataaaaaaaaaaaaaa.... Sukses lho.. ha ha ha ha…...

12898333699841963
12898333699841963
Salah sendiri nggak nanya-nanya, lha wong saya sebetulnya takut sama hantu koq… Tapi kalo tidak liat sendiri nggak pernah percaya (hmm kayak orang empiris aja…). Sampe sekarang doyan baca buku tapi saya nggak pernah percaya sama tukang ramal, nujum, klenik karena tidak sesuai ajaran agama & nabi saya.

***

Salam tuljaenak

RAGILE 02-des-2010

*)ini postingan repost dg sedikit perubahan

*)postingan sebelumnya: Polemik Akun Profile Antar Blogger

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun