Kopi malam ini yang tak sengaja tumpah di lantai. Mengotori pelapis lantai berupa tikar santai.
Hangatnya ingin bersitubuh dengan tikar walau dengan jalan mengotori Cukup licik, ditambah tetesan-tetesan lainnya yang ikut-ikutan menyatu dengan kertas. Namun tikar tak segampang yang diinginkan kopi, sebab ia tak memberi spasi. Membiarkan kopi menjadi dingin seorang diri. Memberi batas yang jelas agar bukan sembarangan kopi yang bisa merasuki partikel-partikelnya. Seperti tumpahan kopi malam ini. Saat kopi ingin berbagi kehangatan, meski dengan jalan mengotori dan seperti keangkuhan tikar yang tak sudi menerima kopi Menutup setiap partikel rapat-rapat yang ia miliki Ku rasa hidup seperti itu juga Tak akan pernah tahu siapa yang akan menerima kehadiran kita dengan baik meski kadang kita datang membawa seribu kebaikan Mungkin hidup sehumoris itu memberikan kebaikan dengan cara yang salah memberikan kebahagiaan dengan jalan yang tak diinginkan Seperti rindu yang akhir-akhir ini menjadi kata saru menyelami setiap detik waktu dan berakhir dengan pilu Seperti tetesan air hujan yang jatuh tanpa diminta Seperti benih-benih cinta yang datang secara tiba-tiba perlahan-lahan meminta tuk bisa  gantikan rindu Agar waktu tak lagi ditemani pilu Mungkin semua itu hanya ilusi Tapi yang pasti, aku gagal menyeduh kopi malam ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H