Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Timor Leste Makin Miskin, Kenapa Banglades Turun Tangan?

3 Maret 2011   07:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:07 5330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_92201" align="aligncenter" width="450" caption="Jose Ramos Horta Presiden Timor Leste (dok kampungtki.com)"][/caption] Bangsa Indonesia pasti tercengang baca sejarah Timur Leste versi luar negeri. Dikatakan Setelah merdeka dari Portugal 1975 lalu dijajah Indonesia hingga merdeka 2002. Kabar terkini Timur Leste butuh bantuan Grameen Bank dari Banglades untuk atasi kemiskinan. 50% rakyatnya buta hurup dan miskin. Padahal ketika masih jadi provinsi ke 27 Indonesia tidak semiskin sekarang. Kenapa? Kemaren Yunus Center pengelola Grameen Bank memberitakan bahwa skim kredit tanpa agunan akan dibumikan di Timor Leste. Untuk itu Tim Yunus Center telah berkunjung ke Timor Leste 14-19 feb 2011 untuk menggelar microfinance produk Grameen Bank yang ajaib. Mereka bertemu dengan Wakil Perdana Mentri. Reputasi Grameen Bank sukses di Banglades lalu merambah 40 negara untuk terapkan konsep "bank untuk si miskin". Untuk Timor Leste mndesak karena sudah merdeka 8 tahun dari Indonesia tapi tetap menempati negara Miskin. Bukan hanya ibu ibu keluarga miskin. Ribuan pengemis dapat kucuran skim microcredit tanpa agunan dengan bunga 20%. 98% penerima kredit adalah perempuan. Dan 90% saham milik debitur, 10% saham pemerintah Banglades. Semua itu Berkat prakarsa pendirinya yaitu Muhammad Yunus (70 tahun) pemenang Hadiah Nobel. [caption id="attachment_92202" align="aligncenter" width="515" caption="Muhammad Yunus dan nasabah (doc the-marketter.com)"]

12991380121805914295
12991380121805914295
[/caption] Menurut Yunus Center (muhammadyunus.org) Pemerintah Timor Leste sedang membangun infrastruktur dan gedung pemerintah yang hancur pasca Referendum 1999 untuk pisah dari Indonesia. Ganjil memang bagaiman Yunus Centre dalam rilisnya tentang operasi Grameen Bank, tapi disisipi sejarah pendudukan dan serbuan militer Indonesia 1975. Juga tuduhan Indonesia menghancurkan infrastruktur dan gedung gedung paska Referendum di mana Indonesia kalah. Apakah karena Grameen Bank mendapat banyak donasi dan hibah dari Eropa hingga merasa perlu menjual "kisah sedih Timor Leste"...? Bukankah sejarah tsb masih dipertanyakan kebenarannya. Ataukah kisah tsb hanya titipan dari pejabat Timor Leste agar meraup banjir hibah? Nampaknya lembaga penyalur donor tak hanya giat membantu si miskin. Tapi juga tak segan dagang kisah sedih yang masih dipertanyakan kebenarnya tentang kekejaman Indonesia kepada Timor Leste. Nuansanya sangat kental propaganda politis memojokkan Indonesia. Hanya bertolak dari pengakuan sepihak yang jadi mitra social business. [caption id="attachment_92203" align="aligncenter" width="495" caption="Garmeen Bank Headquarter (doc globalvoiceonline.org)"]
1299138552381590285
1299138552381590285
[/caption] Dalam sepekan terakhir heboh pemecatan Muhammad Yunus dari Jabatan pucuk pimpinan Grameen Bank oleh pemerintah Banglades. Dengan alasan telah melampaui usia 60, sedangkan dia kini 70. Tapi rumor di luaran mengabarkan karena PM Banglades tidak suka Muhammad Yunus karena bersebrangan secara politis. Entah bagaimana kelanjutan nasib Grameen Bank. Andaikata Grameen Bank melebarkan sayap ke Indonesia untuk mengganti Program Bantuan Tunai Langsung (BTL), kisah sedih apakah yang akan dijual ke mata dunia? Sejarahlah yang akan membuktikan. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun