Mohon tunggu...
Rafli Zulfikar
Rafli Zulfikar Mohon Tunggu... -

tak ada yang luar biasa dari Rafli

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Sepak bola dan "Market"

19 Februari 2011   17:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:27 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sepak bola dan Minimal state
Sepak bola adalah Olah raga yang lahir dari kaum pekerja di inggris pada saat terjadinya revolusi industri, tak heran jika hanya dengan sepak bola kaum pekerja bisa beraktualisasikan ekpresinya pada olah raga. Pada perkembanganya sepak bola menjadi industri, yang semula adalah oleh raga seperti biasanya. Sebenarnya, tidak hanya sepak bola banyak olahraga yang berkamuflase untuk menjadi industrialisasi seperti basket, motoGP, Formula 1 bahkan hampir semua Olah raga.
Sepak bola merupakan Olah raga Universal, yang tidak memandang Nilai, ruang dan waktu. Hajatan world cup salah satu contoh terbaik, dimana semua tim tidak memandang negara mana, ras apa, yang terpenting adalah bagaimana tim itu meraih juara. Apabila world cup di ibaratkan seperti tatanan masyarakat, world cup adalah contoh terbaik dari sistem Demokrasi liberal. Dimana world cup menjamin setiap negara peserta mendapatkan akses atau kesempatan untuk menjadi juara, entah itu negara kuat atau lemah serata terdapat aturan yang mengatur kepentingan umum seperti fair play. Kepentingan private tidak diatur dalam world cup, bayangkan apabila formasi tim diatur oleh penyelenggara pasti tidak menarik
Timbul pertanyaan besar “ bagaimana sepak bola merubah wajahnya yang semula menjadi olah raga pekerja menjadi olah raga yang digemari oleh sebagian besar penduduk bumi” hanya dengan yang seperti eropa lakukan yaitu menciptakan kompetisi yang bisa dijual. Siapa yang bisa melakukan itu? Ya Market mecanism. hanya dengan itu semua sepak bola dewasa ini menjadi olah raga yang paling populer, bahkan menjadi Agama baru.
Kompetisi domestik sebagai produsen yang menghasilkan pemain-pemain populer harus dibuat menjadi “persaingan” seperti kata Frederic Bastiat. Tidak bisa tidak. Tak heran jika sebagian besar pemain hebat dunia adalah “Made in Europe” yang notabene meliberalisasi kompetisi domestiknya agar terjadi kapitalisasi yang terjadi Persaingan, tentunya ini berkat kapitalisme global dan tidak itu saja berkat sepak bola negara akan dilihat oleh internasional, siapa yang tidak kenal dengan cameron, ivory coast(pantai gading) trinidat tobago. Negara-negara europe tidak ikut campur dengan permasalahan sepak bola hanya memberi kesamaan akses berupa aturan yang dibuat oleh federasi sepak bola negara masing-masing bukan malah negara ikut campu dengan urusan sepak bola seperti indonesia, klub bola masih disusui oleh APBD.
Lho klo di serahkan kepada Market Mechanism , klub kita belum dewasa? Hal ini sudah dilakukan tapi gagal. Kalo memang konsisten dengan Market Mechanism biarkan saja klub-klub yang tidak mampu jangan anda kasih lagi uang, kita sebenarnya harus berkaca pada Arema, Sriwijaya, Bontang FC. Tidak mampu itu kan karena klub-klub tersebut tidak laku untuk dijual, sering berantam, coba klub-klub tersebut berbenah diri seperti ketiga klub diatas, I think is’nt imposible untuk menjadikan semua itu seperti europe

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun