Penampakan aneh terjadi disaat aku tengah sibuk bekerja. Ya, malam itu, dibalik monitor. Hasratku tergerak untuk mengintip sesuatu dari balik monitor. Seorang laki-laki mengenakan pakaian serba abu-abu, berwajah hitam manis datang berdiri dibalik monitor. Laki-laki itu bertubuh sedang, rambut belah pinggir, jenggot lebat bagaikan hutan belantara, mengutak atik lubang dibalik monitor, yang entah lubang apa itu.
Aku melihat ia bolak balik mengutak-atik lubang itu. Tak lupa dengan senyuman manisnya  saat memegang lubang.  Aku memanggilnya, tapi ia menampik panggilanku. Ada apa sebenarnya dengan dengan lubang itu? Aku melihat ia sibuk menjamah beberapa benda yang berkaitan dengan lubang dibalik monitor.
Tatapan tajam memandangi aktivitasnya dibalilk monitor. Hihh...apa itu? kagetku. Suaranya sangat besar terdengar hingga berjauh-jauh kilometer laksana tiupan terompet perang pasukan persia menggema menggetarkan puncak gunung es lalu terjadi longsor.  Aku mendengar laki-laki itu berteriak seirama dengan suara dari benda yang disebabkan lubang itu.
Besar sekali!!! Aku berbicara dalam hati. Kalau suara yang disebabkan dari lubang itu, mengapa sulit dikecilkan? Â Lantas bagaimana mengecilkan suara dari lubang itu? Apakah laki-laki itu seorang lupa diri mengecilkan suara itu ? Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di dalam benakku, membuatnya semakin penasaran.
"Huh, macam susah sekali kasih kecil?" Aku mendengar laki-laki itu mengeluhkan suara dari lubang itu.
"Kalau tidak mau mengecil, saya cabut saja ini barang dari lubang," laki-laki itu membuka membuka kancing bajunya hingga terlihat dadanya yang sis pack. Kemudian tangannya kembali mengutak atik lubang itu.
Aku berjinjit, ingin tahu lubang apa yang diutak-atiknya hingga terdengar suara bising dan bikin sakit terlinga mungilku ini.
"Kayaknya, ini cara mengecilkan suara. Tapi suaranya sama saja, tetap tidak enak didengar." laki-laki berjenggot itu merapa-raba halus bagian kecil dari benda yang bersuara itu dengan ujung jari tangannya.
"Bah, sama, cabut saja," Nafasku bergejolak, seakan-akan seperti diagra kamera yang sedang asma. Laki-laki itu berpindah posisi sedikit kedalam hingga setengah tubuhya terhalangi monitor. Tangannya yang berurat dan berotot mengantak tangannya dan mengusap jidatnya yang berkeringat, seperti lagi kepanasan.
"Nah, tacabut." laki-laki itu tampak girang.
Aku menghelakan nafas dalam-dalam. Akhirnya suara itu hilang juga yang sedari tadi mengganggu pendengaranku. Seakan-akan tidak ada yang lebih nyaman selain melenyapkan suara itu dari kehidupan manusia