Mohon tunggu...
Rafly AlzetaMaulana
Rafly AlzetaMaulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Andalas

Menulis artikel untuk lebih mengenalkan lagi pentingnya kesehatan mental

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik Orangtua: Mengungkap Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan Psikologis Anak

16 Januari 2024   09:21 Diperbarui: 16 Januari 2024   09:52 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik Orang Tua dan Dampaknya Pada Psikologis Anak

Dalam melodi kehidupan keluarga yang rumit dan penuh warna, konflik orang tua muncul sebagai elemen tak terhindarkan yang memainkan peran krusial dalam tarian perkembangan anak-anak. Data terkini yang dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada bulan September 2023, memperlihatkan panggung realitas yang seringkali terabaikan dalam keseharian kita. 

Sebanyak 1800 kasus terkait Pemenuhan Hak Anak (PHA) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA) memberikan sorotan pada kerentanan anak-anak terhadap berbagai tantangan hak dan perlindungan. Dari total tersebut, tidak kurang dari 58,7% atau lebih dari seribu kasus berasal langsung dari lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. 

Lebih menarik lagi, analisis sebaran kasus menunjukkan bahwa tingkat konflik tertinggi terkonsentrasi di pulau Jawa. Provinsi Jawa Barat mencatatkan adanya persentase sebesar 22,8%, sementara Provinsi DKI Jakarta tidak jauh dengan persentase 22,6%. 

Fakta ini jelas memberikan dimensi baru pada tantangan yang dihadapi anak-anak di lingkungan keluarga, khususnya di dua provinsi ini, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan keamanan dan perlindungan. Namun, seiring dengan perluasan pemahaman ini, kita dapat melangkah lebih jauh untuk membahas dampak konflik orang tua pada perkembangan psikologis anak. 

Bagaimana setiap episode ketegangan di antara orang tua dapat menciptakan cakrawala emosional yang kompleks bagi anak-anak? 

Bagaimana konflik ini dapat menggiring mereka ke dalam ketidakpastian identitas dan kepercayaan diri yang rapuh? 

Esai ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan lebih mendalam lagi, membahas bagaimana memahami sisi psikologis anak dalam konteks konflik orang tua dapat membantu merancang strategi dukungan yang lebih relevan dan berdaya. Oleh karena itu, dalam esai ini kita akan menjelajahi kompleksitas konflik orang tua, membedah perincian pemicu konflik ini, dengan fokus pada dampak psikologis yang mungkin terbawa oleh anak-anak. Konflik orang tua sering dianggap sebagai elemen merugikan keluarga. Untuk itu melalui esai ini, saya percaya dapat menggambarkan dampak konflik orang tua terhadap kesejahteraan psikologis anak-anak dengan lebih mendalam.

Konflik orang tua, sebagai bentuk ketegangan dan perselisihan di dalam rumah tangga, dapat menciptakan dinamika yang penuh tantangan, terutama ketika anak-anak menjadi saksi. Reynold dan rekan-rekan (2014) mendefinisikannya sebagai konflik yang signifikan, memiliki dampak yang nyata terhadap perkembangan anak-anak. Terpapar pada konflik orang tua, anak-anak cenderung mengalami stres emosional dan psikologis, yang pada gilirannya dapat berpengaruh pada hasil perkembangan mereka. Faktor utama yang menyebabkan konflik orang tua seringkali berasal dari komunikasi yang buruk dalam keluarga, seperti yang telah diidentifikasi oleh penelitian Borst (2015). Terapis pernikahan dan keluarga melaporkan bahwa komunikasi yang tidak efektif menjadi keluhan umum dalam keluarga yang mengalami kesulitan, dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara sehat dapat menciptakan ketegangan, misinterpretasi, dan ketidakpuasan yang menjadi pemicu konflik. Khususnya, ketika konflik tersebut melibatkan isu-isu yang berkaitan dengan anak-anak, seperti hak dan kebutuhan mereka, maka komunikasi yang buruk dapat memperbesar potensi terjadinya konflik dan memperumit situasi. 

Adanya ketimpangan dalam alokasi sumber daya ekonomi dan kekuasaan, seperti yang terungkap dalam penelitian Marpaung dan Novitasari (2017), dapat menjadi pemicu konflik orang tua. Ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya ekonomi, seperti penghasilan dan harta, menjadi sumber disonansi yang signifikan. Ketika salah satu pihak merasa tidak adil dalam akses terhadap sumber daya, konflik pun muncul dengan sendirinya. Misalnya, perbedaan gaji atau kontrol keuangan dalam rumah tangga dapat menjadi pemicu ketegangan yang merugikan kedamaian keluarga. Selain itu, ketidaksetaraan dalam kekuasaan juga memiliki dampak serius. Perbedaan dalam pengambilan keputusan atau kendali atas aspek-aspek kunci kehidupan keluarga dapat menimbulkan ketidakpuasan dan konflik. Dalam kerangka ini, pemahaman mendalam terhadap ketidaksetaraan ini adalah langkah kritis dalam mengidentifikasi dan mengelola konflik orang tua, menciptakan fondasi yang lebih stabil dan harmonis untuk perkembangan anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun