Penulis: Rafi Chuluqy, Rifadatul Khoiriyah, Dea Kurniasari
Dalam pengelolaan sampah hendaknya memperhatikan beberapa asas, seperti halnya harus berlandaskan asas berkelanjutan, asas tanggung jawab, asas keadilan, asas manfaat, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan dan juga asas nilai ekonmis. Terlebih pengelolaan sampah pada tingkat hulu atau penghasil sampah seperti halnya masyarakat, kawasan industri, pasar dan sebagainnya. Setiap tempat memiliki cara masing-masing dalam upaya menyelesaikan masalah yang ada, persoalan sampah bukan hanya dialami oleh masyarakat di perkotaan dengan jumlah penduduk yang tinggi, akan tetapi masyarakat di pedesaan juga mengalami permasalahan yang sama terkait sampah, terlebih pada daerah dengan topografi pegunungan yang menyulitkan akses truk sampah dari Dinas Lingkungan Hidup untuk mengambil sampah. Argosari dengan topografi pegunungan menjadikannya sulit di akses oleh truk-truk sampah, masalah sampah merupakan salah satu persoalan yang menjadi fokus di desa ini. Branding desa wisatanya tidak dilirik Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pariwisata untuk intervensi lebih dalam terkait pengelolaan sampah. Desa ini tidak memiliki tempat pembuangan sampah selain di sungai-sungai, debit air yang rendah membuat sampah menumpuk, nantinya jika debit air tinggi persoalan banjir mungkin saja akan terjadi.
Pola penanganan sampah dengan konsep sentralisasi tidak akan relevan jika dilakukan di desa ini persoalan akomodasi dan tempat pembuangan akhir menjadi problem yang belum bisa dipecahkan. Tidak adanya instalasi pengelolaan sampah lebih lanjut terkait kelompok usaha bersama untuk menyiasati masalah sampah masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah terkait. Masyarakat juga masih belum sadar akan pengelolaan sampah sehingga membuangnya di sungai-sungai, hal tersebut bukan sepenuhnya salah dari masyarakat, akan tetapi tidak tersedianya pengelolaan sampah yang baik dari pemerintah juga ikut andil dalam masalah tersebut.
Setiap masalah harus diselesaikan dengan menyesuaikan ruang dan waktu saat masalah itu terjadi. Kurang lebih begitu pesan yang disampaikan Frantz Fanon, psikiater dengan analisa fenomenologi dan kritisnya. Mungkin akan mengkerdilkan pendapat fanon jika menariknya ke persoalan sampah, akan tetapi sampah juga menjadi masalah serius bagi manusia apalagi di era konsumtif modern ini.Â
Dari uraian sebelumnya telah teramati bahwasanya ada hal-hal yang menjadi masalah terkait pengelolaan sampah di desa Argosari, dalam jangka waktu kerja kelompok KKN 457 Universitas Jember hanya dapat berperan dalam beberapa hal terkait pengelolaan sampah di desa Argosari. Sampah pada saat ini tidak bisa dikelola di TPA karena aksesnya yang susah dan hanya bisa dibuang ke sungai, yang kelompok KKN 457 Unej berusaha lakukan adalah penyadaran akan pentingnya pengelolaan sampah. Masyarakat akan merasa hal itu "penting" jika ada manfaat yang mereka dapat, secara kita bisa melihat perbedaan tingkat kemudahaan pengelolaan sampah, akan sangat mudah jika mereka tinggal membuang di sungai, berbanding terbalik dengan pengelolaan sampah dari rumah berbasis masyarakat yang memerlukan perhatian dalam pengelolaannya.
Pembinaan Kesejahteraan Keluarga PKK merupakan wadah organisasi sosial yang ada di desa ini, disini ada berbagai kegiatan dalam rangka mengembangkan masyarakat. Terdapatnya kesamaan visi antara KKN 457 Unej dan PKK Desa Argosari dalam mengembangkan potensi desa telah membuahkan hasil. Pengembangan produk dari komoditas lokal desa Argosari yang merupakan inisiasi KKN 457 Unej disambut baik oleh PKK, program pemberdayaan masyarakat melalui ekonomi kreatif ini di fasilitasi oleh PKK. Inovasi yang dibuat oleh kelompok KKN 457 lp2m Unej adalah pembuatan produk KIPRE (Keripik Bawang Prei) dan juga kroket kentang, semua itu berawal dari observasi yang dilakukan, ditemukannya komoditas bawang prei dan kentang yang melimpah membuat kelomook KKN 457 Unej mencanangkan sebuah pengembangan produk untuk menaikkan harga komoditas desa tersebut.
Adanya olahan produk dari komoditas lokal ini di maksudkan untuk mendorong adanya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM di Desa Argosari. Proses penciptaan, kegiatan produksi, hingga distribusi produk dengan menggunakan kreativitas dan kemampuan intelketual ini merupakan skema dari ekonomi kreatif. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendukung penuh adanya kegiatan ekonomi kreatif yang digagas oleh masyarakat. Nantinya Kemenparekraf memberi insentif atau investasi bagi pelaku ekonomi kreatif untuk mengembangan produknya, konsep ini akan menaikkan sektor perekonomian yang diharapkan akan bergerak lebih maju dan berkembang. Olahan produk dari komoditas lokal Argosari yang dilakukan oleh kelompok KKN 457 Unej merupakan salah satu stimulus kepada masyarakat untuk lebih kreatif mengembangkan potensi-potensi desanya. Hal ini juga merupakan keikutsertaan KKN 457 Unej dalam mensukseskan program pemerintah dalam bidang ekonomi kreatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H