[caption id="attachment_298418" align="alignnone" width="576" caption="http://www.flickr.com/photos/atjeh_group/12491098153/"][/caption]
Kekerasan politik kembali terjadi di Aceh. Kali ini menimpa seorang Calon Legislatif (Caleg) asal Partai Nasional Aceh (PNA) nomer urut 1, dapil II Sawang-Meukek, Aceh Selatan Faisal, tewas setelah diberondong 46 timah panas yang diduga berasal dari tembakan senjata laras panjang.
Peristiwa mengenaskan tersebut terjadi sekitar pukul 21.00 ketika mobil yang dikendarai korban melaju di kawasan Gunung Genting Mancang Kecamatan Meukek Aceh Selatan pada minggu malam lalu. Di tengah jalan korban dihadang sekelompok orang tak dikenal bersenjatakan laras panjang dan langsung menembaki Honda Freed yang dikendarai oleh korban. Karena terjangan peluru yang begitu deras, korban pun akhirnya tewas di tempat.
Kejadian ini adalah kejadian kesekian kalinya terjadi di Aceh jelang pemilu. Sebelumnya, pada pemilukada 2012 setidaknya belasan orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat teror yang ditebar oleh simpatisan Partai Aceh (PA) yaitu Ayah Banta cs. Ayah Banta dan rekan-rekannya dihukum berat atas perbuatannya tersebut. Lalu pada pertengahan tahun lalu, seorang anggota PNA pun tewas ditembak oleh oknum PA atas perintah seorang anggota DPRK asal PA juga, Tgk Ilyas. Dan peristiwa penganiayaan seorang Ketua PNA Kuta Makmur, Juwaini hingga tewas di Aceh Utara yang pelakunya juga ditengarai berasal dari oknum PA. Peristiwa-peristiwa kekerasan tersebut jauh lebih banyak apabila dihitung dengan berbagai tindak kekerasan lainnya seperti intimidasi, penyerangan posko partai, pembakaran mobil caleg hingga pengerusakan rumah caleg.
Rentetan kekerasan politik Aceh tersebut menandai betapa panasnya suhu politik Aceh setiap jelang pemilu. Aparat keamanan dan penegak hukum seolah tak berdaya dalam menghadapi apalagi mencegah peristiwa-peristiwa ini. Tindakan Polisi pun masih berkutat seputar penyelidikan dan razia-razia yang jauh dari membuahkan hasil yang diharapkan. Sementara Jaksa dan Hakim meringkuk ketakutan ketika mulai menyidangkan kasus-kasus kekerasan politik yang melibatkan oknum partai penguasa.
Ironisnya, para elit Pemerintah Aceh pun bergeming dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Bahkan Wagub Aceh, Muzakkir Manaf tak henti-hentinya menebar pesan intimidasi dan penghinaan yang diarahkan kepada PNA. Belakangan Wagub Aceh memelesetkan kepanjangan PNA dengan Partai Nasrani Aceh. Sebelumnya ia juga mengungkapkan emosinya dengan menyebut kata yang kurang pantas di hadapan publik dalam menanggapi kematian kader PNA, Juwaini.
Saya memperkirakan keadaan ini akan terus terjadi sebelum ada langkah nyata dari para penegak hukum. Polisi perlu memusatkan perhatian dengan mempertimbangkan trend yang terus terjadi di Aceh setiap jelang pemilu. Antisipasi-antisipasi perlu dilakukan agar kejadian ini tidak terulang kembali. Langkah-langkah yang integratif disertai koordinasi yang baik antara aparat menjadi utama dalam menjamin kesuksesan pemilu mendatang di Aceh. Sementara itu, partai-partai yang akan bertarung di Aceh sebaiknya duduk bersama, bukan hanya sekedar acara-acara seremonial belaka seperti ikrar pemilu damai dll, namun lebih kepada melihat peristiwa kekerasan politik yang harus dibicarakan dan dicarikan jalan keluar bersama.
Rafli Hasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H