Mohon tunggu...
Rafif Ahmad Fadilah
Rafif Ahmad Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa | Writer in Progress | Copy Writer | Like Reading a Book

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menyusun Ulang Keping Keping Hati

29 Januari 2025   14:59 Diperbarui: 29 Januari 2025   14:59 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemuda yang tampak gelisah. (Sumber: Image Generation)

Di sore yang kelabu, di sebuah bangku kayu yang dikelilingi pepohonan, duduk seorang pemuda yang tampak gelisah. Suara tawa anak-anak yang bermain bola di kejauhan menggema di telinganya, terasa ceria tapi juga menyengat hati. Dua minggu sejak sahabatnya pergi, dunianya berwarna abu-abu. Rasanya setiap hari adalah momen mengingat bagaimana hidup ini bisa berwarna, sampai kepergian itu membuat segalanya terasa hampa.

Sambil menatap langit yang mulai gelap, dia menarik napas dalam-dalam. Kenangan bersama sahabatnya muncul seperti film yang diputar ulang. Pelukan hangat, candaan konyol, dan petualangan yang tak terlupakan. "Gila ya, hidup itu rapuh banget. Secepat itu semuanya bisa berubah," dia bergumam, bertekad harus bangkit dari kesedihan yang mencekam.

Dengan semangat yang baru, dia mulai merencanakan hal-hal kecil untuk kembali menghidupkan kehidupan. "Oke, bro," pikirnya, "kita mulai dengan olahraga setiap pagi, berkenalan dengan orang-orang baru, dan coba hobi-kreatif yang selalu ditunda." Hari pertama dimulai dengan berlari di sekitar taman, meski awalnya terasa kayak nge-push diri ke limit, diam-diam dia mulai merasakan aliran energi baru mengalir dalam dirinya.

Suatu hari, saat lagi ngelakuin jogging, dia ngeliat papan pengumuman yang nawarin kelas seni lukis. Tanpa pikir panjang, dia mendaftar. Melukis itu emang sesuatu yang selalu pengen dia coba, tapi selalu aja dibilang "nanti" sama dirinya sendiri. Kelas pertama terasa deg-degan, tapi begitu kuas menyentuh kanvas, rasanya seperti ada yang nyambung dalam dirinya. Setiap goresan warna di kanvas mengeluarkan vibe baru, dan bikin dia merasakan harapan yang kembali hidup.

Minggu berlalu, dan semakin dalam dia menyelami seni lukis. Setiap lukisan jadi kayak catatan perjalanan emosional---mengunggah perasaan kehilangan dan kerapuhan, tapi juga mulai mengeksplor keberanian dan harapan baru. Dia sadar nih, melukis bisa jadi cara untuk mengekspresikan hal-hal yang selama ini terpendam.

Satu sore, setelah menyelesaikan lukisan terbarunya yang ia beri judul "Menyusun Ulang Keping-keping Hati", dia merasa ada yang berbeda. Seorang seniman muda yang dia jumpai di kelas ternyata jadi temannya yang selalu support. Setiap sesi melukis, mereka saling berbagi cerita, tawa, dan bahkan kekhawatiran terdalam. Teman itu mengajarinya bahwa kerapuhan bukan tanda kelemahan, melainkan bagian dari proses untuk jadi lebih kuat.

Hari pameran lukisan pun akhirnya tiba. Pemuda itu deg-degan tapi juga excited. Dia mengundang teman-teman untuk melihat hasil karya yang dikumpulkan. Di antara lukisan-lukisannya, ada yang paling mencolok, yaitu "Menyusun Ulang Keping-keping Hati". Teman seniman itu terpesona, "Bro, lukisan ini keren banget. Ini bener-bener cerita perjalanan yang dalam. Kamu harus bangga, karena bisa ngelukis sesuatu yang indah dari kerapuhanmu!"

Mendengar pujian itu, pemuda itu terharu. Ia sadar, meskipun sahabatnya sudah pergi, kenangan dan cinta yang dibagikannya akan selalu hidup dalam setiap detak jantung dalam lukisannya. Senyum merekah di wajahnya, ia merasa kepingan-kepingan hatinya yang sebelumnya berantakan kini mulai disusun kembali dengan warna-warni yang cerah.

Saat malam semakin larut dan lampu-lampu pameran mulai berkedip, dia menatap ke arah masa depan dengan keyakinan baru. Dia tahu kerapuhan yang sejati tidak bakal hilang begitu saja, tapi ia bisa menemukan kekuatan dari situ. Seperti lukisan yang terus berkembang, dia percaya, hidupnya pun akan terus tumbuh dan penuh warna, menjadikan setiap momen berarti di dalam cerita hidupnya. Dengan semangat membara, dia siap melangkah ke kehidupan yang lebih cerah, mengubah setiap kesedihan menjadi inspirasi yang menguatkan.

Baca juga: Saat Pulang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun