Â
 Isu kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi seluruh negara di dunia, banyak negara menerapkan berbagai macam stimulus agar permasalahan kemiskinan dapat dihadapi dengan segera, terlebih negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi membuat perlindungan kaum miskin dengan kebijakan yang menyasar pada pemberantasan kemiskinan, Di Indonesia sendiri jumlah penduduk miskin yang tergolong masih tinggi, pemerintah memprogramkan bantuan sosial pada APBN negara yang diimplementasikan dalam program Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Pra Kerja,dan Kartu Indonesia Sehat. sebagai ikhtiar pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
   Saat ini, keberadaan konten kemiskinan pada media Indonesia semakin berkembang, tidak hanya pada media konvensional seperti televisi dan koran kini merambah pada platform media sosial (Facebook, Instagram, Tiktok dan Youtube). banyaknya konten kemiskinan, sering menyebabkan pemahaman tentang masyarakat miskin mengalami pergeseran. hal ini, berkaitan cara media dalam menggambarkan kemiskinan secara terpotong tanpa memperhitungkan penyebab kemiskinan struktural. media hanya mengkomodifikasi kemiskinan (menjadikan kemiskinan sebagai komoditas konten) dan mengeksploitasi penderitaan orang miskin (memanfaatkan penderitaan, untuk keuntungan diri)
   Konten kepedulian sosial lebih menonjolkan penderitaan masyarakat miskin, daripada ajakan untuk berdonasi, sehingga penekanan akan stereotip negatif terjadi bahwa orang miskin perlu ditolong, dan tanpa bantuan kita mereka akan sangat menderita. banyak penelitian yang mengkaji tentang komodifikasi kemiskinan pada media konvensional seperti acara televisi, tetapi dalam riset ini tim PKM RSH UM 2024 akan mengkaji secara mendalam konten komodifikasi kemiskinan dari platform media sosial.
   Pada media sosial, konten kepedulian atau disebut konten filantropi memiliki jumlah minat yang tinggi. banyak konten yang membalut perbuatan berbagi dengan tindakan eksploitasi terhadap kemiskinan, eksploitasi dilakukan dengan mempertanyakan permasalahan individu korban (Kesehatan, keluarga, atau hal privasi kepada khalayak yang sebetulnya tidak pantas untuk dikonsumsi publik). pertanyaan diarahkan pada permasalahan Individu tanpa mencari tahu akar permasalahan kemiskinan.     Masyarakat miskin sering menjadi komoditas dan eksploitasi kemiskinan disebabkan tidak ada aturan yang jelas tentang perlindungan hak privasi dan perlindungan terhadap kaum miskin di Indonesia. selain itu, maraknya penyebaran konten kemiskinan tanpa  dibekali dengan regulasi yang ketat. rendahnya literasi digital sehingga, masyarakat miskin dengan mudah dieksploitasi dengan iming - iming imbalan uang, selain itu, mereka menyetujui arahan konten kreator agar video yang dihasilkan sesuai dengan keinginannya dengan mempertanyakan pertanyaan berulang untuk mendapatkan respon yang diharapkan.
  Berdasarkan pemaparan salah satu korban dengan inisial S (59 Tahun) mengatakan bahwaÂ
" Saya pas jualan mas, terus ada orang - orang datang ke saya, pikiran saya mereka mau beli dagangan eh ternyata saya diajak untuk membuat konten mas. katanya, ibu nanti kalau bisa menangis ya, kalau saya tanya tentang keluarga. agar hasilnya bagus, nanti ibu saya beri uang 500 rb (Wawancara, 29 Mei 2024)."
  Pemaparan yang sama disampaikan korban A (72 Tahun) mengatakan bahwa
"Pas duduk, terus ada yang nawarin mau ngasih bantuan, wah saya senang mas, apalagi beberapa hari belum dapat uang. terus di video saya dan ditanya - tanya banyak tentang keluarga, kesehatan, anaknya kemana, terus saya suruh nunggu disini, nanti hasil donasi mau dikasihkan, kok saya nggak dapat donasinya sampai sekarang" (Wawancara, 29 Mei 2024).
   Dari beberapa pernyataan tersebut, didapati bahwa terdapat tindakan pelanggaran terhadap konten kemiskinan, ditunjukkan dengan arahan yang diberikan oleh konten kreator untuk korban agar sesuai dengan keinginan. sehingga kenyataan yang dibangun dalam konten tidak sesuai dengan kondisi korban seutuhnya