Mohon tunggu...
Rafly Pradipta
Rafly Pradipta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di suatu Perguruan Tinggi di Indonesia

to infinity and beyond

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pajak Crypto di Indonesia: Apa yang Perlu Diketahui?

31 Januari 2025   20:25 Diperbarui: 31 Januari 2025   20:25 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Cryptocurrency atau aset kripto semakin populer di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Banyak orang mulai berinvestasi atau melakukan transaksi menggunakan aset digital seperti Bitcoin, Ethereum, dan berbagai altcoin lainnya. Namun, dengan popularitas yang meningkat, pemerintah Indonesia mulai memperhatikan aspek perpajakan dari aktivitas kripto ini. Artikel ini akan membahas bagaimana pajak cryptso diatur di Indonesia dan apa yang perlu diketahui oleh para investor dan pengguna kripto.

Di Indonesia, cryptocurrency tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Bank Indonesia (BI) telah menegaskan bahwa mata uang rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia. Namun, cryptocurrency diakui sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah mengeluarkan regulasi yang mengatur perdagangan aset kripto, termasuk persyaratan untuk platform perdagangan dan mekanisme perlindungan konsumen.

Meskipun cryptocurrency tidak diakui sebagai alat pembayaran, transaksi yang melibatkan aset kripto tetap dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), aset kripto dikategorikan sebagai aset tidak berwujud yang dapat dikenakan pajak. Berikut adalah beberapa jenis pajak yang mungkin berlaku untuk transaksi crypto:

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Setiap keuntungan yang diperoleh dari penjualan atau perdagangan aset kripto dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Tarif yang berlaku adalah tarif progresif sesuai dengan penghasilan wajib pajak, mulai dari 5% hingga 30%.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Transaksi jual beli aset kripto juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% (sesuai tarif terbaru yang berlaku sejak April 2022). PPN ini dibebankan kepada pembeli sebagai bagian dari harga pembelian.

3. Pajak atas Dividen atau Imbal Hasil

Jika investor menerima dividen atau imbal hasil dari investasi crypto, penghasilan tersebut juga dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Wajib pajak yang melakukan transaksi crypto diwajibkan untuk melaporkan penghasilan dan kewajiban pajaknya dalam SPT Tahunan. Platform perdagangan crypto yang terdaftar di Bappebti juga diwajibkan untuk memberikan laporan transaksi kepada otoritas pajak, sehingga memudahkan pelacakan dan penegakan kepatuhan pajak.

Meskipun regulasi pajak crypto telah diterbitkan, masih ada beberapa tantangan dalam implementasinya. Salah satunya adalah kesulitan dalam melacak transaksi crypto yang dilakukan di platform luar negeri atau melalui dompet digital pribadi. Selain itu, banyak investor crypto yang masih belum memahami kewajiban perpajakan mereka, sehingga diperlukan edukasi lebih lanjut dari otoritas terkait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun