Bimbingan dan konseling bertujuan membantu peserta didik agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi, sosial, akademik cultural dan spiritual. Tujuan bimbingan dan konseling ini juga erat hubungannya dengan tujuan pendidikan itu sendiri, secara formal tujuan pendidikan di negara kita termaktub dalam UU no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agae peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Bila kita menelisik lebih dalam tentang Undang-Undang SISDIKNAS no 20 tahun 2003, belum ada penurunan indikator pada setiap aspeknya, seperti peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, dari sisi manakah kita mampu mengukur bahwa peserta didik telah memiliki kekuatan spiritual, dari taat dan disiplinnya menjalankan ajaran agama kah? atau dari tingginya nilai pelajaran agama peserta didik di sekolah.
Peserta didik juga secara aktif mengembangkan potensi dirinya memiliki pengendalian diri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengendalian diartikan sebagai proses, cara, perbuatan pengekangan. Dalam hal ini pengendalian apa yang diharapkan pada peserta didik, pengendalian dalam mengendalikan hawa nafsu, seperti yang banyak diperintahkan dalam ajaran agama, atau pengendalian diri dalam hal ambisi, kenginan jelek ataukah seperti apa?
Hal ini menjadi menarik dan menjadi kesempatan luas dalam forum diskusi, tentang bagaimanakah seharusnya tugas dan tujuan bimbingan dan konseling yang disandingkan dengan Undang-Undang SISDIKNAS no 20 tahun 2003. Namun pada kenyataannya yang menjadi fokus dari bimbingan konseling di sekolah adalah siswa-siswi yang mengalamisering terlambat, siswa yang sering terlambat, siswa yang sering malakukan kenakalan remaja lainnya.
Apakah hanya siswa yang bermasalah yang mendapatkan bimbingan dan konseling, padahal siswa terbagi menjadi dua kategori, yakni siswa normal dan abnormal. Siswa normal adalah siswa yang mayoritas di sekolah, sementara siswa abnormal adalah siswa yang minor, seperti siswa yang nakal dan sering melakukan kesalahan dan siswa yang mempunyai prestasi diatas rata-rata, seperti juara kelas, juara olimpiade dan lain sebagainya.
Melalui tulisan ini penulis mengajak para pembaca, khususnya para calon guru-guru gemilang, mahasiswa-mhasiswa yang membaca artikel ini, semoga di masa depan kita bisa membawa diri dan mampu menempatkan diri secara proporsional dan adil peran kita sebagai guru untuk membimbing siswa dalam mengembangkan potensi-potensinya, bukan hanya siswa yang bermasalah dan nakal menjadi perhatian utama kita atau siswa-siswi yang mempunyai prestasi cemerlang, namun siswa-siswa yang berada di tingkah menengah juga berhak mendapatkan perhatian yang sama. Semoga bermanfaat. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H