Salah satu anak perusahaan Pertamina di Jakarta punya aturan unik. Jabatan Direktur Utama (President Director) dijabat oleh pensiunan Pertamina selama sekitar dua tahun. Jatah dua tahun ini mungkin adil mengingat roda perusahaan dijalankan oleh Managing Director dari luar negeri (expatriate). Maklum anak perusahaan Pertamina ini berkongsi dengan swasta asing sehingga masing masing pemegang saham mendapat jatah jabatan strategis agar balance.
Perusahaan joint venture yang sudah beroperasi sejak 1970an itu hidup dari lelang/tender jasa di wilayah on shore dan off shore terkait kilang minyak. Sang Direktur Utama bertugas melobi owner/pemberi pekerjaan. Managing Director bertugas menyiapkan dokumen Tender Bid dan melaksanakan kontrak pekerjaan bila menang tender.
Biasanya Pertamina dan partner luar negeri (dua pemegang saham) hanya tau beres. Management merilis laporan bulanan dan tahunan kepada pemegang saham. Agar menyakinkan ditunjuklah Auditor Swasta guna mengevaluasi laporan keuangan perusahaan.
Direktur Utama (Dirut) Cukup Dua Tahun:
Peraturan tidak tertulis ini berjalan lancar. Dengan standard perusahaan asing kelas menengah Dirut digaji sekitar $7000 atau setara Rp.65.000.000.- per bulan. Ini sudah Take Home Pay di mana Pph 21 (pajak) ditanggung perusahaan. Sedangkan karyawan pada level di bawah Manager menanggung potongan pajak.
Di luar gaji Dirut menikmati beberapa tunjangan: rumah dinas berkelas elite, mobil dinas baru, reimburse facility, supir pribadi. Total jendral bisa jadi perusahaan mengeluarkan $10.000 (setara Rp.95.000.000) per bulan buat Dirut.
Di samping itu Dirut tidak perlu ngantor tiap hari wong cuma dibutuhkan tanda tangannya doang untuk segala bentuk dokumen yang memuat company policy, tender bid, dll. Sing penting kalau ditelpon buat tanda tangan atau rapat bulanan segera ke kantor.
Say Good Bye Mobil Ngintil:
Apabila Dirut habis masa bhakti dua tahun biasanya mobil dinas dihibahkan kepada beliau. Ngintil. Itu sebagai rasa tengkyu perusahaan betapa beliau pernah ngantor walau jarang nongol. Nah kebijakan model gini nih yang sering jadi bisik-bisik di kalangan bawah. Terutama oleh mereka megap megap dengan gaji cekak. Udah cekak lantas tercekik utang warung, utang Koperasi, dan utang Kartu Kredit.
Terlalu sering adaptasi:
Kebijakan model "arisan 2 tahun" buat jabatan Dirut sejatinya hanya menguntungkan sang Dirut. Coba bayangkan. Dirut ditunjuk oleh eksekutif Pertamina tapi hanya jadi silent partner. Kesannya cuma "dolan-dolan" di kantor. Kerjanya cuma tanda tangan, jarang ngantor. Sedangkan yang keluar keringat sampai kepala senut senut adalah Managing Director ke bawah.