Mohon tunggu...
Rafli Syahrizal
Rafli Syahrizal Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Sastra Indonesia, UI

Tinggal di Depok. Belajar di SMAN 10 Bogor, UI, dan di manapun. Blog: https://rafleee.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Ondel-ondel untuk Mengamen

21 April 2021   15:21 Diperbarui: 21 April 2021   15:38 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasib seni tradisi Ondel-ondel kini serupa buah simalakama. Serba salah. Antara kesakrakalan tradisi dan kepentingan mata pencarian. Antara mengapresiasi atau kehilangan eksistensi. 

Makin berkurangnya panggilan pementasan seni, membuat para seniman dan pelaku ngamen Ondel-ondel menjajakan seni tradisi ini begitu murah. Panggung-panggung rakyat berganti lorong-lorong kampung, jalanan, dan pasar-pasar. Seni tradisi Ondel-ondel dipaksa ikut mengais rezeki, mengumpulkan receh demi receh. Ondel-ondel yang sejatinya dimaknai sebagai tradisi yang sakral, kini ditampilkan begitu sederhana---jika tidak ingin dikatakan melarat.

Ondel-ondel adalah sebuah boneka raksasa yang dimaknai masyarakat Betawi sebagai tradisi yang sakral dan dipercaya sebagai pelindung dari leluhur. Ondel-ondel dipercaya sebagai penolak bala, yang biasanya diletakkan di bagian muka atau depan suatu bangunan. Seni tradisi ini juga biasanya dipentaskan sebagai pembuka dalam pertunjukkan seni Betawi. Sebab itu, potretnya kini yang berbaur di tengah hiruk pikuk masyarakat menjadi fenomena yang miris. Pun di sisi lain menjadi dilematis, sebab ada kepentingan masyarakat kecil yang juga tak boleh diabaikan.

Eksistensi Ondel-ondel dalam media dan cara pertunjukkan sekarang, memang kurang layak. Namun, jika kita lihat dari perspektif para pelaku, hal ini menjadi wujud atau cara mereka tetap eksis di tengah arus zaman yang makin modern. Para seniman Ondel-ondel dapat memanfaatkan seni tradisi Ondel-ondel unruk menaikkan taraf hidup mereka. Pun dari sisi pengamen, yang notabene para remaja dan dewasa yang tidak memiliki aktivitas atau pekerjaan, dapat menjadi lebih produktif dengan mengamen Ondel-ondel. Bahkan, anak-anak pun tak jarang diajak untuk mengamen--barang tentu ini menjadi persoalan lain yang serius.

Ada tiga faktor penyebab fenomena mengamen Ondel-ondel ini marak di masyarakat kita, khususnya wilayah Jabodetabek. Pertama, kebutuhan ekonomi masyarakat yang memaksa mereka untuk mengamen, terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19. Kedua, kemajuan arus zaman yang membuat apresiasi masyarakat terhadap seni menjadi rendah. Ketiga, kekurangpedulian pemerintah dalam memfasilitasi dan memberi ruang bagi seniman untuk berpentas.

Kemajuan arus zaman membuat hadirnya jarak estetik yang berbeda antara generasi zaman dulu dan sekarang yang menyebabkan cita rasa seni tradisi sulit dinikmati generasi zaman sekarang. Jarak estetik yang berbeda ini terjadi karena perubahan sosial kultural. Sehingga, orientasi sosial masyarakat kita pun meminggirkan mereka, memandang para pengamen ondel-ondel rendah. Mereka tidak dilihat sebagai pelaku seni, melainkan pengamen pada umumnya. Hal itu pun membentuk masyarakat kita yang pada akhirnya memandang rendah seni tradisi Ondel-ondel. Ondel-ondel telah sejak lama  menjadi ikon kebudayaan Betawi. Sebab itu, jalanan bukanlah tempat yang layak bagi ikon tersebut.

Kemudian, fenomena mengamen dengan Ondel-ondel juga menjadi tamparan keras bagi pemerintah. Sebab, eksistensi Ondel-ondel yang hadir di tengah masyarakat kita, sedikit banyaknya terbantukan oleh para pengamen Ondel-ondel. Masyarakat menjadi lebih dekat dengan seni tradisi tersebut. Titik permasalahannya justru pada edukasi yang harus digalakkan kepada masyarakat tentang seni tradisi Ondel-ondel. Pemerintah dapat berperan dalam hal ini. Alih-alih melarang pengamen, tanpa memberikan solusi bagi kelanjutan hidup mereka. 

Pemerintah lebih baik, memfasilitasi para seniman Ondel-ondel ke dalam berbagai pesta kesenian rakyat, diajarkan di sekolah-sekolah, dan dilombakan. JJ Rizal dikutip dari Tirto menyebutkan bahwa fenomena Ondel-ondel dijadikan alat untuk mengamen ini bukan hal baru. Saat masa pemerintahan Wali Kota Jakarta, Sudiro, Ondel-ondel pernah dilarang untuk mengamen dan hasilnya Ondel-ondel itu hampir punah. Jika Ondel-ondel hanya diperbolehkan dipajang di tempat khusus saja, maka eksistensi Ondel-ondel akan kembali pudar. Sebab itu, Ondel-ondel harus tetap dekat dengan masyarakat, melalui berbagai kegiatan yang diperbantukan oleh pemerintah.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun