ada tahun 2024, UIN Sunan Gunung Djati Bandung menyediakan kembali program KKN Tematik Halal bagi mahasiswa yang tertarik untuk melaksanakan KKN sebagai pendamping dalam pengajuan minimal 15 sertifikat halal. Untuk mengikuti program ini, Mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti serangkaian proses pembekalan dan pelatihan hingga akhirnya dinyatakan lolos. Adapun kegiatan KKN Tematik Halal UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini dilakukan dari tanggal 22 Mei 2024 hingga 30 Agustus 2024. Kemudian, Teknis dari pelaksanaan KKN ini dilakukan secara mandiri di domisili masing masing. Kendatipun diberikan kelompok, mahasiswa tidak diwajibkan untuk melaksanakannya secara berkelompok. Hal ini tentunya menciptakan banyak variasi dari cara mahasiswa untuk menyelesaikan target capaian 15 pelaku usaha. Melihat Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim, program KKN Tematik Halal ini menjadi salah satu jalan untuk mencapai target Industri Halal oleh pemerintah.
Indonesia dikenal dengan negara dengan penduduk muslim terbesar didunia dengan total persentase 87,2% dari total penduduk (BPS, 2024). Â Angka besar ini tentunya menuntut besarnya kebutuhan terhadap Industri Halal di Indonesia.[1] Seorang muslim diwajibkan untuk mengkonsumi makanan dan mimuman yang halal. Merespon terhadap hal tersebut, pemerintah melakukan serangkaian upaya untuk memastikan umat muslim bisa selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya[2]. Sehingga telah selenggarakan program sertifikasi halal dari pemerintah bagi para pelaku usaha. Terdapat dua jenis sertifikasi halal melalui BPJPH. Pertama, Sertifikat Halal Gratis bagi pelaku usaha Mikro dan Kecil (UMK). Kedua, Sertifikat Halal Reguler (berbayar) bagi pelaku usaha Mengengah Keatas. Dua sertifikasi ini diharapkan dapat memberikan sertifikasi yang menyeluruh dan merata di seluruh wilayah Indonesia.Â
Â
Dalam prosesnya, Proses sertifikasi Halal membutuhkan berbagai intrumen dalam pelaksanannya. Website OSS untuk pembuatan NIB, Website Sihalal untuk pengajuan sertifikat halal, Pendamping Proses Produk Halal (PPH) yang bertanggung jawab atas pendampingan terhadap pelaku usaha adalah serangkaian tahapan yang harus dilalui dalam proses sertifikasi halal. Praktiknya, Pendamping Proses Produk Halal (PPH) dibutuhkan sebagai pihak yang memastikan kehalalan produk makanan dan minuman. Adapun Rincian tugas dari pendamping PPH adalah melakukan sosialisasi, melakukan kunjungan ke Lokasi Usaha dan melakukan verifikasi terhadap kehalalan produk. Kemudian, pendamping akan melakukan verifikasi terhadap akun pelaku usaha melalui website Sihalal untuk kemudian bisa diajukan pembuatan sertifikat Halal. Pada faktanya, ada beberapa kendala yang dihadapi penulis sebagai pendamping PPH di kecamatan Garut dalam membantu pelaku usaha mendaftarkan sertifikat Halalnya.
Â
Kendala utama terkait adalah keterbatasan alat dan teknologi gawai yang dimiliki pelaku usaha dalam proses pengajuan sertifikasi Halal Gratis. Â Hal ini tentu menjadi sebuah kendala Ketika semua proses dalam pengajuan sertifikasi halal gratis dilakukan secara online melalui website sihalal. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pendamping PPH untuk bisa memberikan Solusi Ketika hal demikian terjadi. Dari 15 pelaku usaha yang didampingi oleh penulis, 10 diantaranya memiliki keterbatasan alat dan teknologi gawai.
Â
Kedua, umur para pelaku usaha yang sudah tua mengakibatkan adannya keterbatasan pemahaman terhadap gawai. Pada praktiknya, 12 dari 15 pelaku usaha yang didampingi oleh penulis adalah orang yang umurnya lebih dari 40 tahun. Dengan demikian, tantangan pendamping PPH adalah untuk bisa memberikan pemahaman dan bantuan dalam pengoperasian gawai. Tak jarang, pelaku usaha meminta bantuan kepada pendamping untuk melakukan semua input data oleh pendamping PPH.
Â
Ketiga. Kerap kali terjadi ketidakselarasan data antara KTP dengan data yang tercantum dalam Disdukcapil. Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, 6 dari 15 memiliki data tanggal, bulan dan tahun lahir yang tidak selaras dengan Disdukcapil. Ketidakselarasan data ini bisa terjadi karena beberapa hal. Satu, pelaku usaha salah melakukan input data pertama kali kepada Disdukcapil. Dua, pelaku usaha lupa telah melakukan perubahan data. Hal ini tentunya memakan waktu untuk menemukan data yang tepat untuk dimasukan kedalam website OSS untuk pembuatan NIB.