Mohon tunggu...
Rafli Zulfikar
Rafli Zulfikar Mohon Tunggu... -

tak ada yang luar biasa dari Rafli

Selanjutnya

Tutup

Politik

Logika Ekonomi Perminyakan yang Tersandera Politik

27 Maret 2011   05:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:24 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harga minyak yang terus naik, sebagai akibat krisis politik timur tengah yang terus bergejolak, berawal dari Tunisia, Mesir dan sekarang Libya, serta Negara timur tengah lainya meskipun intensitas bergejolaknya lebih kecil dari tiga Negara yang disebutkan tadi. Kondisi ini yang semakin tidak menentu, mengakibatkan semakin membuat fluktuatifnya harga minyak dunia, yang berakibat pada ketidakstabilan kondisi ekonomi suatu negara yang menggantungkan impor dan konsumsi yang tinggi untuk pemenuhan energi nasional. kita tau bahwa Negara diatas adalah Negara pengahasil minyak dunia.

Indonesia merupakan Negara yang statusnya adalah net importer juga mengalami imbas kondisi diatas. Kondisi naiknya harga minyak dunia, Kompas (8/3/2011) menyebutkan bahwa harga minyak global menyentuh angka USD 117,90 perbarel. Tentu hal ini berakibat pada pemenuhan kebutuhan energi nasional dan Stabilitas ekonomi dalam negeri seperti ancaman kenaikan harga-harga pangan dunia yang tentunya akan berimbas kepada rakyat, jelas ada pertambahan inflasi.

Melihat Patokan anggaran untuk bahan bakar minyak (BBM) pada APBN 2011 sebesar USD 80 perbarel, tentu kondisi defisit tidak main-main dan membutuhkan kebijakan yang tepat, cepat dan berani. Karena menyangkut isu-isu kenaikan BBM merupakan isu yang tidak Populis untuk di ambil, mengingat juga Posisi pemerintah yang belakangan di tempa oleh mafia pajaknll

Logika Ekonomi

Indonesia pasca keluar dari OPEC, yang berarti produksi minyak tidak mencukupi standart minimal yang ditentukan Oleh OPEC yaitu sebesar 1,4 juta barel perhari. Tercatat memang produksi minyak kita pada laporan APBN tahun 2010, lifting minyak tidak sesuai target yang ditargetkan 965 ribu barel perhari teryata hanya mampu menyentuh angka 955 barel perhari dan yang terbaru, terjadi penurunan menjadi 933 barel perhari. Hal ini sangat disesalkan karena Konsumsi minyak kita saja pada tahun 2006 sudah menyentuh angka 1,3 juta barel perhari, kondisi defisit seperti ini yang terjadi di dalam perminyakan nasional.

Kondisi seperti di atas, oleh pemerintah dipertahankan dengan menggelontorkan Subsidi BBM kepada rakyat, dengan estimasi patokan harga dalam APBN sebesar USD 85. Padahal setiap pertambahan per USD 10 pemerintah harus menambah anggaran Subsidi sebesar 7 triliun rupiah. Jadi jika harga minyak sekarang sudah menyentuh angka USD 115, pemerintah harus menambah anggaran sebesar 21 triliun perhari.

Logika Politik

Cara berfikir Politik jelas berbeda dengan cara berfikir Logika Ekonomi karena dua makhluk ini memang berbeda secara lahiriah tetapi saling kait-kelindan satu sama lain. Politik, menitik beratkan pada apa yang dikatakan Harold Laswell sebagai How get What, When, and Where?.

Penulis menggunakan Logika Politik yang seperti dirumuskan Laswell dalam judul bukunya tersebut. Logika ini menitik beratkan pada politik sebagai cara untuk meraih Kekuasaan. Tentu saja kekuasaan dalam era demokrasi sangat tergantung pada Partisipasi masyarakat dalam politik dan Partisipasi sendiri erat kaitanya dengan penerimaan masyarakat terhadap output yang dihasilkan Sistem politik (pemerintah).

Antara Logika Ekonomi dan Politik.

Pemerintah jelas, jika menggunakan Logika ekonomi, dalam menyelesaikan permasalahan diatas akan menaikkan BBM sekarang Juga, mengingat APBN yang terbebas Cukup tinggi yaitu sebesar 21 triliun perhari. Tetapi permasalahanya Pemerintah merupakan entitas politik yang terlembagakan sehingga pertimbangan politik sangat kelihatan dalam tarik ulur kenaikan harga BBM.

Mengapa demikian? karena tarik ulur kenaikan BBM akan berpengaruh pada opini public terhadap pemerintah yang artinya apabila opini publik mengalami penurunan juga akan berpengaruh pada terancamnya Kekuasaan.

Jelas pemerintah tidak akan mau gambling dalam konteks ini mengingat belakangan ini pemerintah mengalami penurunan kepercayaan public seperti merebaknya gerakan “Pemerintah berbohong” dan sejumlah kegaduhan politik yang mengakibatkan Menurunya kepercayaan Rakyat terhadap pemerintah.

Dari posisi ini, kita sebenarnya bisa melihat bahwa pemerintah lebih mengambil sikap mengamankan Politik dari pada pertimbangan Ekonomi. Jelas, dari sikap seperti ini akan berakibat pada Economic Cost yang harus ditanggung oleh pemerintah, katakanlah kondisi seperti ini bertahan sampai bulan depan berarti pemerintah harus menambal sebesar 630 trilun rupiah.

Penyelesaian

Menurut hemat penulis, kondisi ini harus diselesaikan dengan cepat, karena kalau sampai tidak Cost yang harus dibayar akan semakin tinggi. Memang pemerintah sudah menyediakan tiga opsi untuk menyelesaikan kondisi ini, yaitu antara lain:

Pertama: menaikkan BBM kepada semua kendaraan bermotor

Kedua: pengalihan dari konsumsi Bensin ke Konsumsi pertamax

Ketiga:penjatahan konsumsi BBM kepada kendaraan Mobil sebesar 500 dan tetapmemberikan subsidi terhadap kendaraan umum dan motor. (subsidi silang)

Penulis mengidentifikasi bahwa dari opsi ini sangat realistis untuk dilakukan, tetapi kalau dilihat dari segi kondisi Politik memang akan tetap tarik ulur karena tidak memungkinkanya diambil kebijakan diatas. Hal yang sangat realistis adalah melakukan Opsi ke 1 tetapi akan berakibat pada opini publik.

Penulis menawarkan opsi untuk melakukan kebijakan pembatasan yang sifatnya parsial misalnya kota yang mempunyai jumlah Konsumsi BBM Konsumtif tinggi diberlakukan pembatasan seperti kebijakan no 3 sedangkan kota yang memiliki jumlah konsumsi BBM rendah diberlakukan harga minyak seperti sediakala.

Pengaturan ini juga diserahkan kepada pemerintah daerah karena akan lebih efisien dengan tetap berpegangan pada kebijakan nasioanal. Kebijakan ini menurut penulis lebih kompromistis karena akan menekan penggunaan konsumsi BBM yang konsumtif dan mengakakibatkan pengematan Anggaran. Tentu Opsi ini, hanya akan berfungsi sebagai Shock therapy aatau bersifat darurat saja. Seterusnya harus dilakukan kajian tentang energy alternative dan kebijakan terhadap Konsumsi BBM yang komperhensif yaitu kebijakan yang mampu memilah BBM untuk Konsumtif atau Produktif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun