Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

MUI Perlu Dihapus?

27 Februari 2011   07:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:14 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada MUI, ada FPI, ada Ahmadiyah. Untuk apa birokrasi Majelis Ulama Indonesia (MUI)? 'Kan sudah jelas. Tidak satupun berhak mengatasnamakan seluruh umat Islam. Tidak satupun fatwa mengikat semua umat. Tidak juga MUI, "ormas" bentukan dan mewakili pemerintah sejak 1975. Sayangnya Tidak semua mengetahui hal ini. Padahal penting agar tidak salah paham.


MUI dibentuk 1975 jaman Orde Baru untuk memproduksi fatwa. Memiliki utusan utusan dari ormas Islam. Tapi sifatnya sebagai wadah silaturahmi dan musyawarah. Bukan komando. Bukan membawahi ormas NU, Muhammadiyah, PERSIS, Al-Irsyad, dll. Bahkan wibawa MUI dari dulu selalu di bawah bayang-bayang NU dan Muhammadiyah yang punya akar kuat dalam masyarakat.


Apanya yang salah? Tidak ada. Karena Islam menganut budaya otonom dalam urusan agama. Tidak ada pucuk pimpinan untuk semua umat setelah jaman Imam Yang 4 berakhir. Bahkan di dalam NU pun kyai kyai pemilik pesantren tetap otonom dari PBNU.


Oleh karena itu jika MUI mengeluarkan fatwa, misal tentang Ahmadiyah, hanya mengikat pada dirinya dan kelompok yang sependapat dengan bunyi fatwa tsb. Jadi kepatuhan kepada fatwa MUI sifatnya kasus per kasus. Faktanya demikian.


Contoh. Fatwa MUI tentang Ahmadiyah dijadikan pedoman oleh FUI dan FPI untuk membubarkan Ahmadiyah. Dengan alasan fatwa MUI wajib ditaati. NU dan dan Muhammadiyah tidak sependapat.


Contoh lain. Tentang hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. MUI karena dibiayai oleh pemerintah RI selalu memutuskan hari lebaran bareng pemerintah. Sesuai kalender. Apakah FUI/FPI selalu lebaran bareng MUI? Tidak. Karena beda kepentingan dan orientasi politik dalam hal ini. Yang satu pro RI, yang satu lagi pro Arab Saudi.

Di mata dunia internasionalpun NU dan Muhammadiyah yang dianggap mewakili mayoritas muslim Indonesia. Jika ada ada konferensi dan konsultasi antar umat level dunia, kedua ormas itulah yang diutamakan diajak. MUI tidak dianggap. MUI hanya efektif untuk sertifikasi produk halal, administratif thok, dan itu bisa dilakukan di dalam Departemen Agama.


Nah, jelas kan gambaran MUI...?


Tanpa mengurangi rasa hormat kepada MUI, saya masih ingat. Ketika masih menjabat Presiden, Gus Dur meminta agar MUI dihapus. Mungkin maksudnya dilebur ke dalam Departemen Agama. Agar seperti di Timur Tengah di mana urusan agama hanya satu atap di bawah Mentri Wakaf. Urusan fatwa bentuk saja Dewan Mufti dari swasta murni agar punya wibawa.


Sebagai negara berlandaskan Pancasila pemerintah tidak boleh diskriminatif: hanya membiayai satu lembaga majelis untuk satu agama saja. Toh tanpa MUI umat tidak akan kehilangan. Tidak kapiran. Lha wong tidak ada warga MUI.. yang ada warga NU, warga Muhammadiyah, dst dst.

Bukankah MUI hanya mebebani birokrasi dan pemerintah? Bukankah dulunya sering mengeluarakan fatwa fatwa politis?

***

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun