"Aku ingin menulis puisi," bentakku dalam hati sedari tadi. "Aku ingin kertas putih itu mendapat sentuhan. Sentuhan lembut dari pena yang ku genggam" hatiku menuntut.
Benar. Malam ini aku ingin menulis puisi. Menulis puisi yang akhir-akhir ini terasa sulit bagiku.
Ah, sudah lama sekali rasanya tidak ku lakukan. Lama sekali tangan ini tak berkoneksi dengan hati.
"Aku ingin kertas tak bernoda itu mendapatkan coretan tangan ini," batinku kembali merontak.
Namun tangan ini tak kunjung connect dengan hati. Ingin ku tumbukkan saja tangan ini ke dinding. Ingin sekali aku menyakiti tangan ini. Ingin sekali aku membuat tangan ini mengerti dengan apa yang ku inginkan.
Namun lagu yang baru saja diputar Amoy menyadarkanku. Bahwa bukan tangan ini yang salah. Bukan tangan ini yang berdosa sebab tak kunjung menggoreskan kata.
Kemudian hatiku angkat bicara dan mengakui kesalahannya. Benar, hatilah yang salah sebab ia memutuskan kosong terlalu lama. Hatilah yang terlalu angkuh sebab ia menutup begitu rapat. Hatilah yang tak juga menjalin komunikasi dengan tangan ini.
Ingin ku, hati ini kembali dilukis. Terserah lukisan apa. Entah luka entah cinta. Bagiku, luka dan cinta itu tak jauh beda. Sama-sama meninggalkan kenangan.
Bukankah memiliki kenangan itu baik? Sebab itu artinya, kau diberikan ingatan yang bagus oleh Penciptamu.
Aku ingin kembali menulis puisi. Hal yang dulu merupakan hobi. Tapi, bisakah tangan ini kembali menulis, jika hati tak juga memiliki intuisi?
Yang pasti,