Mohon tunggu...
Rafif Aryatha
Rafif Aryatha Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa

Politics

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Ekonomi Syariah: Studi Kasus Kebijakan Ekonomi dan Politik Indonesia dalam Menghadapi Gejolak Resesi

22 Desember 2022   06:30 Diperbarui: 22 Desember 2022   06:41 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Lebih dari satu dekade yang lalu, pada tahun 1998, Indonesia adalah negara yang paling terpukul selama krisis keuangan Asia (AFC) 1997/98, yang mengakibatkan kekacauan ekonomi, politik dan sosial yang parah. Negara ini mengalami krisis ekonomi yang parah yang mengakibatkan dislokasi ekonomi jutaan rumah tangga, kemiskinan yang meningkat tajam, penurunan produk domestik bruto (PDB) sebesar 13% dan hampir bangkrut di sektor keuangan. Keretakan dalam rezim otoriter Soeharto terungkap: menghadapi ketidakpuasan yang meningkat, termasuk protes populer yang signifikan di ibu kota dan hilangnya sumber dukungan tradisional, termasuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dia mengundurkan diri (Harris, 2010).

Pada masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Nasionalisme ekonomi lebih terlihat jelas pada masa jabatan keduanya (20092014). Ini bisa menjadi strategi defensif untuk mengantisipasi dampak luas krisis keuangan global 2008. Perusahaan dan BUMN lokal diberi kesempatan dan kemudahan yang lebih besar untuk memperluas kepemilikan dan kegiatannya di bidang-bidang strategis, seperti usaha pertambangan, pertanian, dan hortikultura. Rencana pembangunan yang visioner diluncurkan pada tahun 2011 untuk memandu seluruh proses pemberdayaan ekonomi nasional, yang dikenal dengan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia/MP3EI). Sejalan dengan agenda MP3EI, Pemerintah Yudhoyono secara bertahap mendorong industrialisasi migas lebih banyak dipegang oleh pengusaha dalam negeri. Oleh karena itu, peraturan dibuat untuk meningkatkan kapasitas domestik. Misalnya, pada tahun 2012 pemerintah merevisi peraturan tahun 2010 untuk mewajibkan kepemilikan lokal sebesar 20% berlaku setelah lima tahun produksi dan kemudian 51% setelah sepuluh tahun (Habir, 2013).

Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode, yang dilantik pada 2014 dan 2019, telah memberlakukan berbagai mekanisme nasionalisme di sektor perdagangan dan investasi strategis negara. Kebijakan ini tampaknya bertahan dalam sistem politik dalam negeri yang diganggu oleh perjuangan ideologis untuk mendapatkan dukungan rakyat. Jokowi telah mengkonsolidasikan kekuatan untuk melawan, yang memperjuangkan kepentingan nasionalis, populis, dan religius. Di kancah internasional, Indonesia aktif berpartisipasi di berbagai lembaga. Jakarta memanfaatkan Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk menavigasi struktur regional yang berkembang. Namun demikian, proses transformasi melibatkan kekuatan ekonomi yang lebih besar di Asia Pasifik, sehingga menimbulkan lebih banyak kendala pada skala dan ruang lingkup aspirasi kebijakan luar negeri Indonesia. Oleh karena itu, baiknya Indonesia mempertimbangkan pengaruh lingkungan internal dan eksternal terhadap kebijakan ekonomi Jokowi.

Untuk menjelaskan signifikansi kasus kebangkitan rezim kebijakan nasionalis Indonesia, perlu membandingkan apa yang terjadi di Indonesia dengan negara-negara lain, terutama yang dikaruniai kekayaan sumber daya alam dan mampu mengeksploitasi kekayaannya untuk membentuk tatanan ekonomi regional dan global. Contoh terbaik untuk negara-negara ini adalah pengelompokan BRICS. Kelompok ini terdiri dari kekuatan ekonomi lintas kawasan, Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, yang telah berhasil mengembangkan tata kelola Selatan global alternatif dan kepemimpinan kolektif di luar model Anglo-Amerika yang mapan  (Stuenkel, 2015). Salah satu komponen kunci munculnya BRICS adalah penguasaan mereka atas sumber daya alam, khususnya mineral dan energi, memungkinkan mereka untuk mendorong ekonomi domestik dan meningkatkan kemampuan dan strategi diplomatik, yang dikenal sebagai diplomasi sumber daya, untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri negara lain. Mengingat hal ini, banyak yang menyebut blok tersebut sebagai kekuatan sumber daya, di mana Brasil, Rusia, dan China kemungkinan besar akan menjadi negara adidaya energi (WIlson, 2015) Selain Indonesia dan BRICS, perbandingan yang relevan dapat dibuat dengan produsen mineral dan energi terkemuka non-BRICS Asia Pasifik, terutama Australia, Malaysia dan Thailand, yang telah terlibat dengan pemerintah Indonesia dalam berbagai skema kerja sama sumber daya bilateral dan multilateral.

