Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mewacanakan Omnibus Law Parpol

13 Maret 2020   20:16 Diperbarui: 13 Maret 2020   20:19 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik kesimpulan dari perjalanan sejarah Pemilu,  bisa disaksikan jumlah parpol seringkali mengalami perubahan. Dugaan jumlahnya akan semakin banyak mulai nampak saat pemilu pasca-reformasi. Selaras dengan gagasan penyederhanaan parpol, negara perlu mengintervensi situasi ini. Salah satunya merevisi UU Parpol dan memasukkan aturan terkait pembatasan jumlah parpol. Ide ini bisa digunakan jika penyederhanaan benar-benar konsisten dijalankan.

Terkait jumlah ideal parpol di Indonesia, mengikuti geopolitiknya. Jika demokrasi di Amerika tidak mempersoalkan hanya ada dua partai politik, China juga demikian, mungkin Indonesia bisa memperjelas geopolitiknya menjadi tiga segmen, misalnya politik  nasionalis, agamais dan sosialis. Klasifikasi ini bisa menjadi acuan dasar penyederhanaan parpol. 

Parpol yang memiliki arah gerakan nasionalis bisa bergabung menjadi satu partai. Begitu juga parpol bernuansa agamais juga digabungkan menjadi satu berdera. Pada segmen ini, mulai mencuat gerakan menghidupkan kembali Partai Masyumi. Banyak penilaian bangkitnya partai yang besar di  Soekarno ini sebagai bentuk tidak adanya persatuan antara partai-partai bernuansa Islam. 

Terakhir partai bernuansa sosialis. Di sini hampir tidak ada parpol memiliki style perjuangan kerakyatan. Kalau melihat sejarah kepartaian, dahulu Indonesia memiliki Partai Sosialis Indonesia disingkat PSI. Partai besutan Sutan Syahrir ini berhaluan kiri dan menganut ideologi sosialisme. Ada sedikit bertentangan jika dihidupkan kembali di zaman sekarang ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun