Hawa dingin menusuk tulang menembus jendela kamar kos Maya. Ia merinding, mencari-cari sesuatu di lemari pakaiannya. Matanya berbinar saat melihat jaket kulit berwarna cokelat tua tergantung di pojok. Senyum tipis membayang di bibirnya. Bukan sembarang jaket, itu adalah "jaket yang terkenang".
Jaket itu bukan milik Maya. Dulu, jaket itu milik David, teman semasa kuliah yang dicintainya dalam diam. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbincang hingga larut, berbagi mimpi dan cita-cita. David selalu mengenakan jaket kulit coklat itu, aroma khas kulit berpadu dengan parfum mint miliknya menjadi ciri khas David yang dirindukan Maya.
Suatu malam, saat hujan badai melanda kota, David mengantar Maya pulang. Maya lupa membawa payung, David tak segan melepas jaketnya dan memakaikannya kepada Maya. Hangatnya jaket dan kedekatan David membuat Maya berdebar. Namun, takdir berkata lain. Keesokan harinya, David mengalami kecelakaan dan tak bisa diselamatkan.
Jaket itu jadi peninggalan David yang dirawat Maya dengan baik. Saat Maya merasa sedih atau kesepian, ia akan merengkuh jaket itu, menghirup aroma yang tersisa, dan seolah kembali merasakan kehangatan kehadiran David. Jaket itu menjadi pengingat akan mimpi mereka yang tak sempat terwujud, sekaligus penyemangat untuk Maya terus meraih cita-cita.
Kini, Maya sudah sukses menjadi arsitek, cita-cita yang dulu mereka impikan bersama. Saat meraih penghargaan atas desainnya yang inovatif, Maya tak lupa mengenakan jaket yang terkenang. Ia merasakan seolah David ikut bersamanya, bangga atas pencapaiannya.
Hawa dingin tak lagi menjadi masalah. Ada kehangatan lain yang dirasakan Maya, bukan hanya dari jaket kulit itu, tapi juga dari kenangan manis bersamanya. Jaket itu tak akan pernah tergantikan, menjadi pengingat bahwa cinta dan perjuangan takkan pernah lekang oleh waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H