Mohon tunggu...
M. Rafli Gani Arief
M. Rafli Gani Arief Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggali Dimensi Sosial-Politik dalam Film "Eksil" dan Pandangan Marxisme - Post Marxisme

30 Oktober 2024   22:48 Diperbarui: 30 Oktober 2024   22:56 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam film "Eksil" karya Lola Amaria, kita dihadapkan pada narasi yang membangkitkan kesadaran sejarah Indonesia pasca-1965. Film ini bukan sekadar refleksi atas masa lalu, tetapi juga sebuah analisis sosial politik yang mendalam melalui kacamata Marxisme-Post Marxisme dan teori Slavoj Žižek. "Eksil" mengajak penonton untuk menyelami pengalaman identitas yang terfragmentasi, alienasi yang mendalam, dan semangat perlawanan yang tak pernah padam. Dengan menggali lapisan-lapisan trauma dan memori kolektif, film ini menawarkan perspektif baru dalam memahami dinamika sosial politik yang terus beresonansi hingga kini. Ini adalah sebuah karya yang menantang kita untuk tidak hanya mengingat, tetapi juga untuk mempertanyakan dan mengubah narasi sejarah yang telah lama tertanam.

Film "Eksil" mengungkap kisah nyata  mahasiswa Indonesia yang terdampar di berbagai penjuru dunia, terpisah dari tanah air akibat tragedi politik tahun 1965. Mereka adalah saksi bisu dari sebuah era yang penuh gejolak, di mana stigma dan kehilangan identitas menjadi bayang-bayang yang mengikuti setiap langkah mereka. Lola Amaria, dengan sentuhan empati yang mendalam, menggali cerita-cerita personal yang selama ini tersembunyi di balik tirai sejarah. Dengan penceritaan yang kuat dan jujur, "Eksil" membawa kita melalui perjalanan hidup mereka, mulai dari menerima beasiswa di era Sukarno hingga menjadi korban dari label komunis yang yang melekat pasca-G30S/PKI. Film ini memperlihatkan bagaimana mereka dikucilkan, bahkan oleh keluarga mereka sendiri di Indonesia, karena besarnya risiko  yang bisa berujung pada kematian mereka.

Di negeri orang, hidup mereka juga tidak mudah. Dikejar  agen rahasia, menjalani hubungan tanpa kepastian, dan merelakan orang terkasih karena kondisi yang mengkhawatirkan, ini adalah beberapa potret kehidupan mereka yang terlukis dalam "Eksil". Film ini bukan  sekedar dokumenter tapi juga merupakan penghormatan kepada generasi terlupakan yang hidupnya tergadai oleh kebijakan politik yang kejam dan brutal. Lola Amaria mencoba menyampaikan pesan bahwa meskipun mereka ada, tapi dianggap tiada. "Eksil" adalah sebuah karya yang memaksa kita untuk menghadapi kenyataan pahit ini, mengingatkan kita bahwa sejarah adalah cerita yang berkelanjutan dan pelajaran yang harus terus kita petik agar hal serupa tidak terjadi lagi.

"Hidup adalah usaha untuk mencari jalan pulang, kepada rumah, kepada ibu. Bagaimana rasanya ketika kita ada, tapi dianggap tiada," -- Lola Amaria (Eksil, 2022)

Analisis Melalui Lensa Marxisme-Post Marxisme

Dalam film "Eksil", kita dihadapkan pada potret keterasingan yang mendalam, seperti yang diajarkan oleh Marxisme. Mahasiswa yang terdampar di berbagai negara setelah peristiwa tahun 1965 mengalami pemisahan yang brutal dari asal usul dan identitas mereka. Mereka yang seharusnya menjadi pemimpin masa depan Indonesia, malah menjadi simbol perlawanan terhadap represi Orde Baru. 

Keterasingan atau "keterasingan" berarti, bagi Marx, bahwa manusia tidak mengalami dirinya sebagai agen yang bertindak dalam genggamannya terhadap dunia, namun dunia (alam, orang lain, dan dirinya sendiri) tetap asing baginya (Fromm, 1961). Alienasi dalam Marxisme bukan hanya tentang terpisahnya pekerja dari hasil kerja, tetapi juga tentang pemisahan dari potensi manusia yang sejati. Film ini mengeksplorasi konsep ini dengan menunjukkan bagaimana para mahasiswa ini terputus dari masyarakat dan budaya mereka,  tidak hanya menderita kerugian fisik tetapi juga psikologis dan spiritual. Mereka hidup dalam situasi genting, tanpa  kewarganegaraan yang jelas dan tanpa kemampuan berkontribusi terhadap tanah air yang  mereka tinggalkan.

Marxisme-Post Marxisme, dengan pengaruh dari post-strukturalisme dan teori lainnya, menawarkan lensa yang lebih luas untuk memahami kondisi ini. Teori ini berpendapat bahwa struktur kekuasaan bersifat menindas tidak hanya secara ekonomi tetapi juga secara ideologis dan budaya. "Eksil" menunjukkan bagaimana Orde Baru menggunakan kekuasaan tersebut untuk menciptakan narasi yang mengecualikan atau bahkan menghapus keberadaan kelompok tertentu dari sejarah resmi. 

Film ini juga menunjukkan bahwa meski dijauhi, para Mahasiswa ini tetap tidak kehilangan semangat perlawanannya. Mereka terus memperjuangkan keadilan dan kebenaran, meski menghadapi kesulitan yang sangat besar. Hal ini mencerminkan gagasan Marxisme-Post Marxisme bahwa sistem yang represif tidak pernah total dan selalu memiliki celah untuk perlawanan dan perubahan. Melalui kisah-kisah pribadi yang kuat dan mengharukan, "Eksil" mengajak penonton untuk berpikir tentang dampak jangka panjang dari kebijakan politik yang tidak manusiawi. Film ini tidak hanya mengungkap luka masa lalu, namun juga menunjukkan pentingnya memori kolektif dan perjuangan berkelanjutan untuk  masa depan yang lebih adil.

Dengan mengintegrasikan pemikiran Slavoj Žižek, kita dapat melihat bagaimana film ini menantang "ideologi sebagai fantasi tak sadar yang mengstruktur realitas". Para mahasiswa ini, dalam pengasingan mereka, menjadi simbol dari "realitas fiksi" yang Žižek bicarakan---mereka ada, tetapi dianggap tiada oleh struktur kekuasaan yang dominan. seperti dikatakan Slavoj Žižek(2012). dalam buku "Less Than Nothing: Hegel and the Shadow of Dialectical Materialism", p.4:

"Beyond the fiction of reality, there is the reality of the fiction"

Secara keseluruhan, "Eksil" merupakan karya yang memperkaya pemahaman kita tentang sejarah Indonesia melalui lensa Marxis-Post Marxisme. Film ini tidak hanya memberikan wawasan tentang masa lalu, namun juga menginspirasi kita untuk menatap masa depan dengan cara yang berbeda, penuh harapan, keberanian, dan tekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Integrasi Pemikiran Slavoj Žižek

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun