Demikian saya menyebutnya sebagai "the Unsung Hero" (Pahlawan tanpa tanda jasa), setelah saya membaca buku "Dari Rimba Aceh ke Stockholm". Sebuah catatan Dr Husaini Hasan pada saat mendampingi Proklamator Aceh Merdeka Tengku Hasan Djik Di Tiro dalam perjuangan penuh dengan pengorbanan, darah, air mata disertai dengan keyakinan yang kuat untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Aceh pada masa lampau.
Saya bersyukur bahwa akhirnya buku ini terbit sehingga dapat dinikmati para pembaca khususnya para pembaca Aceh yang hingga saat ini masih sering bertanya-tanya akan kejelasan sejarah dan tokoh-tokoh Aceh yang benar-benar berjuang untuk kepentingan rakyat Aceh. Buku ini juga menjadi tambahan catatan sejarah Aceh dari sudut pandang seorang tokoh yang meskipun perannya terbilang besar, namun (mungkin) terlupakan oleh sebagian rakyat Aceh dan (mungkin dengan sengaja) dilupakan oleh teman-teman seperjuangannya dulu yang kini menduduki jabatan-jabatan strategis dalam birokrasi Aceh.
Secara detail, kisah Dr Husaini ini mengupas latar belakang para pejuang Aceh Merdeka, ideologi yang membentuknya dan keinginan yang berangkat dari niat yang tulus dan ikhlas untuk menuntut keadilan bagi rakyat Aceh. Dr.Husaini secara runut juga membahas setiap detail upaya perdamaian dan konspirasi yang menyelimuti para elite Aceh Merdeka setelah kondisi kesehatan Wali Negara yang terus memburuk pada awal tahun 2000an. Penyingkiran dan pembunuhan tokoh-tokoh karismatik Aceh oleh sesama elit Aceh Merdeka dan upaya-upaya tak elok merebut hati dan perhatian Wali Negara demi kepentingan kelompok tertentu, bukan bagi kepentingan rakyat Aceh sebagaimana yang diperjuangkan sejak awal.
Saya melihat Dr.Husaini tetap istiqomah dalam perjuangannya, meskipun Aceh “tidak merdeka”sebagaimana yang dicita-citakan, namun keinginan dan niat tulus kepada rakyat Aceh tak pernah pupus dan lekang dimakan usia. Bahkan di dalam buku ini, Dr Husaini mengurai dengan rinci konsep-konsep dan gagasan pembangunan Aceh di masa yang akan datang sebagaimana dicita-citakannya, sebagai bentuk perhatian dan partisipasi aktif sebagai orang Aceh.
Meskipun demikian, saya juga berbeda pendapat dalam beberapa bab salah satunya adalah pemikiran beliau tentang “model Uni Eropa” yang digagas sebagai bentuk negara Indonesia. Dalam bab ini, Dr Husaini menggagas model “negara persatuan” untuk Indonesia. Saya berpendapat, pembentukan sebuah negara tidak hanya didasarkan pada konsep “self determination”atau pernyataan “kemerdekaan adalah hak setiap bangsa” sebagaimana tercantum dalam konstitusi, namun pembentukan sebuah negara dilandasi dengan nilai-nilai sejarah yang tentunya berbeda di setiap negara/bangsa.
Upaya pembentukan Uni Eropa telah dimulai sejak 3000 tahun lalu, ketika bangsa Celt menguasai daratan Eropa. Kemudian Bangsa Celt digantikan oleh Kekaisaran Romawi yang terus secara berganti-ganti mulai kekaisaran Frank, Holy Rome, Napoleon Bonaparte hingga Adolf Hitler. Dilandasi oleh kehancuran total akibat perang dunia pertama dan kedua, dan didorong oleh keinginan menghilangkan perang di daratan Eropa maka Jerman, Perancis dan Italia beserta negara-negara Benelux (Belanda, Belgia dan Luxemburg) membentuk European Coal and Steel Community tahun 1951 yang merupakan komunitas perdagangan antar sesama negara dalam komunitas. Selanjutnya berkembang menjadi European Economic Community tahun 1958 yang terus berkembang menjadi kerjasama ekonomi Eropa bernama lalu European Community dan akhirnya Uni Eropa yang tidak saja terbatas pada kerjasama ekonomi namun juga politik. Oleh karenanya bisa dikatakan bahwa pembentukan Uni Eropa dilandasi oleh komunitas ekonomi untuk membangun Eropa. Hal ini berbeda dengan Indonesia, pembentukan Indonesia sebagai bangsa dimulai pada tahun 1928 saat Sumpah Pemuda dengan landasan perasaan senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa-bangsa yang hidup dalam penjajahan selama beratus-ratus tahun.
Berangkat dari pemahaman tersebut, konsep Dr. Husaini untuk membentuk“negara persatuan”bagi Indonesia menurut saya kurang tepat. Sebab apa yang diperjuangkan oleh para “bapak pendiri bangsa” Indonesia ketika itu sangatlah berbeda dengan model Uni Eropa. Yang satu dilandasi faktor ekonomi sementara yang lainnya dilandasi perasaan yang sama sebagai korban dari kolonialisme.
Terlepas dari hal tersebut, saya tetap menghormati pendapat Dr. Husaini, yang bagaimanapun juga beliau terus berjuang dengan caranya sendiri untuk memberikan pengabdian terbaik bagi rakyat Aceh, sebagaimana pendapatnya majunya Aceh, juga majunya Indonesia. Oleh sebab itu saya menganggap beliau adalah the Unsung Hero, seorang pahlawan sejati yang tidak memerlukan penghargaan, tanda jasa atau bahkan jabatan namun tanpa kenal lelah terus berfikir dan berbuat bagi kemajuan Aceh yang dicintainya.
[caption id="attachment_349591" align="alignnone" width="347" caption="https://www.flickr.com/photos/atjeh_group/16444914961/"]
Rafli Hasan
Sumber:
1.Buku “Dari Rimba Aceh ke Stockholm” karya Dr. Husaini Hasan, SpOG
2.Wikipedia---Uni Eropa