Mohon tunggu...
N. Rafini
N. Rafini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pedagang di Tokopedia, Pembeli di Shopee

Suka menulis, menguping, berpikir, dan berkhayal. Kadang INFJ, kadang INTP, pernah INTJ. Penggemar K-Pop generasi kedua.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Pengalaman Ngeri Kakak PKL di Bakery

16 Juni 2024   17:17 Diperbarui: 17 Juni 2024   22:20 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Artikel ini pengalaman kakak gue waktu dia PKL (Praktik Kerja Lapangan) di salah satu toko roti yang ada di salah satu pasar swalayan yang berada di salah satu pusat perbelanjaan mentereng di Jakarta. Gue gak mau nyebutin nama pusat perbelanjaannya, walau hanya 'plaza atau mal' karena bakal gampang banget ditebak. Lokasi pusat perbelanjaan ini juga berdekatan, atau tidak berjauhan dengan pusat perbelanjaan lainnya yang sama menterengnya.

Setiap pagi selama beberapa bulan gue ikut Papa ngantar Kakak ke pusat perbelanjaan itu karena akan lewat kawasan kendaraan berpenumpang tiga orang atau lebih. Masih zamannya 3 in 1 waktu itu, bukan ganjil--genap seperti sekarang. Kadang-kadang Kakak bareng temannya yang kami jemput. Gue tetap ikut walaupun mobil sudah berisi tiga orang untuk berjaga-jaga kalau teman kakak terlambat menunggu di tempat janjian atau karena alasan mendadak dia absen.

Kejadian ini terjadi di antara tahun 2003 atau 2004, gue gak ingat pasti -- ketika mereka masih siswi SMK jurusan jasa boga. Sekolah mereka ini merupakan salah satu sekolah menengah kejuruan terbaik di Jakarta sejak mereka masih siswi di sana, hingga sekarang. Kakak gue masuk SMK itu karena direkomendasikan Bu RT (Rukun Tetangga, istri Pak RT) yang merupakan alumnus SMK itu dan ada temannya yang jadi pengajar di sana. SMK itu pilihan pertama Kakak dan langsung diterima.

Minggu-minggu awal PKL gak ada yang janggal, gak ada cerita mencengangkan dari Kakak. Mereka berdua diperlakukan baik oleh karyawan di sana. Tapi suatu hari di akhir pekan, gue lupa hari Sabtu atau Minggu, gue, Papa dan Mama menjemput Kakak ke pusat perbelanjaan itu. Kami berempat berkeliling pusat perbelanjaan untuk "cuci mata" dan makan di salah satu restoran di sana setelah jam kerja kakak selesai tentunya. Teman kakak pulang sendiri, dan gak gabung dengan kami berempat.

Mama kemudian terpikir untuk membeli roti di tempat Kakak PKL untuk sarapan keesokan hari, tapi Kakak menyarankan membeli di tempat lain, entah itu roti-rotian atau lauk-pauk sebagai teman makan nasi, pokoknya produk selain dari tempat dia PKL. Mama mengalah karena berpikir, mungkin Kakak malu kalau Mama bertemu pegawai di toko roti itu. Maklum, remaja.

Di perjalanan pulang, di dalam mobil yang terhenti karena kemacetan lalu lintas Jakarta, Mama bertanya ke kakak, "Kenapa tadi kamu ngelarang Mama beli roti di sana?"

Tapi kakak hanya menjawab, "Pokoknya jangan."

Kayanya di situasi yang jawabannya hanya "pokoknya jangan", siapapun pasti bakal makin penasaran. Itu pula yang gue dan Mama alami. Kakak diam saja walau Mama dan gue mencoba menggali jawaban yang bukan "pokoknya jangan" dan akhirnya menyerah. Toh, makanan pengganti roti tempat Kakak PKL sudah dibeli, lebih enak malah.

Tapi kemudian, masih di ruas jalan yang sama, gue yang duduk di kursi sebelah Papa yang sedang menyetir mobil mendengar satu tarikan napas panjang dari kursi belakang. Gak terdengar suara embusannya. Gue menoleh ke arah Kakak yang duduk bareng Mama di kursi tengah mobil.

"Kenapa kamu?" tanya Mama.

Barulah terdengar suara embusan napas yang lebih singkat dari tarikan napas tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun