Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada tahun 2023 mencapai sekitar 5,86%. Dari angka tersebut, pengangguran sarjana mencapai sekitar 19,7% dari total pengangguran, yang berarti sekitar 370.000 lulusan sarjana tidak memiliki pekerjaan. Â Berdasarkan data tersebut hal ini menjadi sebuah fenomena yang terjadi di kalangan sarjana, dan tentunya hal ini menyebabkan kekhawatiran bagi mereka. Seorang sarjana adalah mereka yang telah menempuh pendidikan di perguruan tinggi dengan periode waktu tertentu.Â
Seorang yang telah berpendidikan tentu adalah sebuah kebanggaan bagi dirinya dan orang di sekitarnya. Kenapa tidak? karena proses yang mereka jalani semasa pendidikan juga bukan masa yang mudah. Menjalani masa pendidikan dengan penuh tantangan hingga akhirnya mereka dapat menyandang sebuah gelar yang akan ada di nama mereka selamanya.Â
Mereka adalah orang-orang yang berharap ketika sudah menyandang gelar dan memegang ijazah, mereka akan mendapatkan pekerjaan dengan lebih mudah. Namun, mereka harus menerima realita bahwa banyak dari mereka yang harus merasakan sulitnya mendapatkan pekerjaan.Â
Bagian 1: Penyebab Pengangguran di Kalangan Sarjana
Di sebuah kampus perguruan tinggi yang ramai, terdapat banyak sarjana muda yang penuh semangat. Mereka telah melewati tahun-tahun panjang di bangku kuliah, belajar teori, menghadiri kuliah, dan bahkan mengikuti ujian akhir. Namun, setelah diwisuda, tidak sedikit yang mendapati diri mereka berdiri di tepi jurang, mempertanyakan langkah selanjutnya. Mengapa dengan semua pendidikan yang mereka dapatkan, banyak dari mereka yang masih menganggur?
Ketidaksesuaian Keterampilan
Mari kita ambil contoh dari Lisa, seorang lulusan teknik yang bernafsu untuk bekerja di perusahaan teknologi ternama. Saat mengejar gelar sarjananya, Lisa menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari teori dan konsep dasar. Namun, saat dia mulai mencari pekerjaan, Lisa merasa bahwa keterampilan yang dipelajarinya tidak sesuai dengan yang dicari perusahaan. Banyak lowongan yang mengharuskan keterampilan praktis yang spesifik, seperti pemrograman dalam bahasa tertentu atau menggunakan perangkat lunak tertentu, yang tidak diajarkan di kelas.
Hal ini menjadi kendala besar. Lisa bukanlah satu-satunya. Banyak sarjana lainnya mengalami hal yang sama. Mereka terjebak dalam teori tanpa praktik, dan ketika saatnya mencari pekerjaan tiba, mereka merasa tidak siap.Â
Jenuh dengan Pendidikan Formal
Di sisi lain, ada Andi, yang baru saja menyelesaikan program studi manajemen. Andi bersama teman-temannya sering mengeluh tentang kurikulum yang mereka jalani. "Apa gunanya belajar teori manajemen jika saat nanti bekerja, yang dituntut adalah praktik?" keluh Andi. Pendidikan formal sering kali terasa monoton dan tidak relevan dengan dunia nyata. Jurusan yang terlalu umum membuat mereka sulit menemukan keahlian yang menonjol. Hal ini membuat banyak dari mereka merasa jenuh dan tidak berdaya, seakan gelar yang mereka peroleh bukanlah tiket untuk memasuki dunia kerja.
Persaingan yang Ketat
Ketika Andi dan Lisa melangkah ke pasar kerja, mereka dihadapkan pada kenyataan yang lebih keras. Bayangkan sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan banyak orang berbakat sedang berebut hadiah yang sama. Itulah suasana pasar kerja saat ini. Dengan banyaknya perguruan tinggi yang melahirkan lulusan setiap tahun, kompetisi untuk mendapatkan pekerjaan menjadi semakin ketat.Â
Bahkan, perusahaan cenderung lebih memilih kandidat yang mempunyai pengalaman kerja, meski itu hanya pengalaman magang. Andi dan Lisa pun merasa terjebak. Mereka telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk belajar, tetapi yang mereka butuhkan untuk mendapatkan pekerjaan adalah pengalaman yang mereka tidak miliki.Â
Kondisi Ekonomi yang Fluktuatif
Ternyata, alasan pengangguran tidak hanya terletak pada diri para sarjana saja. Mari kita lihat situasi negara. Beberapa tahun terakhir, ekonomi Indonesia mengalami fluktuasi. Ketika pandemi COVID-19 melanda, banyak perusahaan yang harus mengambil keputusan sulit, seperti pengurangan anggaran hingga pemecatan karyawan. Hal ini berdampak langsung pada lowongan pekerjaan. Banyak perusahaan yang menunda perekrutan, dan dialami oleh banyak sarjana baru yang memasuki pasar kerja pada saat yang penuh tantangan ini.