Perempuan berpartisipasi penting pada sektor energi. Sebagai bagian dari komitmen masyarakat global untuk transisi energi adil dan lingkungan yang berkelanjutan, perempuan masih tergolong sebagai kelompok rentan akibat dari berbagai bentuk ketidakadilan. Secara umum, diskriminasi produk kebijakan dan norma sosial yang belum mengakomodir pendekatan responsif gender. Partisipasi perempuan dalam transisi energi baru terbarukan (EBT) mencakup setidaknya pada dimensi ekonomi, sosial, lingkungan hidup dan dimensi keadilan.
Sebagai perbandingan, dari berbagai variabel menunjukkan bahwa perempuan lebih mungkin menghemat energi dibandingkan laki-laki. Dengan penggunaan energi hingga 22 persen lebih sedikit dan kemauan yang lebih besar untuk mengubah perilaku penggunaan energi sehari-hari.
Partisipasi perempuan terkait energi pada dimensi sosial dan ekonomi, perempuan berkontribusi secara signifikan tidak hanya sebagai konsumen melainkan juga sebagai produsen dan 'pemberdaya'. Adapun kontribusi perempuan pada unit keluarga dan lingukangan sekitar diantarannya, memberikan penghidupan anggota rumah tangga sebagai pencari nafkah bagi sebagian besar penduduk perempuan Indonesia, mengemban tanggung jawab dalam mengurus rumah tangga, menciptakan lapangan pekerjaan sebagai wirausaha dan peran lainnya.
Pada unit keluarga, perempuan berkontribusi sebagai pengelola kebutuhan energi rumah tangga dan determinan keberhasilan transformasi EBT melalui perluasan penggunaan energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kendati demikian, perempuan terikat dengan resiko kesehatan.
Resiko polusi udara yang disebabkan akibat dari keterbatasan kemampuan menjangkau alat dan sumber daya memasak yang sehat dan ramah lingkungan. Statistik tahun 2021, penggunaan kayu bakar rata-rata nasional menempati urutan kedua dengan persentase 11.76%. Karena itu, penggunaan alat dan sumber daya masak sederhana yang memproduksi banyak asap tidak lepas dari berbagai masalah kesehatan yang ditimbulkan. Belum lagi ketika sumber daya tidak ditemukan, perempuan menghabiskan waktu mereka untuk mengumpulkan kayu bakar kebutuhan rumah tangga.
Tidak selesai dengan kontribusi jomplang pada unit keluarga, data global, sebagian besar perempuan belum terlibat maksimal pada industri sektor EBT. Sektor EBT memperkerjakan kurang lebih 32 persen pekerja perempuan secara global. Meskipun telah melebihi rata-rata pekerja perempuan pada industri minyak dan gas secara global yang sebesar 22%. Penciptaan lapangan kerja, sektor EBT telah menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 10,3 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2017. Cakupan peluang kerja sektor EBT, International Renewable Energy Agency (IRENA) memperkirakan transisi energi akan membuka lapangan kerja sebesar 29 juta pada tahun 2050.Â
Harus diakui, pekerjaan pada industri EBT sangat terkait dengan keterampilan dan latar belakang pendidikan rumpun terkait STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics). Mengabaikan perempuan dari keterjangkauan pendidikan dan pelatihan tentu berdampak pada persaingan pekerja yang tidak memadai. Masih menjadi persoalan, status quo, norma sosial telah berhasil mengelompokkan perempuan keluar dari minat latar belakang pendidikan STEM terkait yang semestinya tidak dibenarkan.
Persepsi umum sering ditemukan seperti mengasosiasikan pekerjaan pada sektor EBT dan sejenis, sebagai pekerjaan 'maskulin' dan anggapan kemampuan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Terbukti dari tinjauan UNESCO yang menemukan di 120 negara, norma sosial dan budaya sebagai faktor yang merusak kepercayaan diri, minat dan kemauan perempuan untuk memilih STEM sebagai minat tujuan Pendidikan mereka.
Berbagai persoalan yang disebutkan, peran perempuan pada transisi menuju EBT harus didukung dari berbagai pihak dan program agar kepentingan masyarakat global untuk energi dan lingkungan yang berkelanjutan dapat terwujud. Dukungan dari pemerintah dan lembaga swadaya dapat mendorong diberlakukannya kebijakan berbasis gender-inclusive dan advokasi untuk memupuk kesadaran publik akan pentingnya partisipasi semua kelompok, mengutamakan transisi EBT sesuai dengan prinsip leave no one behind.Â
Peran lembaga swadaya, seperti OXFAM salah satunya telah lakukan. Sebagai misi OXFAM pada lingkup Energi Justice yaitu memberdayakan perempuan dan anak perempuan di Indonesia supaya dapat berpartisipasi pada aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya, memastikan perempuan memiliki akses terhadap sumber daya untuk mengambil peran kepemimpinan dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H