Mohon tunggu...
Raga Sajatining Harsa
Raga Sajatining Harsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

untuk tugas perkuliahan aku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kronologi Gugurnya Jenderal Achmad Yani Berdasarkan Kegiatan Keachmadyanian

4 Juli 2024   15:49 Diperbarui: 4 Juli 2024   16:02 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Operasi penumpasan G30S PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 bermula kala pagi hari di awal Oktober 1965 yang bersuasana sepi namun tegang. Sintong Panjaitan bersama beberapa personel RPKAD tengah bersiap hendak diberangkatkan ke Kuching, Malaysia jadi relawan. Namun agenda itu buyar, dia mendadak dipanggil oleh Feisal Tanjung. Bersama para komandan kompi di RPKAD dia kemudian menghadap Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Mereka diberi tahu bahwa suasana negara sedang genting. Sejumlah perwira tinggi di tubuh TNI termasuk Jenderal Achmad Yani menghilang. Mereka ditugaskan mencari keberadaan para jenderal yang hilang itu. Mereka juga diperintahkan memulihkan situasi keamanan di Jakarta. Khususnya, merebut kembali kantor RRI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat serta Lanud Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur. Dua tempat penting tersebut sempat dikuasai kelompok G30S. 

Kisi-kisi lokasi keberadaan para jenderal yang diculik datang dari Agen Polisi Dua Sukitman. Pada 1 Oktober subuh, dia juga ditangkap pasukan Pasopati. Ketika itu Sukitman tengah berpatroli di dekat rumah jenderal DI Panjaitan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Beruntung dia berhasil melarikan diri ke Markas Komando RPKAD di Cijantung, Jakarta Timur. Pada 3 Oktober 1965, RPKAD menerima laporan intelijen kesaksian Sukitman itu. Para jenderal dibawa ke Lubang Buaya, sebuah desa di timur Jakarta yang masih sepi penduduk. Di Lubang Buaya tercatat hanya terdapat 13 rumah. Berdiri terpencar jauh satu sama lain. Tak mudah bagi pasukan RPKAD menemukan titik lokasi penyekapan para jenderal. Lebih-lebih, Sukitman tak tahu persis tempatnya. Dibantu warga, pasukan Sintong menyisir seluruh tempat yang ada di desa itu. Berjam-jam menyisir, sering kali mereka menemukan gundukan tanah yang diduga sebagai timbunan baru, tapi gagal. 

Para jenderal dicurigai telah dibunuh dan dibuang ke sumur. Kecurigaan itu muncul setelah seorang warga menunjukkan tempat lain di bawah area pohon pisang. Tempat itu berupa sumur tua yang sudah ditimbun dan disamarkan. Sintong lalu meminta semua personel Peleton 1 Kompi Tanjung terus menggali lubang secara bergantian dengan warga. Di sumur itu ditemukan timbunan dedaunan segar, batang pisang, dan pohon lainnya. Mereka makin yakin para jenderal ditimbun di sana setelah menemukan potongan kain. Sumur tua itu berkedalaman 12 sampai 15 meter. Namun baru di kedalaman 8 meter sudah tercium bau busuk. Malam semakin larut, seorang personel RPKAD berteriak. Dia menemukan kaki tersembul ke atas dari dalam timbunan. Sintong meminta penggalian terus dilakukan dengan hati-hati. Jasad para jenderal ditemukan, bertumpuk di kedalaman 12 meter. 

Proses pengangkatan jenazah bermula kala temuan itu langsung dilaporkan kepada Feisal Tanjung dan diteruskan kepada Panglima Kostrad Mayjen Soeharto. Esok paginya, 4 Oktober 1965 digelar evakuasi dengan menerjunkan pasukan penyelam KKO. Menurut catatan, setidaknya ada 11 orang yang melakukan pengangkatan jenazah tersebut. Mereka adalah: Purnawirawan Pembantu Letnan Marinir Dua Sugimin, Winanto, Sutarto, Saparimin, J. Kandouw, A. Sudardjo, Hartono, Samuri, I. Subekti, dokter gigi Baharudin Sumarno, dan dokter tentara Kho Tjioe Liong. Proses pengangkatan jenazah tersebut diperkirakan berlangsung pada pukul 11.00 dan berakhir pada pukul 15.00. Ketika itu beredar informasi bahwa para jenazah ditemukan dalam keadaan dipotong-potong. Akan tetapi pada 2017, seorang sumber mengatakan bahwa jenazah para jenderal itu tidak seperti cerita yang beredar. Semua jenazah dalam keadaan utuh. Tidak ada yang matanya dicungkil atau kemaluannya dipotong, seperti cerita yang beredar, Saat itu pasukan evakuasi hanya dapat melihat kaki para jenderal yang dibuang. Hal ini menunjukkan jenazah dibuang dengan posisi kepala terlebih dahulu. Jenazah pertama yang diangkat adalah Pierre Tendean dan yang terakhir DI Panjaitan. Jenazah Jenderal Ahmad Yani dan Sutoyo sempat terjatuh kembali ke dasar sumur karena tali yang tidak kuat. Pada 5 Oktober, jenazah para perwira TNI AD tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Lalu, pada 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI--AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun