Selasa lalu, 81 orang anggota DPR Aceh periode 2014-2019 secara resmi dilantik dan disumpah jabatannya untuk mengemban amanah rakyat 5 tahun ke depan dalam sidang istimewa di gedung DPRA. Para wakil rakyat Aceh yang berasal dari 10 partai nasional dan 3 partai lokal ini, menjadi harapan baru bagi rakyat Aceh (atau mungkin satu-satunya harapan rakyat Aceh) untuk 5 tahun ke depan dalam mengupayakan perbaikan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat Serambi Mekah.
Disadari atau tidak, tugas yang akan diemban oleh para wakil rakyat yang baru ini tidaklah ringan, karena selain merencanakan dan menyiapkan qanun dalam periode ini, mereka juga dibebani dengan "PR" para anggota DPRA periode sebelumnya yang belum terselesaikan. Sebagaimana diketahui, setidaknya masih terdapat 12 qanun prioritas yang belum terselesaikan dari 21 yang diusulkan oleh badan legislasi DPRA periode sebelumnya. Situasi seperti ini tentu bisa dikatakan bahwa DPRA periode praktis belum banyak berbuat untuk kebaikan rakyat Aceh.
Gaji Buta
Ketua Badan Legislasi DPRA periode lalu, Abdullah Saleh beralasan bahwa keterlambatan penyelesaian qanun-qanun berkaitan dengan pelaksanaan pemilu 2014 lalu sehingga anggota DPRA lebih memprioritaskan perhatiannya kepada hal-hal yang berkaitan dengan kampanye untuk terpilih kembali (http://www.ajnn.net/2014/05/produk-qanun-2014-nol-dpra-optimis-80-persen-selesai/). Wakil Ketua DPRA periode itu, Sulaiman Abda pun menambahkan bahwa prioritas 12 qanun tersebut berkaitan dengan masa tugas DPRA 2014 yang lebih kurang hanya 8 bulan sehingga diperkirakan sulit untuk mencapai target, apalagi ditambah dengan beberapa qanun "PR" tahun anggaran yang 2013 yang jauh dari selesai apalagi paripurna. Sampai dengan akhir masa jabatan DPRA periode sebelumnya, hanya mampu menyelesaikan 47 qanun yang terdiri dari 35 qanun pemerintahan dan 12 qanun publik. Padahal pada periode sebelumnya parlemen Aceh berhasil menyelesaikan 107 qanun yang terdiri dari 71 qanun pemerintahan dan 35 qanun publik. Pertanyaannya sekarang adalah, apa saja yang menjadi kendala DPRA periode 2009-2014? Apakah Aceh keterbatasan dana? Sepertinya tidak, perlu diketahui hingga tahun 2027 nanti Aceh setidaknya akan menerima 650 trilyun rupiah yang berasal dari dana otsus. Atau karena kapabilitas para anggota DPRA? bisa jadi mengingat sebagian besar di antaranya merupakan eks kombatan GAM rendah pendidikannya, ataupun jika berpendidikan miskin pengalaman dalam dunia politik dan lebih parahnya lagi miskin pula dalam empati kepada rakyat Aceh. Oleh karenanya tak berlebihan rasanya apabila saya menyebut DPRA periode lalu tak lebih daripada sekelompok orang pemakan gaji buta.
Harapan Baru
Bagi saya pribadi, persoalan mendasar yang terjadi di tubuh DPRA lalu adalah political will yang rendah. Niat yang memang hanya mencari keuntungan dan fasilitas jabatan, bukan untuk melayani masyarakat sebagaimana fitrahnya. Hasil evaluasi 9 LSM Aceh menyebutkan bahwa DPRA periode lalu kurang memahami tata cara pembuatan qanun, mulai dari penjaringan aspirasi hingga sosialisasi ke publik. Kalaupun terdapat sosialisasi sebatas prosedural semata seperti qanun Wali nanggroe dan lambang bendera Aceh yang akhirnyapun hingga saat ini terkendala di pemerintah pusat. Dalam hal aspirasi, DPRA juga sering terjebak dalam program aspirasi yang sarat dengan korupsi dan kolusi. Alih-alih menjaring aspirasi publik dengan dana tersebut, justru dana itu dimanfaatkan untuk keperluan kampanye atau kepentingan pribadi. Dan yang paling penting adalah tidak adanya political will yang baik bagi para wakil rakyat ini untuk benar-benar bekerja, berjuang dan perupaya keras untuk andil dalam menciptakan pemerintahan Aceh yang bersih, transparan, akuntabel dan anti korupsi.
Hal-hal di atas tentunya diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi para anggota dewan yang baru untuk tidak lagi terjebak dalam situasi yang sama agar harapan rakyat tidak lagi menguap menjadi mimpi-mimpi di siang bolong. Saya menilai dengan disiplin, etos kerja dan keinginan yang besar untuk tidak bosan-bosannya MENDENGAR keluh kesah rakyat Aceh yang terkadang memerahkan telinga, namun bertujuan baik demi terciptanya Aceh yang maju, modern dan islami.
Sejujurnya saya menaruh harapan yang begitu besar terhadap DPRA yang baru ini (meskipun masih terdapat muka-muka lama yang tak bersahabat dan menanggung "dosa" periode sebelumnya) meskipun di antaranya masih adapula 2 orang yang dilantik lalu terlibat kasus korupsi, namun setidaknya hal itu tidak berpengaruh besar bagi 79 anggota lainnya. Semoga DPRA kali ini dapat menjalankan amanah rakyat dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, melepas semua kepentingan pribadi dan kelompok serta berkomitmen penuh untuk MELAYANI rakyat Aceh 5 tahun kedepan dengan lebih baik.
Rafli Hasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H