"Jadi lelaki tuh seperti Jendral Nasution. Orangnya pandai, jujur, beriman, tegas, gagah dan pemberani," kata seorang pensiunan polisi Indonesia generasi pertama yang berdinas sejak jaman Penjajahan Jepang hingga awal Kemerdekan Republik Indonesia.
Sebagai pengagum berat Jendral Abdul Haris Nasution, dia selalu memajang foto Jendral Nasution yang berpose bareng istri, di gantung di ruang tamu ; yang nampak gagah dan berwibawa. Kepada keluarga, kawan, dan tamu, dia sering bercerita tentang kehebatan Jendral Nasution, yang tidak kenal takut kepada siapapun untuk menyampaikan sikapnya. Meskipun dengan idealismenya itu Jendral Nasution mengalami pasang surut hubungan dengan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Termasuk lepas kesempatan menjadi Presiden menggantikan Soekarno setelah insiden berdarah G30S/PKI tahun 1965.
Abdul Haris Nasution (1918-2000) dikenang pensiunan polisi tersebut di atas sebagai tentara dengan karir cemerlang di mana pada tahun 1950 diangkat menjadi Kepala Staff Angkatan Darat pada usia 32 tahun. Disusul catatan gemilang di tahun tahun berikutnya.
*CATATAN PENULIS: Jendral Nasution tercatat pernah menduduki jabatan Panglima Divisi Siliwangi, Kepala Staf Angkatan Darat, Mentri Pertahanan, Ketua MPRS. Dia dikenal luas di dunia militer melalui bukunya yang berjudul "Pokok-Pokok Perang Gerilya" yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing ("Fundamentals of Guerrilla Warfare") dan dijadikan buku wajib baca di West Point Amerika. Rilis rekaman telephone rahasia The White House Washington baru-baru ini mencatat keinginan Presiden John F Kennedy berjumpa dengan Jendral Nasution. Namun gagal karena sang presiden keburu tewas dibantai di Dallas. Dia juga penggagas doktrin Dwi Fungsi ABRI dan pendiri Pemuda Pancasila, yang di Jaman Soeharto melenceng jauh dalam pelaksanaannya. Juga penggagas doktrin tour of duty militer untuk memperkaya pengalaman. Penulis satu bertemu dengannya ketika beliau memberi kata sambutan sebagai tuan rumah atas pembukaan Kantor Kas Bank Muamalat Indonesia di Masjid Cut Mutiah Jakarta Pusat sekitar tahun 1995.
Kembali ke pensiunan polisi... Dia menilai Jendral Nasution mewarisi akhlak mulia Nabi Muhammad SAW yaitu jujur (shiddiq), tanggung jawab (amanah), cerdas (fathonah), berani meyampaikan kebenaran (tabligh). Katanya itu terbukti Jendral Nasution tidak menyesal dipecat oleh Presiden Soekarno dari jabatan Kepala Staf Angkatan Darat karena beda pendapat. Juga tidak takut disingkirkan oleh Presiden Soeharto dari jabatan Ketua MPRS. Tetap tegar dikenakan penjara rumah dan dimiskinkan serta dikucilkan selama puluhan tahun setelah melahirkan Petisi 50, padahal dialah yang mengangkat Soeharto menjadi presiden pada sidang MPRS.
Kehebatan Jendral Nasution, atau Pak Nas, sering diputar-ulang ceritanya oleh pensiunan polisi itu kepada anak-anak muridnya, setelah dia usai tugas sebagai Guru Ngaji alQuran. Itu terjadi antara kurun waktu akhir 1960an hingga 1978. Dia juga pengagum Jendral Polisi Hoegeng sebagai sosok polisi ideal, setara dengan dengan Jendral Nasution sebagai tentara ideal.
Pesan yang hendak disampaikannya adalah agar pejabat negara dan pemimpin bangsa, khususnya yang memegang pasukan bersenjata, mencontoh akhlaq dan moralitas serta kecerdasan yang diperlihatkan oleh Jendral Nasution dan Jendral Hoegeng. Sehingga Indonesia merdeka dari bahaya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Polisi generasi pertama yang pensiun dini pada tahun 1955 itu adalah Abdullah Bin Said Al-Batati, kelahiran Brebes, ayah kandung saya, meninggal dunia tahun 1978 di desa Ciampel, Kersana, Brebes, Jawa Tengah.
Ragile, 12apr2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H