Terbentuknya 'Negeri Ngocoleria' yg dirasakan menjajah sebagian wilayah hukum Kompasiana.Com telah mengundang reaksi keras dari Admin Kompasiana yg kebetulan diwakili oleh pemuda-pemuda berbakat Sdr.Iskandar dan Sdr.Nurulloh, sementara sang sesepuh Mas Pepih dan Mas Taufik sedang out-of-duty. Keduanya (Iskandar & nurulloh) tidak sepenuhnya mewakili Admin, tapi lebih bersuara karena terpanggil rasa tanggung jawabnya memelihara eksistensi Kompasiana menurut persepsi dan nalar keduanya. Bung Andy Syukri Amal (ASA) dkk penggagas Negri Ngocoleria juga tidak sepenuhnya mewakili Kompasianer, tapi melihat peluang membentuk komunitas interaktif yg sulit dilegalkan melanggar UUD & Konstitusi Negeri Kompasiana.
Kepentingan Admin di satu pihak dan spirit Kompasianer di lain pihak (baca; Negri Ngocoleria) adalah contoh riil bagaimana pertarungan klaim atas hak kebebasan bersuara dan berpendapat mengalami berbenturan keras dg kepentingan bisnis dan ketertiban umum versi penguasa/Admin. Pihak Admin dg mudah bisa menggunakan bahasa kekuasaan atas nama ketertiban umum dalam term of use. Pihak Kompasiner bisa dg mudah menggalang solidaritas massa blogger atas nama HAM.
Kalo mau jujur kedua pihak saling membutuhkan. Admin akan kehilangan kerjaan dan 'tewas seketika" kalo ditinggalkan rame-rame oleh Kompasianer yg loyal dan kreatif. Kompasiner akan tenggelam dari orbit kalo tidak diberi ruang berkreasi oleh Admin. Maka kedua pihak tak ada gunanya menggunakan bahasa kekuasaan dan aksi penggalangan karena bisa berakibat saling membinasakan. Kalo itu yg terjadi siapa yg tepuk tangan? Rival dan musuh Kompasiana.Com bukan?
Terus terang kali ini saya sangat prihatin dg munculnya perseteruan vertikal antara Admin vs kompasiner. Yg sudah-sudah, sejak saya nyemplung di sini mulai mei2008 adalah perseteruan horisontal antar kompasiner. Saya masih inget reaksi keras atas banjirnya postingan tentang politik di arena Pilpres.... lalu lenyap sendiri seiring dg habisnya masa Pilpres. Reaksi keras atas komen-komen vulgar dan kampungan...lalu lenyap sendiri setelah terbiasa. Reaksi keras atas postingan sex...lalu lenyap sendiri (mungkin ssetelah dikelonin hehehe...).
Kita tahu bahwa polemik Negri Ngocoleria adalah buah dari format baru Kompasian.Com di mana postingan langsung ngorbit tanpa melalui proses moderasi dan penjadwalan publikasi. Cengkraman kuku Admin yg begitu tajam pada format lama (katakanlah September 2009 ke bawah) sudah dipreteli. Sekarang tak ada lagi Kompasiner yg was-was postingan dipublish atau tidak, was-was dipublish di lorong waktu yg sepi pengunjung, was-was diganti judul tanpa pemberitahuan, was-was postingannya lenyap begitu saja tanpa basa-basi, was-was dg kebijakan Admin yg sulit dipredikasi.
Kita tahu bahwa kebebasan yg dianugerahkan kepada Kompasiner selayaknya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan bersama, kemajuan bersama, dan kesejahteraan bersama. Maka saya sangat setuju dg saran Pak Prayitno Ramelan agar kita gunakan pendekatan personal dalam mengatasi polemik ini seperti dalam postingan beliau kemarin:
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/08/menjawab-mariska-dan-ngocolerianya-asa/
Saya tidak setuju jika Admin menggunakan bahasa kekuasaan atas nama penguasa. Saya juga tidak setuju jika Kompasiner pendukung Ngocoleria menggunakan aksi penggalangan massa Kompasiner dg memanfaatkan public blogger populer (emangnya Kompasiana milik blogger populer doang?). Hayo mulailah dialog, diskusi, dan musyawarah dg semangat kekeluargaan.
Dan akhirnya..... santai aja kawan-kawan. Itu cuma pendapat saya doang. Kalo OKE silakan comot, kalo nggak OKE nggak usah repot-repot.
Salam Kompasiana boeat semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H