Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kiat Anak Tiri Rasa Anak Kandung

1 Juni 2010   10:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:49 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_155434" align="alignleft" width="87" caption="Mitos anak tiri ( forum-detik.com )"][/caption] Mati deh jadi anak tiri.... Cilaka nih ibu tiri bakal nyiksa!!!.... Awas Bapak tiri cuek bebek!!! Hemm, belum apa-apa koq sudah berprasangka buruk. Siapa bilang orang tua tiri pasti kejam? Nyatanya banyak yang sama bagusnya dengan orang tua kandung. Contohnya ibu tiri saya. Sejak masih di kandungan kedua orang tuaku bercerai. Aku lahir tahun 1960 dengan nama Rahmat, lalu ganti nama Slamet. Sampai usia 1,5thn  ikut ibu, lalu diboyong ayah. Wal hasil sejak usia 1,5 thn tak pernah melihat ibu kandung. Dengan nama baru Agil, aku diasuh ibu tiri yang sering dipanggil Mak Sop (nama asli Sopiah). Nah, Emak mengasuhku sejak kecil hingga dewasa. Bahkan setelah usia 17 tahun beliau pula yang bersama kakakku menemui ibuku agar kami dapat berhubungan kembali. Tahun 1987 aku kembali berjumpa dengan bu kandung yang telah pisah sejak tahun 1962. Rumah ayahku hanya berjarak 3 Km dari rumah ibuku. 15 tahun baru jumpa karena ada perjanjian antar kedua ortu bahwa aku tidak akan ditengok ibu sebelum cukup dewasa agar aku tidak bimbang antara didikan ayah dan didikan ibu. Sejak jumpa lahi syukurlah ibu kandungku berpesan agar selalu mendahulukan Mak Sop karena beliau yang mengasuh sejak kecil. Mak Sop selalu menyuruhku agar saben hari Minggu dan libur menengok ibu kandungku. Jelas kedua ibu tersebut saling menghargai. Tak ada yang janggal dalam hubunganku dengan Mak Sop. Aku tak merasa sedikitpun ketiriian dalam kehidupan sehari-hari. Malah Emak Sering melindungiku dari hukuman Ayah jika aku lakukan pelanggaran. Setahun kemudian ketika ayahku meninggal, aku dan emak yang tersisa di rumah, kakak-kakak telah bermukimdi rumah milik masing-masing. Ketika tahun 1981 aku harus ke Jakarta untuk kuliah, Emak hanya dapat mencurahkan rasa rindunya kepadaku melalui sebuah puisi yang kutulis dengan tanganku sendiri. Sebuah puisi untuk emak ditempel di dinding ruang tamu. Sebuah puisi yang membuka semua mata bahwa tak ada kata tiri dalam hatiku dan hati emak. Tak pula ada di dalam hati kakak-kakakku. Banyak yang ngeri, Anda mungkin juga ya? takut jadi anak tiri hingga hidup jadi gelap, rontok semua kesempatan meraih prestasi. Semua mitu hanya mitos. Saya sejak kecil pisah dari ibu kandung happy-happy saja seperti anak-anak kebanyakan. Malah di kemudian hari by accident jadi bintang kelas di SPG Tegal maupun UKI Jakarta, lalu predikat karyawan teladan pada 8 tahun pertama bekerja di sebuah perusahaan joint venture Pertamina-Spinneys London di Gedung Patra Jakarta Selatan. "Anak tiri", dari kecil ortu pisah, kenapa mesti kalah bersaing dengan yang ortunya utuh? Kebetulan Mak Sop tak punya anak sehingga mengasuh kami 4 bersaudara. 4 bersaudara turunan Arab dari Ayah, diasuh dari kecil oleh Mak Sop, perempuan jawa tulen dari Tegal. Tak ada cerita tiri dalam diri kami semua bahkan ada rasa geram kalo ada yg nyebut Mak Sop ibu tiri kami. Ada rasa tidak rela memisahkan kami dengan Mak Sop dengan label ketirian. Ada rasa curiga kenapa mesti ada dinding pemisah antara kami dengan Mak Sop hanya karena kami tidak lahir dari rahimnya. Tahun 1983 Mak Sop meninggal dunia. Syukurlah keluarga Mak Sop dari Tegal berdatangan silaturahmi seperti biasa. Lebih syukur lagi keluarga almarhumah Mak Sop sangat berterimakasih kepada kami yang telah memperlakukannya tanpa label tiri. Anak-cucu-saudara dari Ayahku memperlakukan Mak Sop sebagai ibu kandung, nenek kandung, saudara kandung. [caption id="attachment_155456" align="alignleft" width="83" caption="indahnya cinta ibu ( arulchandrana. wordpress. com )"][/caption] Kawan-kawan semua... Banyak yang beruntung seperti saya bukan? Banyak pula yang tidak beruntung walaupun ortu selalu utuh dan diasuh ortu kandung bukan? Bagaimana semua ini bisa? Mudah saja. Lupakan istilah "tiri". Istilah tersebut hanya untuk kepentingan hukum dan asal-usul biologis. Tapi dalam berhubungan dan hidup sehari-hari, buanglah jauh-jauh!!! Kalau dengan kawan yang baru kenal saja bisa begitu akrab dan hangat, kenapa dengan orang dekat kita setiap hari tidak bisa? Hanya karena tiri??? Kalau dengan kawan dunia maya yang tak pernah ketemu mukapun mau bela-belain setengah mati saking kesengsem tulisannya tanpa kenal moralitasnya, kenapa dengan "ibu tiri" yang tiap hari mengasuh kita malah jaga jarak dan memusuhi? *Istilah tiri hanyalah sebuah dinding pemisah yang kita bangun dengan iri dan dengki, kita pula yang merobohkannya dengan penuh cinta dan kasih sayang.*** Salam tuljaenak, Ragile, 01-jun-2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun