Menarik kesimpulan dari perjalanan sejarah Pemilu, Â bisa disaksikan jumlah parpol seringkali mengalami perubahan. Dugaan jumlahnya akan semakin banyak mulai nampak saat pemilu pasca-reformasi. Selaras dengan gagasan penyederhanaan parpol, negara perlu mengintervensi situasi ini. Salah satunya merevisi UU Parpol dan memasukkan aturan terkait pembatasan jumlah parpol. Ide ini bisa digunakan jika penyederhanaan benar-benar konsisten dijalankan.
Terkait jumlah ideal parpol di Indonesia, mengikuti geopolitiknya. Jika demokrasi di Amerika tidak mempersoalkan hanya ada dua partai politik, China juga demikian, mungkin Indonesia bisa memperjelas geopolitiknya menjadi tiga segmen, misalnya politik  nasionalis, agamais dan sosialis. Klasifikasi ini bisa menjadi acuan dasar penyederhanaan parpol.Â
Parpol yang memiliki arah gerakan nasionalis bisa bergabung menjadi satu partai. Begitu juga parpol bernuansa agamais juga digabungkan menjadi satu berdera. Pada segmen ini, mulai mencuat gerakan menghidupkan kembali Partai Masyumi. Banyak penilaian bangkitnya partai yang besar di  Soekarno ini sebagai bentuk tidak adanya persatuan antara partai-partai bernuansa Islam.Â
Terakhir partai bernuansa sosialis. Di sini hampir tidak ada parpol memiliki style perjuangan kerakyatan. Kalau melihat sejarah kepartaian, dahulu Indonesia memiliki Partai Sosialis Indonesia disingkat PSI. Partai besutan Sutan Syahrir ini berhaluan kiri dan menganut ideologi sosialisme. Ada sedikit bertentangan jika dihidupkan kembali di zaman sekarang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H