"Maaf, kami hanya menyediakan kopi sendu."
Sebulan yang lalu, seorang perempuan mamasuki warkop itu dan memesan minuman yang sama. Kopi yang dipesannya ini persis sama dengan kopi miliknya, kopi penuh cerita. Kopi yang ada sekarang ini hanyalah kopi sendu.
"Apa?" Jawaban pelayan itu sontak membuatnya kaget setengah mati.
Suasana warkop berubah senyap, mereka yang sedari tadi bermain kopi di lantai, tiba-tiba terdiam. Pelan-pelan mereka mengangkatkan kaki dan membersihkan sepatunya dari kopi yang injak-injaknya tadi.
Kemana kopinya?
Jangan-jangan diambil orang?
Mereka bergumam, bertanya-tanya kemana kopi itu, mengapa tidak ada lagi, bukannya tempatnya ini menyediakan kopi penuh cerita, sekarang hanya ada kopi sendu.
Para pelayan saling berpandangan. Salah seorang pelayan berusaha mengingat ciri-ciri wajah seseorang yang memesan kopi penuh cerita itu. Apalah daya, sekuat apapun usaha pelayan itu, sama sekali tidak mengingat siapa yang memesan kopi miliknya.
"Yang saya tau, saya mendengar suara sendok mengaduk-aduk kopi itu. Saat akan saya bersihkan mejanya, secangkir kopi tidak ada lagi."
Pelan-pelan pelayan menjelaskan rentetan kejadian hilangnya kopi miliknya. Tetap saja, tidak mengetahui ciri-ciri orang itu. Entah siapa yang manusia yang tega mengambil kopi miliknya. Bertahun-tahun kopi itu diracik sedemikian penuh cerita.
"Waktu saya ingin membersihkan meja, saya lihat ada tetesan air di ajas meja, bisa jadi itu air mata yang mengambil kopi milik bapak."