Mohon tunggu...
Raf Tisan
Raf Tisan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah mahasiswa pendidiakan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesetaraan gender di pondok pesantren : mewujudkan keadilan dalam tatanan sosial

15 Desember 2024   21:20 Diperbarui: 15 Desember 2024   21:20 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pondok pesantren (Dokumentasi pribadi)

Dalam pandangan masyarakat umum, gender seringkali disamakan dengan seks dan gender, namun kenyataannya seks dan gender adalah hal yang berbeda.  Secara linguistik, gender berasal dari bahasa Inggris, dan gender merupakan suatu penafsiran yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan berdasarkan sifat psikologis bawaan yang  tidak dapat diubah atau ditukar. Sedangkan gender merupakan ciri laki-laki dan perempuan yang telah lama diciptakan oleh masyarakat dan hakikatnya dapat dipertukarkan. Oleh karena itu, ciri khas ini tidak bersifat tetap dan dapat berubah seiring waktu dan tempat. Oleh karena itu, gender dapat diartikan sebagai seks sosial dan seks adalah seks biologis.

Gender  merupakan  perbedaan  yang  tampak  dari  seorang  lakilaki  dan  perempuan  dilihat  dari  nilai  dan  juga  tingkah  laku.  Gender  digunakan  untuk  memberikan  gambaran  mengenai kedudukan  laki-laki  dan  perempuan  dalam  kehidupan sosial.[1] Wanita adalah wanita, baik dalam perannya, perilakunya, mentalnya, maupun ciri-ciri yang  berkembang dalam masyarakat.[2] Perbedaan gender menyebabkan perbedaan gender, dan perbedaan gender menyebabkan beberapa sikap tidak adil.[3] Pandangan Bahwa Laki-laki Selalu Lebih Kuat Daripada WanitaBahkan ada pandangan yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki kedudukan lebih tinggi daripada wanita dan wanita harus selalu patuh dan tunduk kepada laki-laki. Cara berpikir seperti ini sudah lama lazim dalam kehidupan bermasyarakat, sejak zaman Nabi. Faktor penyebab ketimpangan gender adalah karena gender merupakan hasil konstruksi sosial dan budaya.[4] 

 

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gender merupakan ekspresi peranan atau kedudukan laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya masyarakat setempat. Peranan dan ciri-ciri yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan didasarkan pada adat istiadat dan budaya yang dipraktikkan hanya  oleh  satu jenis kelamin. Misalnya, dalam masyarakat, lazimnya laki-laki yang bekerja, maka laki-laki diberi peran sebagai pencari nafkah. Dengan demikian, laki-laki diberi peran sebagai pencari nafkah.

 

Pemahaman Islam terhadap keadilan dan kesetaraan gender  tidak terlepas dari peran tokoh-tokoh berpengaruh seperti kiyai dan Ulama.  Ilmu dan pemahaman yang mereka peroleh selalu diwariskan kepada para santrinya melalui  lembaga pendidikan yang disebut pesantren mempunyai pengaruh yang  besar terhadap pemikiran dan perilaku siswa. Sebab direktur adalah orang sentral yang terdampak. Murid-muridnya harus taat dalam ketaatan. Di pesantren, santri diberi tugas dan misi untuk belajar dan berkarya demi perubahan  masyarakat disekitarnya. Siswa tidak hanya tumbuh menjadi manusia yang cerdas, namun juga menjadi manusia yang bermoral. Salah satunya dengan menanamkan konsep keadilan dan kesetaraan gender yang mengubah opini masyarakat bahwa pesantren dipandang sebagai budaya  yang sangat patriarki. bahwa pengawas Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo berpendapat bahwa santri dan santri mempunyai persamaan tugas, kedudukan, tanggung jawab dan hak. Cara pandang ini tertanam dalam diri santri agar di  lingkungan pesantren tidak terjadi diskriminasi, baik itu diskriminasi terhadap laki-laki maupun perempuan. Praktik penyeimbangan peran kedua belah pihak ini diharapkan dapat menjadi acuan ketika santri tinggal di tengah masyarakat, dan tujuan akhir dalam mendorong kesetaraan gender tidak hanya di lingkungan  pesantren namun juga di masyarakat sekitar dapat tercapai. . Diimplementasikan pada lingkungan masyarakat yang lebih luas.

 

Santri sebagai agen perubahan  masa depan perlu dididik dan memperoleh berbagai ilmu agama yang unggul. Pesantren merupakan pesantren karena membantu memberikan pemahaman yang baik kepada santri. Saat ini  pesantren tidak boleh dianggap remeh dalam hal penyampaian ajaran agama yang  terbuka terhadap perkembangan dunia, namun tidak bertentangan dengan syariat Islam dengan berpedoman pada al-Quran dan Hadits, serta mematuhi pendapat para pesantren. gereja. Sarjana. Demikian pula, kurangnya perhatian terhadap pemahaman keadilan dan kesetaraan gender, sehingga menciptakan kesenjangan antara peran perempuan dan laki-laki. Namun di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo, pandangan pengawas terhadap keadilan dan kesetaraan gender terbuka, dan para santri juga mempunyai pandangan serupa. Menurut pelajar laki-laki dan perempuan, keadilan dan kesetaraan gender merupakan upaya untuk menjamin kesetaraan kesempatan tanpa memandang gender. Kendati demikian, bentuk-bentuk keadilan dan kesetaraan gender yang merasuki lingkungan pesantren tentu saja tidak melanggar sifat-sifat kodrat anak laki-laki dan anak perempuan. Siswa laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki struktur administratif mereka sendiri, yang memungkinkan keduanya bertindak secara mandiri dan  mengatur lingkup tindakan mereka sendiri. Untuk memungkinkan siswi perempuan mengekspresikan diri mereka dalam posisi kepemimpinan tanpa bergantung pada siswi laki-laki untuk kepemimpinan.

 

Bentuk kesetaraan gender di Pondok Pesantren sangat sensitif terhadap status laki-laki dan perempuan secara umum. Berbagai kegiatan yang mereka lakukan menunjukkan bahwa siswa laki-laki menghormati siswa perempuan, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, sebagaimana dikemukakan di atas, tidak terjadi diskriminasi gender di lingkungan pesantren, karena santri kerap kali terperangkap dalam  realitas gender yang berbeda. Bentuk keadilan dan kesetaraan gender di lingkungan Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari dapat dilihat melalui keikutsertaan anak laki-laki dalam tiga jenis peran:

 

  • Peran produktif adalah menghasilkan  barang untuk konsumsi bersama, suatu urusan yang biasanya dipegang oleh  perempuan. Keterlibatan siswa laki-laki dalam menjalankan peran ini dapat dilihat dari kegiatan menyiapkan makanan untuk dimakan oleh seluruh siswa
  •  Peran reproduktif adalah aktivitas pemberian layanan yang umumnya diberikan kepada wanita dan  dikatakan bersifat kewanitaan. Yang satunya adalah seorang wanita. Ketika siswa laki-laki melakukan aktivitas seperti membersihkan rumah dan mencuci piring, terlihat jelas bahwa siswa laki-laki terlibat dalam peran reproduksi tersebut.
  • Peran sosial adalah persamaan peran yang melibatkan laki-laki dan perempuan dalam kegiatan kemasyarakatan, dan partisipasi laki-laki dan perempuan memberikan peluang yang baik bagi kebebasan berekspresi baik bagi laki-laki maupun perempuan. Hal ini juga dilakukan di Pondok Pesantren Darussalam Bangunsari Ponorogo dengan mengadakan panitia acara, yang selalu menjadi penanggung jawab acara adalah santri  dan santri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun