Mohon tunggu...
Rafi Farrel Hildansyah
Rafi Farrel Hildansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta

saya adalah seorang yang menggemari dunia internasional, khususnya konflik kontemporer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Konflik Kedaulatan Indonesia di Kepulauan Natuna

31 Mei 2024   22:30 Diperbarui: 31 Mei 2024   23:23 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masalah Geopolitik yang paling sering terjadi di Asia Tenggara saat ini adalah konflik di Laut China Selatan (LCS). Bukan hanya satu, dua, atau bahkan tiga. tetapi konflik di Laut China Selatan terlampau banyak jumlahnya. Permasalahannya juga beragam, mulai dari klaim teritorial, pelanggaran wilayah perbatasan, dan juga pengeksploitasian Sumber Daya secara ilegal. 

Beberapa negara, termasuk Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia, telah memperdebatkan laut yang kaya sumber daya ini karena perikanan dan potensi cadangan minyak dan gas bumi. Kedaulatan Indonesia secara langsung terpengaruh oleh ancaman konflik di LCS, terutama yang berkaitan dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di sekitar Kepulauan Natuna. 

Konflik antara Tiongkok dengan negara-negara ASEAN dan sesama negara ASEAN, merupakan ancaman kedaulatan wilayah bagi negara yang berkonflik, terutama Indonesia yang terancam teritorinya di Pulau Natuna. Hal ini merupakan ancaman serius dari segi keamanan dan ekonomi bagi Indonesia sendiri. Ketika kita berbicara ekonomi, diperkirakan potensi ekonomi dari sektor perikanan saja sebesar Rp 6,5 T menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, belum lagi cadangan gas alam dan minyak bumi begitu melimpah di sana. 

Ancaman lainnya datang dari illegal fishing, data yang diambil dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menunjukkan bahwa sebanyak 155 kapal ikan asing bendera Vietnam beroperasi di wilayah tumpang tindih ZEE Indonesia (baca: area sengketa) pada Februari 2023. Meskipun area tersebut merupakan wilayah sengketa, Indonesia memiliki hak eksklusif untuk "mengeruk" Sumber Daya di area tersebut, dikarenakan pada Desember 2022 Indonesia dan Vietnam sepakat mengenai batas ZEE di wilayah tersebut, hanya saja Indonesia belum merilis secara resmi ZEE yang baru saja disepakati.

Selain ancaman ekonomi, konflik kedaulatan di Kepulauan Natuna menimbulkan ancaman keamanan. Pasalnya, banyak terdeteksi kapal ikan asing berbendera Tiongkok seringkali beroperasi di wilayah utara Kepulauan Natuna. Bahkan tidak jarang kapal-kapal tersebut dikawal oleh China Coast Guard seolah-olah memprovokasi pihak Bakamla Indonesia. Untuk merespons provokasi ini, Indonesia telah meningkatkan kehadiran militernya di Kepulauan Natuna. 

Tindakan ini termasuk peningkatan patroli oleh Angkatan Laut Indonesia dengan cara pembangunan dan modernisasi pangkalan militer. Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk menunjukkan komitmen Indonesia dalam mempertahankan kedaulatannya dan menghalangi tindakan agresif dari pihak eksternal. 

Pada sisi lain, Ketegangan militer di Natuna juga berdampak pada masyarakat lokal. Kehadiran militer yang meningkat dan ketegangan konflik yang meningkat sedikit banyak menimbulkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran di kalangan penduduk setempat. Indonesia, dalam hal ini Bakamla dan Angkatan Laut, perlu memastikan bahwa keamanan penduduk lokal menjadi prioritas utama ketika tensi di Natuna semakin meningkat.

Ancaman di atas sebenarnya menjadi sebuah tantangan bagi pemerintah Indonesia. Konflik ini merupakan momen yang pas untuk menunjukkan kapabilitas Indonesia dalam berdiplomasi. Proses diplomasi Indonesia yang paling cerdas yakni ketika Tiongkok mengklaim Kepulauan Natuna dengan menggunakan nine-dash line yang mengakar pada klaim historis. 

Tentunya hal tersebut tidak kuat dalam pengambilan keputusan di Mahkamah Internasional. Indonesia dengan cerdiknya memanfaatkan klaim yang lemah tersebut dengan berdasar pada Konvensi UNCLOS 1982 yang mengatur zona laut, tentunya hal ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan klaim historis dari Tiongkok. Sayangnya, Tiongkok tidak ingin membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional meskipun Indonesia bersikukuh untuk membawanya ke pengadilan tersebut.

Dalam konteks global yang semakin kompleks, Indonesia perlu mengadopsi strategi yang cermat untuk mengatasi konflik di Kepulauan Natuna. Pendekatan diplomatik yang kuat, baik melalui dialog bilateral maupun multilateral, sangat penting untuk mengurangi ketegangan dan menemukan solusi yang damai. Kerja sama regional melalui ASEAN dan forum internasional lainnya juga harus dimanfaatkan secara maksimal. 

Dari sisi pertahanan, peningkatan kehadiran militer serta polisi laut dapat memberikan rasa aman dan tentram bagi kedaulatan Indonesia. Selain itu, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Kepulauan Natuna akan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat lokal dan ekonomi nasional. Oleh karena itu, upaya komprehensif yang melibatkan semua aspek ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa Kepulauan Natuna tetap menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia yang aman dan sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun