Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pengakuan Pengusaha Kaya Raya dan Tidak Tersentuh Hukum

22 Maret 2012   03:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:38 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13304346671590732284

[caption id="attachment_165626" align="alignright" width="548" caption="The Fed The Money The Power (veteranstoday.com)"][/caption] Inilah sepenggal pengakuan seorang pengusaha kaya raya. Yang Tidak pernah merugi dalam keadaan krisis. Yang Tidak seorang pejabatpun berani menyebut namanya terkait kasus. Yang Tidak pernah diadili meskipun ketauan mencuri uang negara. Sebut saja namanya TUAN X. Sejak dulu kala kakeknya seorang rentenir. sejak itu anak cucu mewarisi bisnis rentenir. Mulanya orang mencibir. Lama lama orang ikutan rente dengan memoles kemasan menjadi "BISNIS KEUANGAN". TUAN X berlimpah ruah kekayaannya. Raja Negeri berhutang banyak uang kepadanya. Jaminan Raja adalah pungutan pajak kepada rakyat. Kejadian ini sudah membudaya sejak jaman kakek si Tuan X. Selanjutnya dalam masa kehidupan Tuan X terjadilah peristiwa yang serupa ketika ayah Tuan X masih hidup. Serupa ketika kakek Tuan X masih hidup. Berulang ulang. Tapi Orang orang tidak memperhatikan. Dia bercerita secara terbuka: 1) INSIDEN BENCANA ALAM TANAH LONGSOR: Tuan X bercerita: " Waktu itu masih pagi buta. Tiba tiba di kota gempar telah terjadi bencana tanah longsor pas di pintu jembatan yang menghubungkan balai kota dengan pasar induk. Jembatan miring karena longsor, lalu roboh. Akibatnya jalanan macet total. Raja berkemas datang ke rumah saya untuk berhutang uang untuk mengatasi longsor dan membangun kembali jembatan yang ambruk. Setelah itu datanglah seorang anak buah saya. Dia kepala operasi khusus dengan puluhan anak buah. Dia menagih 50% sisa fee operasi sabotase jembatan agar terjadi tanah longsor. Biasa, ini bisnis. Saya beruntung karena kerjaan hutang dengan bunga tinggi. Anak buah beruntung dari proyek pengamanan jembatan." 2) INSIDEN KEBAKARAN PASAR: Tuan X bercerita: " Waktu itu menjelang akhir tahun. Malam hari terjadi kebakaran hebat di Pasar Induk. Ribuan toko pedagang beserta seluruh isi pasar hangus. Raja datang ke rumah saya untuk berhutang uang untuk membangun kembali pasar. Setelah itu datanglah anak buah saya menagih 50% fee sisa operasi sabotase pasar. Saya beruntung dari bunga tinggi pinjaman kepada Raja. Anak buah beruntung dari projek keamanan pasar. Biasa, ini bisnis." 3) INSIDEN KERUSUHAN SOSIAL: Tuan X bercerita: "Waktu itu hari raya lewat 3 hari. Tiba tiba terjadi tawuran antar kampung. Lalu melebar antar suku dan antar agama. Suasana sangat mencekam. Terjadi bakar bakaran, perusakan gedung dan fasilitas sosial. Raja datang ke rumah saya berhutang uang untuk memperbaiki kota yang hancur. Setelah itu anak buah saya datang minta 50% fee sisa projek adu domba dua kubu. Kami membiayai dua kubu gang yang bermusuhan agar mereka saling menyerang. Seperti biasa saya dan anak buah saya beruntung. Makin kaya, hahaha." 4) ANCAMAN TEROR DAN GEJOLAK PERANG: Tuan X mengaku dialah yang menciptakan rekayasa teror dan perang. Agar dua kubu yang perang kian tenggelam dalam hutang kepada Tuan X. Aset mereka akan disita bila perlu. 5) BAHAYA KELAPARAN MASSAL: Tuan X mengaku bahwa bahaya kelaparan dia yang menciptakan melalui sabotase produk pertanian. Tujuannya agar rakyat mudah dikendalikan. Agar harga barang melejit, rakyat terlilit hutang dan jual aset semurah mungkin. * Tuan X melanjutkan. Pada suatu pagi sang Raja menanti kehadiran Tuan X yang telah diperintah untuk menghadap Raja. Tapi tidak datang juga. Padahal ini hari ketujuh yang berarti 7x Tuan X tidak mau menghadap Raja. Heran, Ada apakah gerangan? Kemudian sang Raja bertanya kepada juru tulis berapakah aset kerajaan dan berapakah aset milik rakyat. Juru tulis menyodorkan buku catatan. Sang Raja amat terkejut! Ternyata semua tanah rakyat dan kekayaan alam sudah dibeli Tuan X. Lebih terkejut lagi Ternyata semua aset kerajaan sudah jadi milik Tuan X. Raja panik lalu bersiap untuk ambil tindakan atas kecurangan Tuan X. Belum sempat beri perintah kepada komandan tentara, Raja diringkus oleh 5 pengawal di pintu gerbang. Raja baru sadar bahwa 5 pengawalnya adalah mata mata yang ditanam oleh Tuan X. Raja baru sadar selama ini dikelilingi oleh para penghianat dan penjual aset negara. * Di rumah Tuan X. Kali ini Tuan X ditanya bagaimana caranya dia melakukan semua itu tanpa diketahui oleh masyarakat. Dia berkata dengan santainya, "Sejak jaman kakek keluarga kami menguasai semua usaha penerbitan buku dan koran dan berita. Sehingga kami mengendalikan opini publik. Benar dan salah kamilah yang menentukan. Siapa yang berteman dengan kami akan kami sanjung, kami dukung, walaupun dia perampok atau pelacur. Yang tidak berteman dengan kami akan kami jatuhkan dengan berita gosip, berita bohong. Walaupun dia tidak berbuat jahat, walaupun dia orang jujur. Biasa, ini bisnis, hehehe..." Lho, apakah semudah itu? Tuan X melanjutkan, "Kami kuasai lembaga keuangan. Semua pejabat, hakim, jaksa, dan aparat kami usahakan kamilah yang menempatkan. Dengan sogokan uang, perempuan, obat terlarang, dan jebakan. Lalu kami peras ketika mereka menjabat. Agar mereka mematuhi perintah kami." "Nah, Bila ada yang curiga kepada kami sebut saja mereka adalah teori konspirasi. Karena beritanya tidak sama dengan koran yang kami kuasai. Bukankah orang terpelajarpun percaya begitu saja  kepada Penerbit Besar dan Koran Ternama? Hahahahaha..." Tuan X tertawa puas. **) sebuah fiksi-nyata, nyat campur fiksi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun