Entah kebetulan atau tidak itulah yang saya tahu sejak mojok di Kompasiana awal Mei 2009. Entah benar atau tidak itulah yang saya yakini dan saya rasakan. Entah ngawur entah ngelantur tetap belum mengubah pendirian saya. Entah serius entah asal ceplos saya jarang menemukan lelaki yang mendahului jadi perintis di sini.
Ah masa?
Sama dong... Saya juga sering bertanya seperti, dilanda ragu. Tapi koq ya yang saya saksikan kompasianer perempuan lebih sering menjadi perintis. Lebih punya nyali. Lebih nekad memperjuangkam keyakinan dalam artian fight beneran.
Ah masa?
Ah iya deh... Itu tuh... Perempuan kompasianer berani jadi perintis dalam banyak hal yang beresiko tinggi, lho... Misalnya resiko dimusuhin, dijauhin temen, dikeroyok rame rame, dituduh yang serem-serem. Kadang diobok-obok pribadinya. Terutama kalau mengusik usik nama nama beken. Atau bersikap melawan arus besar ( cateeeet... ).
Ah masa?
Ih koq "ah masa" melulu? Coba deh dinget inget sejarah yang sudah sudah sejak Kompasiana kerek bendera 2008. Setau saya nih perempuan kompasianer lebih sering merintis ide, gerakan, pengusutan. Lelaki melanjutkan. Termasuk saya sebagai laki cuma tuk-tuk-tuk brung ikut ikut ikut numbrung, hehe..!
Ah masa?
Iya. Perempuan yang merintis ide, gerakan, pengusutan. Laki yang melanjutkan! Liat aja. Memang lebih banyak laki jago merangkai kata bijak bestari. Eh giliran datang perkara genting, pada kenapa yah? Ragu ragu bersikap. Ngambang. Alias baru pinter teori nulis yang ajib-ajib bersaing dengan filsuf, agamawan, motivator. Tapi kalah mental dengan perempuan, hiks.
Jangan sewot dulu ini kan kata saya. Setau saya, gitu lho. Bener juga kata saya, nggak maksain sama yang tidak sependapat. Dan ngehargain kalo pendapatnya lain.
Ah masa?