Berdasarkan hasil penelitian yang dikakukan oleh Didi Rasdi dan Teguh Kurniawain (2019), efektivitas collaboration governance dalam rangka penanggulangan kemiskinan dapat dibahas menggunakan beberapa model. Model yang pertama yaitu model Kemitraan MqQuaid (2000). Model ini melihat kemitraan sebagai gabungan dari serangkaian karakteristik dan dimensi yang berbeda dalam membentuk kemitraan. Untuk dapat melihat keefektivitasan kolaborasi dalam upaya penanggulangan kemiskinan, maka dimensi yang digunakan adalah apa yang akan dilakukan, terdiri dari apa tujuan dari kemitraan tersebut dan apakah tujuan tersebut strategis untuk dilakukan. Aktor yang terlibat adalah aktor yang kunci dari kemitraan tersebut dan bagaimana struktur hubungan yang terjadi antar pihak yang bermitra dan berkolaborasi tersebut. Dimensi waktu juga memegang peranan penting dalam hal ini, dimana tahapan proses kemitraan ditentukan berdasarkan alokasi waktu yang disediakan sehingga proses kemitraan dan kolaborasi dapat berjalan dengan baik. Kemudian, dimensi tempat menujukan lokasi kemitraan antara pemerintah dan swasta, serta dimensi mekanisme implementasi yang menunjukan bagaimana kemitraan dapat dijalankan untuk mencapai tujuan bersama.
Model kerangka kemitraan yang kedua adalah model kerangka kemitraan berdasarkan tujuan yang disampaikan oleh Brinkerhoff and Brinkerhoff (2011). Model ini berusaha untuk melihat kemitraan dalam aspek pembentukannya. Mereka berupaya untuk membuat kerangka kerja kemitraan berdasarkan pada tujuan yang terdiri dari tujuan untuk membuat kebijakan, pelayanan publik, infrastruktur, pembangunan kapasitas, dan pengembangan ekonomi. Namun, yang lebih ditonjolkan dalam model ini ketika ingin melihat keefektivitasan kolaborasi dalam upaya penanggulangan kemiskinan adalah tujuan pengembangan ekonomi. Pengembangan ekonomi merupakan kolaborasi sectoral yang mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Model ini dapat melihat bagaimana kemitraan dapat memberikan peluang dan kesempatan pada upaya penanggulangan kemiskinan dengan mekanisme berbagi tanggung jawab kepada pihak swasta.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka collaborative governance sangatlah penting untuk dilakukan, salah satunya dalam hal penanggulangan kemiskinan. Pihak negara, swasta, dan masyarakat harus dilibatkan secara penuh dalam pembuatan program dan kebijkana publik. Apabila tidak melibatkan pihak eksternal pemerintah, maka program yang dicanangkan oleh pemerintah tidak akan berjalan dengan maksimal. Pemerintah juga tidak selalu dapat bekerja sendiri, karena dalam internal pemerintah juga pastinya terdapat situasi dan kondisi dimana sumber daya yang dimiliki pemerintah mengalami kekurangan. Sehingga, pemerintah membutuhkan pihak lain, yaitu swasta dan masyarakat untuk berkolaborasi dan saling melengkapi satu sama lain. Dengan maksimalnya pelaksanaan partisipasi pihak lain dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik akan terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H