Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Rintihan Putri Kerajaan Arab di Kamar Pengantin

24 November 2011   04:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:16 2984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalian tau namaku adalah Sultana. Kini ijinkan aku bicara kepada dunia selagi aku mampu membuka mulut untuk bersuara. Kalian mungkin ingin tau apa yang aku alami di dalam istana yang sangat mewah dan megah yang kalian dilarang menginjakkan kaki barang sejenak. Yang kalian tau kami-kami para putri di istana hidup sangat berlimpah harta dan kenikmatan dunia. Namun tahukah kalian bahwa kami adalah burung dalam sangkar emas. Kami tidak punya hak bicara dan tidak punya hak memilih. Semua tergantung kaum lelaki. Bahkan aku seusia dewasa ini pun harus tunduk kepada perintah bocah lelaki.


Ya, aku tercipta sebagai boneka bagi lelaki sepanjang umur hidupku. Apakah kalian puas?


Tuhan Allah katanya berfirman demikian. Katanya. Katanya. Katanya. Nyatanya? Kuasa lelaki tak rela perempuan menandingi. Kuasa lelaki memonopoli tafsir ayat suci untuk mengabadikan napsu diri. Kuasa lelaki mengingkari sabda nabi untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan. Kuasa lelaki melanggengkan adat badui. Adat jaman batu sebelum bersinarnya cahaya suci.


Kini usiaaku hampir 20 tahun dan tahukan kalian bahwa aku mengutuk kecantikan wajahku? Aku melaknat kemolekan tubuhku. Aku benci suara merduku. Aku menyesali keindahan bola mataku. Aku meratapi keagungan rambut panjangku.


Di kamar penganten ini aku sudah lulus ujian dari calon keluarga besan. Mereka membuka celana dalamku lalu memeriksa kemaluanku. Alhamdulillah aku terbukti masih perawan. Mereka puas aku masih suci untuk dihisap sari maduku oleh suami pilihan lelaki di sekitarku.


Namun sesungguhnya aku benci kepada diriku sendiri yang telah menarik hasrat ribuan lelaki - dari pemuda hingga bandot tua untuk meminangku sebagai istri muda entah yang keberapa.

+++

SIAPAKAH AKU? UNTUK APAKAH DIRIKU?


Akulah boneka untuk mainan lelaki di belakang punggungku. Dia memainkan aku untuk kepuasan dirinya. Dia mengatasnamakan aku untuk menutupi niat jahatnya. Dia dibantu oleh sesama laki yang takut terbuka kedoknya. Dia dilindungi oleh perempuan bergincu yang pandai bermanis kata sambil memberi aba-aba. Dia akan begitu selamanya kecuali kaumku sepakat untuk melawan dan berontak.


Entah sampai kapan aku, dan boneka boneka lugu seperti aku mereka tunggangi tanpa belas kasihan. Tanpa sesal. Malah bangga! Entahlah jiwa siapa yang sakit. Jiwaku atau jiwa mereka? Ku akui hatiku terluka. Hatiku sakit. Tapi aku yakin jiwaku tidak sakit. Karena aku bisa menerima kenyataan segetir apapun.


+++

Ingatlah bahwa aku tidak boleh pergi dengan kakiku sendiri. Aku dilarang bicara atas nama hati nuraniku sendiri. Aku dilarang menyetir mobil milikku sendiri. Aku dilarang mengatakan kebenaran apa yang aku saksikan. Mungkin sudah nasib bahwa dialah yang berbuat lalu dia pula yang berkata mengatasnamakan diriku.


Wahai lelaki di luar sana. Apakah kalian tidak percaya? Baiklah jikalau begitu aku mohon kalian kabulkan satu saja permintaan dari ku.....:


BUNUH AKU SEKARANG JUGA NISCAYA AKU AKAN MENJADI BIDADARIMU SEPANJANG MASA!


*) sebuah dongeng peradaban dan kejiwaan by Ragile, Tegal, 23nov2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun