Filsafat Yunani Kuno memiliki peran penting dalam membentuk dasar-dasar pemikiran Barat. Periode ini ditandai dengan kemunculan para filsuf besar yang tidak hanya memengaruhi pemikiran di masa mereka tetapi juga membentuk dasar-dasar ilmu pengetahuan, politik, etika, dan metafisika yang terus dipelajari hingga saat ini. Filsafat Yunani Kuno mencakup berbagai aliran pemikiran yang berkembang dari abad ke-6 SM hingga abad ke-4 SM, melibatkan tokoh-tokoh terkenal seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles.Â
Filsafat Yunani Kuno dimulai pada abad ke-6 SM di Miletus, sebuah kota di Asia Kecil (sekarang Turki). Filsuf pertama yang dikenal adalah Thales dari Miletus, yang dianggap sebagai bapak filsafat Yunani. Thales dikenal karena teorinya bahwa air adalah unsur dasar dari segala sesuatu. Ia mencoba menjelaskan fenomena alam tanpa mengandalkan mitos atau kepercayaan tradisional, tetapi melalui pengamatan dan penalaran rasional.
Setelah Thales, muncul Anaximander dan Anaximenes yang juga berasal dari Miletus. Anaximander berpendapat bahwa prinsip dasar alam semesta adalah "apeiron" (yang tak terbatas), sedangkan Anaximenes menganggap udara sebagai unsur dasar. Para filsuf ini dikenal sebagai filsuf alam karena mereka fokus pada penyelidikan tentang asal-usul dan substansi alam semesta.Â
Periode Pra-Sokrates mencakup filsuf-filsuf yang hidup sebelum Socrates. Selain filsuf dari Miletus, terdapat Pythagoras dari Samos yang terkenal dengan teorema matematika dan keyakinannya pada transmigrasi jiwa. Pythagoras mendirikan sebuah sekte religius dan filsafat yang mempercayai bahwa angka-angka adalah kunci untuk memahami alam semesta.
Herakleitos dari Ephesus adalah filsuf lain yang signifikan dari periode ini. Ia terkenal dengan konsep bahwa segala sesuatu berada dalam keadaan perubahan terus-menerus, yang diringkas dalam ungkapannya "Panta Rhei" (segala sesuatu mengalir). Herakleitos juga memperkenalkan gagasan tentang konflik atau pertentangan sebagai prinsip dasar dari perubahan.
Di sisi lain, Parmenides dari Elea menawarkan pandangan yang berlawanan dengan Herakleitos. Parmenides berpendapat bahwa perubahan adalah ilusi dan bahwa realitas sejati adalah satu dan tak berubah. Pandangan ini dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya, Zeno dari Elea, yang dikenal dengan paradoks-paradoksnya yang dirancang untuk mendukung ajaran Parmenides.Â
Socrates (470/469--399 SM) merupakan tokoh sentral dalam filsafat Yunani Kuno. Berbeda dengan para pendahulunya yang lebih fokus pada alam semesta, Socrates lebih tertarik pada etika dan pengetahuan manusia. Ia dikenal melalui metode dialektisnya, di mana ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis untuk mengarahkan lawan bicaranya menuju kesimpulan yang lebih mendalam. Sayangnya, Socrates tidak meninggalkan tulisan, sehingga ajarannya dikenal melalui murid-muridnya, terutama Plato.
Plato (427--347 SM) adalah salah satu murid Socrates yang paling terkenal. Ia mendirikan Akademia di Athena, yang menjadi model bagi institusi pendidikan di kemudian hari. Karya-karya Plato, terutama dalam bentuk dialog, menggambarkan ajaran-ajaran Socrates dan mengembangkan teori-teori filsafatnya sendiri. Salah satu konsep terkenal dari Plato adalah teori tentang dunia ide atau bentuk, di mana ia menyatakan bahwa dunia yang kita kenal hanyalah bayangan dari dunia bentuk yang lebih nyata dan sempurna.
Aristoteles (384--322 SM), murid Plato, kemudian mengembangkan berbagai bidang filsafat lebih lanjut. Berbeda dengan Plato, Aristoteles lebih menekankan pada pengamatan empiris dan logika. Ia menulis tentang berbagai topik termasuk metafisika, etika, politik, dan biologi. Karyanya, "Nicomachean Ethics," membahas konsep kebajikan dan kebahagiaan, sementara "Politics" mengeksplorasi berbagai bentuk pemerintahan dan masyarakat. Aristoteles mendirikan Lyceum di Athena, yang menjadi saingan Akademia Plato.Â
Setelah kematian Aristoteles, filsafat Yunani memasuki periode Hellenistik yang ditandai dengan munculnya berbagai aliran filsafat baru seperti Stoisisme, Epikureanisme, dan Skeptisisme.
Stoisisme didirikan oleh Zeno dari Citium dan menekankan pada kehidupan yang selaras dengan alam serta pengendalian diri sebagai jalan menuju kebahagiaan. Filsuf Stoik percaya bahwa kebajikan adalah satu-satunya kebaikan sejati dan emosi negatif berasal dari penilaian yang salah terhadap situasi.