Heboh berita pertemuan rahasia antara Kepala BIN dengan Gubernur Papua Lukas Enembe beserta para pejabat lainnya seperti Kapolri dan jajarannya beberapa waktu, membuat sejumlah pihak kebakaran jenggot. Bahkan sampai-sampai Lembaga sekelas Komnas HAM pun mengeluarkan release pers dengan menyatakan sikap resmi Komnas HAM terkait pertemuan tersebut.Release resmi itu menyebutkan bahwa Komnas HAM bersama Lembaga Pemantau Internasional secara intensif monitor gerakan BIN dalam menjaga keselamatan nyawa Gubernur Papua Lukas Enembe (https://www.citizenjournalism.online/2017/09/15/komnas-ham-monitor-gerakan-bin-dan-gubernur-papua/).
Dalam release resmi tersebut, secara khusus Komnas HAM tampak sekali merasa "terganggu" dengan kehadiran Paulus Waterpauw. "Pertemuan antara Lukas Enembe dan Kepala Badan Intelijen Negara Republik Indonesia tanggal 4 September 2017 dengan menghadirkan Paulus Waterpauw cukup mengagetkan kita semua kanapa Kepala BIN hadirkan Kapolda Sumatera Utara, kenapa bukan Kapolri di Mabes Polri kalau hanya soal kasus yg dihadapi oleh Pak Lukas Enembe?" (https://www.citizenjournalism.online/2017/09/15/komnas-ham-monitor-gerakan-bin-dan-gubernur-papua/).Kenapa harus kaget?bukankah Paulus Waterpauw salah satu putra terbaik Papua saat ini?
Mantan Kapolda Papua tersebut bukankah wajar apabila dipanggil untuk dimintai pandangannya soal keamanan Papua dari sudut pandang seorang putra daerah? sebagai penjuru terdepan dalam sistem keamanan negara, BIN saya kira memiliki kewenangan untuk memanggil siapa saja yang dapat memberikan pandangan, informasi maupun data. Demikian pula, semua lembaga diwajibkan untuk membuka dan memberikan keterangan yang diperlukan oleh BIN. (mungkin hal ini lebih jelasnya dapat dilihat di UU intelijen Negara, mohon koreksi para pembaca kalau saya salah).
Selanjutnya, "Setelahmembaca laporan yang disampaikan melalui media sosialjuga bertemu berbicara langsung langsung dengan Lukas Enembe, Ketua DPR Papua, Ketua MRP Papua dan Ketua Relawan Lukas Enembe. Komnas HAM melihat Lukas berada dibawah tekanan luar biasa dan Komnas HAM sebagai lembaga penjaga kemanusiaan harus selamatkan seorang putra terbaik bangsa Papua ini" (https://www.citizenjournalism.online/2017/09/15/komnas-ham-monitor-gerakan-bin-dan-gubernur-papua/).Pertanyaan besar dari release ini adalah, dapatkah media sosial dijadikan sumber data yang valid? Lalu, foto di atas, apakah menunjukkan Gubernur Papua dalam keadaan terancam?
Pada era teknologi yang semakin canggih seperti saat ini, siapa saja bisa mengirimkan berita untuk menyampaikan opini pribadinya, sama halnya seperti tulisan ini. Atau bahkan menyebarkan berita hoax yang tidak bisa dijamin kebenarannya. Jangankan via media sosial, terkadang berita yang direlease situs-situs berita pun banyak yang menjebak dan hoax. Lalu, apakah sedangkal itu Komnas HAM merespon berita/isu yang belum jelas kebenarannya? apalagi sejumlah pejabat yang terlibat dalam pertemuan tersebut telah release resmi bahwa apa yang diduga Komnas HAM tersebut tidak terjadi (https://news.detik.com/berita/d-3645366/bertemu-kepala-bin-kapolri-lukas-enembe-diskusi-persatuan-di-papua).
Bagian selanjutnya berupa "peringatan Komnas HAM kepada BIN" yang menurut saya ada baiknya BIN merespon sesuai dengan tugas dan kewenangannya selama ini. Karena saya melihat dalam hal ini, justru Komnas HAM telah melampaui kewenangannya tanpa dilandasi data dan fakta yang valid melalui sumber yang dapat dipercaya.
Persoalan politik jelang pilkada serentak di Papua, pasang-memasang calon pun sudah menjadi hal yang wajar. Bahkan sebelum pertemuan itu heboh diberitakan saya sudah menyampaikan ide gila soal memasangkan Lukas-Waterpauw, juga menempatkan para putra terbaik Papua lainnya pada perangkat daerah di Papua (http://www.kompasiana.com/raflihasan/59ae4e82953d8f0d7f1c60f3/siapa-putra-terbaik-papua-2018).Apakah ide tersebut juga akan dijadikan skenario jahat terstruktur oleh Komnas HAM? yang benar saja...
Melihat persoalan di atas, saya menilai Komnas HAM saat ini tengah dimanfaatkan sebagai panggung politik Natalius Pigai yang memang satu-satunya calon gubernur Papua yang tidak punya "panggung".Coba lihat, Lukas Enembe jelas ia merupakan Gubernur petahana, Paulus Waterpauw? ia mantan Kapolda Papua, John Wempi? ia Bupati petahana Puncak Jaya, Ones Pahabol? mantan Bupati Yahukimo 2 periode. Buat apa Komnas HAM terlibat dalam isu politik yang tidak ada kaitannya dengan tugas dan fungsinya? apalagi sampai mengeluarkan release pers resmi menyikapi isu yang belum jelas sumber dan faktanya?Saya berharap dugaan saya salah, sebab bila benar adanya sayang sekali jika Lembaga negara seperti Komnas HAM yang memiliki reputasi baik selama ini dijadikan sebagai alat untuk ambisi dan kepentingan politik salah satu Komisionernya?
Salam Kejujuran
Rafli Hasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H