Bisyri Ichwan (dok.kompasiana.com)Bisry Ichwan Dianiaya. Public Blogger Kompasiana Bisyri Ichwan dalam beberapa hari ini bisa disebut mewakili suara WNI di mesir. Minggu sore kemarin di Liputan 6 SCTV dia sempat cukup lama melakukan wawancara jarak jauh dengan reporter SCTV David Silahoij. Di tempat lain bahkan nama sahabatku sesama Kompasianer ini banyak dikutif oleh media elektronik dan situs online-Â sebut saja Tempointeraktif, Tribunnews, Kaskus. Beruntung pemerintah Mesir kembali membuka jalur internet sehingga Bisyri kembali menulis laporan pandangan mata dari Kairo. Suara Bisyri menjadi penting karena dia adalah mahasiswa Universitas Al-Azhar dan mengalami perlakuan buruk oleh aparat keamanan Mesir yang mencurigainya sebagai aktifis pro pendongkelan Presiden Husni Mubarak.
Postingan Bisry di Kompasiana, banyak dikutip dan dishare oleh blogger Indonesia, menggambarkan betapa kacau dan runyamnya situasi terkini di Kairo Mesir. Serupa dengan Jakarta pada Mei 1998 ketika bergolak gerakan reformasi anti Orde baru dan anti Soeharto. Namun yang aneh di mata saya mengapa mahasiswa asing digeledah oleh puluhan tentara dengan senjata laras panjang siap tembak. Tak cuma itu, digeledah, dibawa ke markas polisi pula dengan cara kasar seakan sedang menangkap rampok atau teroris.
[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Protest Rally at Al Tahrir square Cairo (doc. al jazeera english)"][/caption]
Bisyri adalah santri
Situasi kacau yang menteror Bisry mau tak mau membangkitkan tekadnya untuk segara pulang ke Indonesia. Sementara itu kemampuan pemerintah RI untuk segara mengevakuasi WNI di Mesir yang berjumlah sekitar 6000 masih diragukan. Sesama Kompasianer dan sesama anak bangsa Indonesia semua berharap agar perhatian KBRI dan instansi terkait ditingkatkan guna menyelamatkan warganya yang sangat membutuhkan pertolongan secepatnya.
[caption id="" align="aligncenter" width="503" caption="Sastra Arab (fiklr.com)"]
Raibnya Blogger Al Jazeera sekaligus Eksekufit Google Inc: Wael Ghonim
Sejak Selasa 25 Januari larut malam ada empat pihak kehilangan kontak dengan orang penting. Seorang istri di Dubai kehilangan kontak dengan suami yang sedang melaksanakan tugas penting di kota Kairo. Perusahaan Google Inc kehilangan seorang eksekutifnya untuk Divisi Marketing di Timur Tengah dan Afrika Utara. Stasiun TV Al Jazeera kehilangan salah satu guest speaker untuk mengisi Live Blogs. Kelompok Gerakan 6 April kehilangan pemimpin dan negosiator. Orang penting itu adalah seorang blogger tampan bernama Wael Ghonim. Pencarian besar-besaran atas raibnya Ghonim marak sejak 31-01-2011 ketika kepastian lenyapanya Ghonim dihembuskan dari sebuah harian di kota San Francisco Amerika, sekian ribu kilometer dari Kairo.
Benarkan Wael Ghonim diculik oleh angkatan bersenjata Mesir?
Inilah pertanyaan yang menggoda dan tak mudah dijawab. Sore itu Selasa 25-jan-2011 kota Kairo bergolak. Dunia internet tenggelam dalam gelora revolusi menumbangkan rezim lalim di tanah Arab. Langkah-langkah bisu dan maya Facebook, twitter, blog, live blog menjelma kekuatan raksasa menggalang masa dalam seketika. Ghnonim terjun bebas ke dalam tumpahan massa menyuarakan protes tuntutan Presiden Husni Mubarak untuk mundur. Dia mewakili kelas menengah yang terdidik dan menyadari pentingnya kemerdekaan warga negara menentukan nasib sendiri.
Hari-hari itu twit Ghonim memandu gerakan protes anti Mubarak. Di depan matanya terbentang halaman -halaman facebook, twitter, blog, news, TV. Namun tak cukup bagi dirinya duduk di depan laptop. Sebagai salah satu pemimpin gerakan dia tuntaskan misinya dengan terjun langsung ke arena sesungguhnya. Tujuannya adalah Alun-Alun Tahrir di Kota Mesir. Bersama kawan seperjuangan hanya ada satu tekad: Jatuhkan Mubarak, Kami Siap Mati.