Upaya Jokowi untuk menegakkan kebijakan ekonomi nasionalis sedikit banyak merupakan kelanjutan dan perluasan dari yang telah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya di bawah Presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono. Semuanya mengacu pada UUD 1945 Indonesia untuk membenarkan langkah nasionalisme mereka. Pasal 33 Ayat 2 UUD mengatur bahwa sektor-sektor produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Dilanjutkan dengan ayat 3 yang menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan amanat konstitusi tersebut, pemerintah Indonesia dapat dan harus menegakkan kedaulatan ekonomi yang terdiri dari tiga pilar: perlindungan kepentingan ekonomi vital negara, campur tangan negara untuk memobilisasi sumber daya bagi pembangunan ekonomi, dan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. atau kepentingan pasar.

KEMUNGKINAN ADANYA RESESI PADA TAHUN 2023

            Kemungkinan tentang adanya resesi global di tahun 2023 merupakan masalah yang dihadapi oleh berbagai negara, melihat pada prediksi bank dunia yang dalam laporannya berjudul "Is a Global Recession Imminent?" Prediksi tersebut, terasa semakin nyata dengan beberapa indikasi yang sudah mulai terjadi, seperti kenaikan suku bunga acuan secara agresif yang dilakukan bank sentral berbagai negara dalam upaya meredam laju inflasi. Indikasi lainnya yang sangat terlihat adalah negara mulai mengurangi produksi karena menurunnya permintaan global. Dan kemudian, menguatnya dollar Amerika Serikat (AS) terhadap hampir seluruh mata uang di dunia, fenomena yang biasa disebut ultradollar. Ancaman akan terjadinya resesi ekonomi global ini perlu disikapi oleh pemerintah dengan melakukan langkah antisipatif untuk terus mendorong kinerja perekonomian nasional. Walaupun kinerja perekonomian nasional saat ini cukup positif, namun jika resesi ekonomi global benar-benar terjadi maka Indonesia diyakini akan terkena dampaknya dan dapat menyeret Indonesia ke dalam "jurang" resesi ekonomi tersebut. Hal ini diperkuat oleh statement Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional IMF Kristalina Georgieva "ekonomi dunia pada 2023 akan gelap" hal tersebut dikarenakan adanya resiko resesi dan ketidak stabilan pasar keuangan, dan IMF juga menjelaskan bahwa prospek ekonomi global akan gelap gurita yang disebabkan oleh gunjangan pandemi covid-19, perang antara rusia dan ukraina, hingga bencana iklim di semua benua. Sebelum membahas tentang presiksi dalam tulisan ini perlu kita runut terlebih dahulu faktor pemicu dalam terjadinya resesi ekonomi global pada tahun 2023 mendatang.

Ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami penurunan, maka akan menimbulkan kekhawatiran karena terjadinya resesi atau depresiasi ekonomi. Nantinya akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat dan kondisi sosial. Permasalahan yang akan muncul berupa meningkatnya angka pengangguran yang terjadi akibat PHK massal oleh perusahaan, menurunnya tingkat kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, serta menurunnya daya beli masyarakat, akibat sulitnya mendapatkan uang untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

(Mankiw, 1997) mengartikan bahwa ekonomi adalah studi tentang bagaimana masyarakat atau kelompok mengelola sumber daya yang langka. (Samuelson, 1948) mengartikan bahwa ilmu ekonomi adalah studi tentang bagaimana orang atau masyarakat memilih dengan atau tanpa menggunakan uang, untuk menggunakan sumber daya produktif yang langka yang ada dan dapat memiliki kegunaan alternatif, untuk menghasilkan berbagai komoditas suatu negara dari waktu ke waktu. ke waktu dan mendistribusikannya untuk konsumsi manusia atau masyarakat sekarang dan di masa depan. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi adalah kegiatan mengelola sumber daya yang dimiliki, yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat atau orang banyak, baik sekarang maupun di masa depan.

DAMPAK FORUM G20 TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun