Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pemilu di Negeri Fatwa

4 April 2019   15:12 Diperbarui: 4 April 2019   19:36 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan fenomena tabu lagi bila Indonesia dipenuhi segudang fatwa. Indonesia dengan sistem hukum civil law, gambarannya tidak jauh beda dengan dikeluarkannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa hampir tidak pernah absen dari berbagai masalah kehidupan manusia, salah satunya politik, termasuk untuk urusan Pemilu. Pilihan golput misalnya, sampai harus ada fatwa supaya tidak golput.

Ada benarnya Ketua PBNU Kiai Aqil  Said Aqil Siradj mengatakan negeri ini penuh segudang fatwa. Sampai persoalan pilihan pun harus difatwakan dengan harapan partisipati masyarakat berdemokrasi bisa terwujud. Bukankah demokrasi itu rasiologisnya adalah partisipatif, bukan konsitusional? Sampai harus mengatur pemahaman rakyat yang ingin Golput. Lantas dimana peran konstitusional jika rakyat meyakini Pemilu hanya memproduksi masa lalu dan masa kini, bukan masa depan.

Saking banyaknya fatwa bertebaran di bumi pertiwi, rakyat sampai tidak mampu menerjemahkan apakah larangan sebabnya karena fatwa atau konstitusi. Termasuk soal isu golput haram.

Bagi para penikmat label halal, tidak berlebihan rasanya jika kita berbangga diri hidup di negara yang mampu melahirkan swasembada fatwa. Maklum, isu 3H (halal, haram, hantam) lebih menarik ketimbang memperdebatkan kucuran anggaran militer versi tahun jadul dan kekinian, atau fenomena kehadiran seorang manusia dari masa lalu memberikan pembenaran bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah hadir di masa 90-an. Luar biasa.

Ternyata, di internal MUI sendiri jadi tidak jelas. Salah seorang pengurus MUI menyatakan golput itu haram dan sudah dimunculkan sejal 2014 lalu. Setelah ditelusuri, ternyata fatwa itu sudah ada sejak 2009. Lantas pengurus lainnya mengaku tidak pernah ada fatwa haram golput. Aneh bin ajaib.

Sedikit mencerahkan saat Sekretaris Komisi Fatwa MUI meluruskan yang dimaksud bukanlah fakta haram golput. Melainkan anjuran memilih pemimpin dengan kriteria Sidiq, Amanah, Tabligh, Fathanah. Rakyat dianjungkan memilih pemimpin seputar ranah itu saja. Bagaimana kalau jika tidak ada pemimpin yang memenuhi kriteria itu, berarti tidak memilih. Tapi kalau tidak memilih, berarti berdosa karena tidak mimilih adalah haram. 

Golput hanyalah hadiah historis KH Abdurrahman Wahid allias Gus Dur yang kecewa dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pranata hukum Indonesia yang tidak meloloskan dirinya sebagai bakal capres. Walaupun berbagai jalur hukum telah ditempuh, hasilnya sama saja. Kalau ditimbang-timbang, Gus Dur memenuhi kriteria pemimpin yang diaminkan MUI. Kalau sekelas Gus Dur saja tidak lolos, bagaimana dengan Joko Widodo dan Prabowo Subianto yang siap dipilih rakyat? 

Selama periode pergantian kursi kepemimpinan, bangunan moralitas bangsa harusnya semakin baik, bukan hanya bangunan infrastruktur saja. Masyarakat dipertontonkan berbagai penyimpangan hukum par elit negara dan poltik, kericuhan sidang paripurna laiknya taman kanak-kanak, dan fenomena korupsi anggota dewan dan kepala daerah. 

Hasil korupsi uang negara yang bersumber dari uang rakyat dikonversi menjadi alat kepentingan tampak nyata jelang Pemilu. Rakyat awalnya sukarela membayar untuk sebuah harapan, kemudian dibayar lagi untuk sebuah harapan.

komikaksi.blogspot.com
komikaksi.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun