Mohon tunggu...
Bintang Pamungkas
Bintang Pamungkas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Giat melaksanakan hal positif yang cenderung ke arah pemberdayaan diri, baik berupa softskill maupun hardskill.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Kedaulatan Maritim Indonesia atas Bahaya Pencurian Pasir Laut

2 November 2024   10:35 Diperbarui: 2 November 2024   14:11 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

TANTANGAN KEDAULATAN MARITIM INDONESIA ATAS BAHAYA PENCURIAN PASIR LAUT

 

Kedaulatan suatu bangsa adalah suatu hal fundamental yang menjadi tugas pokok utama dan mesti diemban bersama secara konsekuen, terlebih oleh pihak yang diamanahkan kewenangan untuk menjaga serta meneruskan kedaulatan dengan tiada pengecualian apapun. Bahkan Bapak Republik Indonesia sekaligus tokoh revolusioner kemerdekaan, Tan Malaka pernah menyatakan bahwa tuan rumah tak akan berunding dengan maling yang menjarah rumahnya. Melihat ke dalam diri pada bangsa kita sebagai bentuk refleksi maka timbul pertanyaan: apakah kita tuan rumah yang membiarkan maling menjarah rumah kita lantas kemudian berunding atas ancaman kedaulatan kita?

Telaah kritis kedaulatan mesti dilihat secara jernih, khususnya renungan tersebut menjadi salah satu acuan atau bahan tolak ukur pada penilaian yang belakangan terjadi, tepatnya pada saat Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) periode pemerintahan sebelumnya, Wahyu Sakti Trenggono berlayar menuju Pulau Nipah menggunakan Kapal PSDKP Orca 3 di hari Rabu tanggal 9 Oktober 2024. Pulau Nipah merupakan wilayah dari Kota Batam Provinsi Kep. Riau, sekaligus sebagai pulau terluar Indonesia dan berada di perbatasan Indonesia dengan Singapura. Di perjalanan, iringan Menteri KKP mendapati kapal berbendera Singapura, yakni MV YC 6 dan MV ZS 9. Kapal keruk (drudger) tersebut ditangkap atas dugaan pencurian pasir laut di sekitar wilayah perairan Batam. Ketika Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono mengadakan pemeriksaan, ditemui hanya beberapa dokumen pribadi kapten kapal alih-alih dokumen resmi yang memiliki legalitas atau izin tertentu dari pemerintah. Kedua kapal tersebut mengangkut 26 awak kapal dan 2 diantaranya merupakan WNI, sedangkan ada warga negara Malaysia dan mayoritas lainnya warga negara China.

Penangkapan kapal tersebut didasari atas dugaan pencurian atau penambangan pasir laut ilegal di wilayah perairan Batam. Dirjen PSDKP menerangkan bahwa mereka menghisap 10 ribu meter kubik pasir selama 9 jam tiap harinya yang dilakukan dalam jangka waktu 3 hari, sedangkan mereka masuk di perairan untuk mengeruk atau mencuri pasir 10 kali setiap bulannya. Perkiraan hasil perhitungannya ialah aktivitas pencurian pasir laut tersebut menghasilkan dikisaran angka 100 ribu meter kubik tiap bulannya dan perkiraan hitungan per tahunnya mencapai angka 1,1 juta meter kubik pasir laut yang hilang.  Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda, potensi kerugian ekonomi Indonesia atas pencurian pasir laut tersebut adalah sekitar 1 triliun Produk Domesti Bruto (PDB) berkurang. Sedangkan potensi lainnya ialah bilamana dilaksanakan secara legal maka akan berpotensi mendapatkan pajak sekitar 83 miliar.

Jika ditelisik sedikit lebih abstrak terkait aktivitas ilegal demikian berdasarkan pada teori kedaulatan, maka akan dapat ditemukan kontradiksi entah dikaitkan dengan teori kedaulatan negara, maupun kedaulatan hukum. Jean Bodin Bapak Teori Kedaulatan memaparkan bahwa kedaulatan negara diartikan negara sebagai badan hukum yang punya otoritas penuh pada negara memiliki hak dan kewajiban sekaligus mampu melakukan perbuatan hukum tertentu untuk memastikan hak dan kewajiban negara berjalan konsisten. Kegiatan pemeriksaan oleh Kementerian KKP melalui Dirjen PSDKP, jelas ditemui perbuatan yang bertentangan dengan teori ini sebab aktivitas pertambangan pasir laut yang dilakukan oleh kapal berbendera Singapura tersebut di sekitar perairan Batam tidak mendapat izin atau belum mengantongi izin dari pemerintah selaku pemegang wewenang untuk melakukan pengerukan pasir laut.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (2) berbunyi bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, sebagai bahan fundamental ketatanegaraan yang menisbatkan secara gamblang bahwa kekuasaan tertinggi negara sebagai wujud kedaulatan berada dalam kekuasaan rakyat. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim berpendapat bahwa kedaulatan rakyat dimaksudkan ialah rakyat sebagai pemegang dan pemilik kekuasaan suatu negara. Pengerukan ilegal pasir laut tersebut telah mencederai kehendak rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara karena pencurian berindikasi pada tindakan semberono yang mencemari lingkungan sekitar dan berpotensi merugikan penghidupan rakyat. CELIOS berpendapat atas pengerukan pasir laut ilegal tersebut dapat berdampak negatif pada PDB sektor perikanan yang menurun sekitar 679 miliar dan potensi ekspor yang hilang sebesar 250 miliar. Tentunya peranan rakyat dalam kontribusinya terhadap PDB sektor perikanan maupun potensi ekspor sangat besar, dan hal itu tersandera dengan penjagalan kedaulatan yang dilakukan oleh kapal berbendera Singapura atas aktivitas pencurian pasir laut di sekitar perairan Batam.

