Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyikapi Anak Pembangkang*

9 Februari 2010   04:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:01 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_70900" align="alignright" width="200" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Reaksi kepada anak yang membangkang biasanya serem-serem. "Kurang apalagi saya jadi orang tua???", "Apa sih dosa saya sampai punya anak seperti itu?","Dasar anak setan!", "Ini semua gara-gara temennya!", "Biar mampus tuh anak!", "Nyesel deh punya anak kamu!", "Amit-amit jabang bayi!!!", "Tuhan tidak adil, orang tua saleh dikasih anak brengsek!". Contohnya saya deh. Dulu saya pernah membangkang dan kemudian menjadi kesayangan orang tua. Ada juga contoh anak ulama besar Cirebon tukang main judi dan mabok-mabokan, sekarang dia paling alim dan membanggakan orang tua. Dan banyak lagi bukan? Mari ingat yang bagus-bagus, jangan yang jelek-jeleknya saja. Dilarang melaknat anak sendiri. Akh, jelas sekali orang tua menimpakan kesalahan kepada orang lain. Lupa bahwa anak adalah hasil cipta karya dan pendidikan orang tua sejak masih orok.Lupa bahwa pembangkangan bisa jadi perlawan atas kelakuan orang tua yg kebablasan. Maunya menguasi anak layaknya boneka. Maunya menjadikan anak sebagai cloning 100% tanpa beda setetespun. Kalau tidak kesampaian target orang tua lalu laknat dan kutukan diumbar. Duh, sungguh rugi melaknat anak sendiri. Bagaimana jika laknak dan kutukan dikabulkan oleh Allah? Tambah sengsara bukan? Buah jatuh tak jauh dari pohonya. Pepatah ini sering dilupakan. Banyak orang tua yang sadar dulunya amburadul bikin stress orang tua, koq memaksakan anak jangan sampai bikin pusing dirinya? Mbok ya sadar ini pelajaran agar kita turut merasakan betapa berat penderitaan orang tua dulu mendidik kita. Supaya hati kita yang keras membatu jadi tunduk. Turut merasakan apa yang orang tua rasakan. Dari Pembangkangan Menuju Pencerahan. Pembangkangan anak bisa jadi demi mencari jatidirinya lepas dari kungkungan orang tua. Anak senantiasa mencari tempat dan cara sendiri dengan sahabat yang sejalan dalam ide, cita-cita, dan pandangan hidup sesaui jamannya. Tak mau lengket dengan pandangan hidup orang tua yang sudah ketinggalan sepur. Sayangnya banyak orang tua terlanjur yakin pandangan hidup dan nilai-nilai yang dianut selalu pas sepanjang jaman. Apalagi bila orang tua tajir banyak duit, makin otoriterlah jadinya. Dia lupa anak ingin bahagia dengan caranya sendiri. Dia lupa bisa jadi anak yang membangkan bisa memuliakannya di kemudian hari. Proses sedang berlangsung dengan beban dipikul anak, orang tua hanya tertarik dengan hasil akhir. Dari Permusuhan Menuju keintiman. Nah ini lucunya. Setelah anak yang membangkang terbukti menemukan masa depan yang cerah, hati orang tua luluh. Si anak simpati kepada orang tua yang telah dibikin malu dengan pembangkangannya. Orang tua tak mau buang waktu menebus dosa atas pengucilan anak selama ini. Maka dua kubu lumer hatinya, mencair dalam keintiman luar biasa penuh kerinduan. Sebuah keintiman yang tidak pernah terbayang lengketnya sebelum semua itu terjadi. Pembangkangan Anak Bisa Jadi Jalan Panjang Menjadi Orang Tua Yang Mulia. Ingat kisah Nabi Nuh dengan anaknya Kanaan yang durhaka, bukan? Marilah kita merendahkan diri. Nabi saja bisa dikaruniai anak durhaka oleh Allah, kenapa kita mencak-mencak? Bukankah kita ingin jadi orang tua mulia dunia dan akhirat? Serahkan kepada Allah jalan cerita sesuai skenario Dia Yang Maha Pengasih. Boleh saja anak membangkang, tokh nabi Nuh yang iklas dan sabar tetap mulia sepanjang jaman bukan? Apapun, Jalani Saja, dan nikmati... Semua sudah ada jalan dan jatah serta peran masing-masing kita di dunia bukan? Mari kita terima dengan rasa syukur iklas, dan sabar apa jadinya kita di dunia. Marah-marah tidak merubah keadaan. Membahas perkara tidak ada hasinya sampai ludah garing. Lebih enak cari solusi walaupun sederhana. Perombakan total juga boleh bila perlu. Agar bisa kita nikmati hidup yang sebentar ini. Daripada stress memikirkan anak membangkang malah jadi penyakit! Sehebat apapun pembangkangan anak, tak perlu membuat hidup bagi di neraka. Terimalah sebagi suatu kenyataan. Tetaplah komunikasi dengan baik. Jangan bosan mendoakan yang bagus-bagus. Bayangkan yang indah-indah di kemudian hari. Bila terpaksa, biarkan anak mencari jalan hidup sendiri sesuai keputusannya. Setahu saya sesuai pengalaman, dengan menyikapi seperti ini membuat hidup ini ringan dilalui. Banyak masalah tapi enjoy. Punya anak pembangkang, terima saja, syukur-syukur tidak punya. Anda pasti punya cara sendiri, bukan? Cintailah hidup nicaya hidup akan mencintai anda. Bayangkan yang indah-indah nicaya keindahan selalu dalam hati dan di pelupuk mata Anda. Mau cari apa lagi? Salam Tuljaenak, Ragile, 09-feb-2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun