[caption id="attachment_105283" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Ini pengalaman pribadi dan lingkungan. Sebagai keturunan darah Arab Yaman dari garis ayah dan darah Jawa Tengah dari ibu, saya sering ketawa jika menyimak debat perjodohan orang Arab Indonesia. Banyak yang ngawur. Sepertinya pegang ajaran Islam tapi justru melanggarnya. Seolah rasional padahal emosional. Saya nilai kebanyakan kisruh perjodohan asimilasi atau antar ras lebih karena mitos dan harta. Banyak hal disembunyikan dengan mengajukan alasan penolakan yang didramatisir.
::: Artikel terkait:
:::
Ijinkan saya utarakan berikut ini:
1. Keluarga keturunan Arab mengatakan: Perempuan Arab lebih setia:
Mitos ini lebih karena kriteria setia diukur dari perasaan nyaman dan eksis suami Arab. Jika menikahi istri non Arab nampak jelas gerakan pengucilan oleh keluarga besar. Tapi kalo suami tidak ambil pusing, lama lama kehadiran istri non Arab manunggal secara alamiah. Paling setia? Kasus istri Arab minta cerai dan selingkuh sama umumnya dengan etnis lain di Indonesia.
Alasan bahwa dari dulu "enjid-enjid" (kakek-kakek) beristri Arab juga omong kosong. Kakek-Kakek dulu datang dari Hadramaut Yaman ke Indonesia dengan meninggalkan keluarga sebagai musyafir dan pedagang, lalu menikahi istri lokal Indonesia. Bisa dikatakan semua Arab turunan di Indonesia sekarang ini lahir dari rahim perempuan lokal Indonesia.
Dengan kata lain "jiddah-jiddah" (nenek-nenek) mereka bukan Arab.
2) Suami harus Arab agar tidak hilang garis keturunan Arab sebagai kebanggaan :