Mohon tunggu...
Rafli Hasan
Rafli Hasan Mohon Tunggu... -

columnist, urban traveler, blogger

Selanjutnya

Tutup

Politik

Referendum Untuk Bendera Aceh, Perlukah?

23 Mei 2013   09:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:09 1063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_244852" align="aligncenter" width="611" caption="Bendera GAM menjadi Bendera Aceh, Perlukah? (Sumber: http://www.atjehcyber.net/2013/05/dpr-aceh-akan-referendum-soal-bendera.html#ixzz2TyxA4Kwo)"][/caption]

Hari ini, direncanakan dilaksanakan pertemuan ketiga antara delegasi RI dan Pemerintah Aceh dalam membahas Qanun  No.3 tahun 2013 tentang Lambang dan Bendera Aceh. Pertemuan direncanakan di Hotel Salak Bogor pagi ini sekitar pukul 10.00. Agenda pembahasan adalah poin-poin yang belum disepakati khususnya perihal Bendera Aceh yang sama dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang hingga kini masih dipertahankan dengan keras oleh Pemerintah Aceh dengan berbagai dalil dan aturan hukum, meskipun berbagai pengamat menilai Pemerintah Aceh telah salah dalam menterjemahkan pasal-pasal dalam UUPA maupun MoU Helsinki sendiri. (http://www.crisisgroup.org/en/regions/asia/south-east-asia/indonesia/b139-indonesia-tensions-over-acehs-flag.aspx?alt_lang=id).

Akibat perundingan yang berjalan cukup alot ini, Tim Juru Runding Pemerintah Aceh membahas Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh menawarkan opsi jajak pendapat (referendum) apabila dalam perundingan dengan Pemerintah Pusat mengalami kebuntuan. Ketua Tim Juru Runding Pemerintah Aceh Abdullah Saleh SH kepada Serambi Selasa (21/5) mengatakan, opsi referendum menjadi salah satu pilihan apabila tim dari Pemerintah Pusat tetap bersikukuh meminta Pemerintah Aceh dan DPRA mengubah sedikit pada tampilan bendera dan lambang Aceh yang sudah disahkan dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013.(http://aceh.tribunnews.com/2013/05/22/tim-aceh-tawarkan-opsi-referendum).

Pertanyaannya sekarang adalah, layakkah atau perlukah melakukan sebuah referendum demi sebuah qanun? Menurut Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Djohermansyah Djohan Aceh tak bisa melakukan referendum meski qanun yang mempersoalkan lambang bendera tak disetujui pemerintah pusat.Tidak ada aturannya dalam Undang-undang bahwa dapat dilakukan referendum, baik dalam UU Aceh maupun nasional. Sementara dari pihak delegas Pemerintah Aceh sendiri, referendum tersebut bertujuan untuk memperoleh pendapat langsung dari masyarakat perihal bendera tersebut.

Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan bahwa apabila tidak diperoleh titik temu terkait dengan lambang dan bendera tersebut, maka pembahasannya dihentikan saja dan diserahkan kepada keputusan Presiden untuk membatalkan qanun yang bertentangan dengan UU tersebut. Tentu saja, sebagai pengemban amanah UU, Presiden akan komitmen untuk membatalkan semua qanun yang melanggar konstitusi negara, termasuk Qanun Lambang dan Bendera Aceh. Hal ini juga terjadi ketika Presiden Barack Obama yang diprotes warga AS ketika ia memerintahkan membangun masjid di bekas lokasi runtuhnya menara kembar World Trade Center (WTC). Warga menolak karena menganggap pembangunan rumah ibadah tersebut menyakiti perasaan keluarga para korban WTC. Namun demikian, Obama dengan tegas menyatakan untuk terus melanjutkan pembangunan masjid itu sebab ia berpegang teguh sebagai pengemban amanah dari konstitusi AS.

Selain daripada itu, apabila memang referendum dilakukan, apakah pemerintah Aceh dapat menjamin bahwa hal itu dilakukan secara jujur dan adil serta betul-betul mewakili aspirasi masyarakat? Tidak semua orang Aceh mantan kombatan ataupun simpatisan GAM. Belum lagi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk melakukan referendum tersebut, sementara kondisi perekonomian masyarakat Aceh pun dinilai belum membaik dimana masih terdapat ratusan ribu pengangguran dan 900 ribu lainnya hidup di bawah garis kemiskinan. Dan pertanyaan yang paling penting adalah, seberapa pentingnya lambang dan bendera Aceh tersebut hingga lebih penting dari kesejahteraan rakyat Aceh yang hingga saat ini belum terealisir? apakah marwah dan manfaat bendera Aceh bagi rakyat? Toh, itu bukan bendera nasional karena memang tidak memiliki syarat primer maupun sekunder dimana setidaknya bendera tersebut diakui oleh dunia internasional.

Setiap pejabat negara adalah pengemban amanah konstitusi sehingga berkewajiban untuk menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Para pejabat tersebut disumpah untuk mematuhinya dihadapan kitab suci masing-masing, disaksikan oleh ratusan undangan serta jutaan mata lainnya. Maka, menjadi hal yang sangat khianat apabila para pejabat itu melanggar atau bahkan mengangkangi konstitusi demi kepentingan kelompok dengan melupakan rakyatnya sendiri. Demikian pula halnya dengan para pejabat dalam pemerintahan Aceh, semuanya merupakan pengemban amanah konstitusi dan rakyat oleh karenanya sungguh sangat diharapkan untuk kembali kepada fitrahnya tersebut.

Rafli Hasan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun