KKN Kolaborasi Nusantara Moderasi Beragama
Rafika Meldy- Delegasi UIN Raden Mas SaidLangkah kakiku di tanah Papua diawali dengan keindahan Pos Lintas Batas Negara atau PLBN Skouw, Distrik Muaratami, Kota Jayapura. Disini merupakan salah satu dari dua titik perbatasan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Papua New Guinea. Saya dan rombongan dari UIN Raden Mas Said Surakarta berkesempatan memasuki area perbatasan yang dijaga ketat oleh Prajurit TNI Satuan Petugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) Republik Indonesia- Papua New Guinea.
Kala itu setelah kami sholat dhuhur di masjid yang dekat dengan pasar perbatasan, yang mana pengunjung dari pasar tersebut dari warga Papua setempat dan warga Papua New Guinea. Ada banyak hal unik yang layak untuk saya tuliskan disini.
Di area perbatasan ini, bahasa yang digunakan mayoritas warga di area tersebut adalah Bahasa Inggris, selain itu langkah kami diiringi senyum manis dari warga lokal yang tak henti kami saksikan. Senyum manis orang Papua mampu menyihir untuk terus tersenyum sepanjang perjalanan.
Ketika kami akan memasuki area perbatasan, kami harus menyerahkan kartu identitas kami di pos masuk area perbatasan. Lalu kami dipersilahkan memasuki area perbatasan. Perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea ada bangunan pembatas, Alhamdulillah, waktu itu kami diizinkan memasuki bangunan tersebut, karena tidak semua pengunjung diperbolehkan memasukinya.
Ditemani oleh satu prajurit TNI Satgas Pamtas RI. Kami memanggilnya mas Ilham, beliau dengan telaten menjabarkan keunikan-keunikan yang ada di wilayah tersebut. Di area bangunan perbatasan tersebut ada taman bunga yang dipenuhi rumput hijau, ada tugu yang bertuliskan "DISPELA MONUMENT INO BODA MAK" yang ditandatangani oleh presiden Indonesia ke-6 dan perdana menteri Papua New Guinea. Selain itu ada tugu Garuda yang cukup megah di tengah taman. Jalan menuju gerbang pembatas terbagi menjadi dua jalur dan ditanami tanaman-tanaman ciri khas Indonesia.
Di daerah yang umat muslimnya minoritas tentu banyak hal menarik di mata saya. Salah satunya masjid yang dikelilingi pagar dan setelah dibuka harus ditutup kembali. Mungkin karena di area itu anjing dan babi berada dimana-dimana dan bebas memasuki area rumah penduduk maupun bangunan lain yang dilewatinya, sehingga dibuatlah sistem pagar seperti itu, pikir saya.
Selain itu bangunan simbol moderasi juga terdapat di area itu.Ada miniatur 3 tempat ibadah dari agama berbeda disitu. Ada masjid tempat ibadah umat muslim, ada gereja tempat ibadah umat Kristen, dan Pura tempat ibadah umat Hindu. 3 miniatur ini didirikan berdampingan menghiasi sisi kiri jalan menuju Skouw.
Tak jauh dari lokasi tersebut ada bangunan Gereja yang besar. Dari Bangunan Pembatas tersebut dan bangunan-bangunan di sekelilingnya, saya meyakini bahawa moderasi telah tumbuh dan sudah digencarkan. Tinggal kita sebagai anak muda Indonesia mampu atau tidak untuk melanjutkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H