Selain itu, wewenang konstitusional negara dalam megelola sumber daya alam juga tertuang di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Secara konstitusional, dengan konsekuensi yuridis maka negara berwenang untuk mengelola seluruh kekayaan alam termasuk juga pasir laut yang seharusnya izin pertambangannya untuk dikeruk mesti sesuai prosedural dan berdampak positif pada kepentingan rakyat kolektif. Hal itu mesti sejalan dengan kebijakan terbaru seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, yang beberapa menerangkan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari perairan pesisir wajib memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Pemerintah Pusat. Aturan turunan yang dijadikan acuan pelaksana juga mesti sejalan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut yang memperbaharui aturan yang sebelumnya melarang ekspor pasir laut saat masa pemerintahan Presiden Megawati melalui Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut .

Banyak persoalan muncul sebagai akibat atas pengerukan pasir laut di wilayah perairan Batam. Beberapa diantaranya kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, kerusakan beberapa daerah karena merosotnya tanah di pulau-pulau kecil, terganggunya aktivitas nelayan karena hancurnya dasar laut, lumpur sisa pertambangan atau tailing yang tidak terurus dapat mencemari perairan hingga bermil-mil jauhnya dari wilayah pertambangan, tailing atau limbah sisa tambang yang mengotori perairan hingga menutupi terumbu karang yang menyebabkan ketidakseimbangan biota laut dan menjauhnya ikan-ikan dari wilayah tercemar tersebut.

Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung Pinang, Muhammad Syuzairi memaparkan bahwa saat marak diadakan tambang pasir laut di sekitar Batam untuk diekspor sebagai pemenuhan kebutuhan Singapura yang mengadakan reklamasi, nelayan di sekitar wilayah tersebut kesulitan mencari ikan di wilayah perairan yang sebelumnya menjadi area strategis tangkapan ikan karena ikan-ikan menjauh lebih ke luar dari wilayah aktivitas pertambangan, bahkan keramba apung yang disebut sebagai kelong banyak yang tutup akibat dampak pencemaran laut dari pengerukan pasir laut.

Pencurian pasir laut atau apapun itu oleh siapapun dan dari negara manapun, mesti ditindak tegas untuk ditelisik lebih dalam dan disanksi tegas secara konkret. Berhubung kejadian itu terjadi pada masa detik-detik akhir pemerintahan Presiden Jokowi, dan 12 hari menjelang pelantikan Presiden terpilih Prabowo Subianto maka refleksi yang dievaluasi secara konsekuen harus diimplementasikan. Kedaulatan akan terlihat jelas jika sejalan dengan proyeksi konstitusional untuk mewujudkan hak dan kewajiban kita sebagai negara berdaulat. Perhatian khusus yang direalisasikan pada hal demikian akan dinilai bukan hanya sebagai bentuk simpati pada nelayan-nelayan kecil dan rakyat pesisir, tapi juga sebagai bentuk atas kesadaran berempati yang berujung pada apresiasi murni dan penghormatan tulus dari seluruh golongan. 1 musuh terlalu banyak, 1000 teman terlalu sedikit, maka rawatlah relasi positif dengan segala kalangan yang dapat juga dikatakan berupa kebaharuan gagasan untuk menjaga kedaulatan dan memobilisasi implementasi aspirasi. Pondasi kokoh kedaulatan mesti dikuatkan dengan menghalau semua ancaman dan bahaya dari luar demi konsistensi harapan kolektif. Menggagas ulang dengan penuh nilai kebaharuan dan progresifitas terkait kedaulatan, serta memperjuangkannya untuk direalisasikan adalah manifestasi suci atas kehendak baik bersama. Indonesia sebagai negara maritim mesti menggagas kebaharuan gagasan  dan kemudian mengimplementasikan secara tegas dan konsekuen untuk dapat mewujudkan kedaulatan laut atas seluruh ancaman paling mutakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun