Mohon tunggu...
Mohamad Rafli Romadhon
Mohamad Rafli Romadhon Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

belajar dan berkarya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perjalanan Keluarga Perantau Penjual Kerupuk

9 April 2024   12:06 Diperbarui: 9 April 2024   19:13 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketahanan ekonomi seringkali menjadi tantangan besar bagi keluarga-keluarga di Indonesia, terutama bagi yang hidup dari usaha kecil. Namun, di tengah cobaan itu, ada kisah inspiratif dari keluarga pendatang yang berjuang keras untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Bertempat di Kalimantan Barat, tepatnya di daerah Pontianak. Kami mewawancarai Bu Amah seorang istri dari satu keluarga yang telah merantau dari Pulau Jawa Tengah dengan segenap harapan untuk memperbaiki kehidupan. Bu Amah dan keluarga tinggal di sebuah rumah kontrakan dengan biaya tujuh juta lima ratus ribu rupiah setiap tahunnya dengan luas rumah 12 x 7 m, didalam rumahnya terdapat satu ruang kamar tidur, ruang tamu dan ruang dapur, serta lantai rumahnya terbuat dari semen dan untuk dapur berlantaikan kayu papan. Keluarga ini menggunakan air galon sebagai sumber air minum dan untuk mandi dan mencuci mereka menggunakan PDAM, untuk keperluan memasak sehari-hari bu Amah menggunakan gas elpiji. Daya listrik yang digunakan dirumah ini sebesar 900 watt yang digunakan bu Amah dan keluarga untuk pemakaian TV, Kulkas, Rice Cooker serta satu HP untuk keperluan anaknya sekolah. Pengeluaran untuk listrik dalam sebulan bisa menghabiskan dua ratus ribu rupiah.

Rumah Tampak Depan.
Rumah Tampak Depan.

Ruang Dapur.
Ruang Dapur.

Bu Amah dan bapak memiliki dua orang anak yang mana Anak pertama mereka telah berkeluarga, sementara anak kedua mereka sedang mengenyam pendidikan di bangku SMP. Terkadang anak perempuan mereka membantu kebutuhan orang tuanya dengan membawa beras, minyak, dan sejumlah uang, namun hal ini tidak selalu terjadi setiap bulan. Karena anak perempuan mereka sendiri tidak bekerja, yang bekerja adalah menantunya sebagai karyawan kantor dengan gaji dua juta lima ratus ribu rupiah per bulan. Namun, mengingat mereka juga memiliki seorang anak yang masih kecil, mereka tidak terlalu mengharapkan bantuan dari anaknya tersebut.

Dengan usia yang tak lagi muda, bu Amah dan bapak berjuang keras menjalankan usahanya, Dimana mereka sadar mereka tidak memiliki aset tanah maupun kebun jadi usaha inilah yang dapat mereka andalkan untuk hidup. Dalam menjalankan usahanya bu Amah akan menggoreng kerupuk dan membungkusnya sedangkan bapak setiap hari dari pukul tujuh pagi sampai enam petang akan berkeliling menitipkan kerupuk dagangan mereka di warung-warung. Pendapatan dari hasil penjualan kerupuk yang mereka peroleh setiap bulannya berkisar dua juta sampai tiga juta rupiah. Dan mereka harus memastikan biaya kontrakan, kebutuhan dapur, listrik, air, dan kebutuhan sekolah anak terpenuhi dengan penghasilan tersebut.

Namun, keluarga ini mendapatkan bantuan dari program pemerintah yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) dengan jenis Pendidikan yang di peruntukkan untuk anaknya yang sedang sekolah. Melalui program ini, mereka menerima bantuan uang tunai sebesar satu juta rupiah setiap tiga bulan sekali.

Wawancara dan observasi mendalam dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun